31. Nasib

365 29 0
                                    

Happy Reading♡

***

Nasib malang bagi Alga. Niatnya ingin mengerjai Hessa dengan berpura-pura pingsan, malah dirinya yang kena apes. Saat panik melanda, tak jauh seseorang keluar dari UKS, membuat Hessa tak mau hilang kesempatan dan langsung minta tolong.

Naasnya, orang itu adalah Febby.

Di sinilah ia sekarang, terbaring di ranjang UKS. Sayup-sayup ia mendengar suara Hessa, Febby, dan satu cowok yang Alga tak tahu siapa itu.

Mau tak mau, Alga harus lebih lama lagi berakting pingsan. Setidaknya sampai Febby pergi dari ruangan ini.

Entah kenapa, Febby seolah punya aura yang membuat Alga mundur seketika, membentaki diri sendiri agar tidak berurusan dengan cewek itu. Apalagi setelah kejadian memalukan di kantin kala itu.

"Aduh, gue lupa tadi gue dipanggil Bu Dina, disuruh ke ruangannya." Febby bangkit dari duduknya, lantas menoleh pada Hessa.

"Sorry, Sa. Gue sama Kevin duluan, ya. Kita juga ada rapat," ujar Febby diangguki cowok yang dipanggil Kevin itu.

Hessa mengangguk ragu. "Iya, nggak papa. Makasih, ya. Btw, ini dia kok nggak bangun-bangun ya?" tanya Hessa menggerakkan dagu pada Alga, agak khawatir juga sejak tadi cowok itu tak kunjung bangun.

"Nanti juga bangun, kok. Itu ada minyak kayu putih di usap-usap aja ke jidatnya, atau nggak hidungnya gitu biar sadar." Kevin memberi saran.

"Tadi kena bola, tapi nggak sampai gagar otak, kan ya?" tanya Hessa, membuat Alga yang masih memejamkan mata diam-diam mengumpati gadis itu.

Febby terkekeh geli. "Nggak, Sa. Tenang aja. Paling juga otaknya yang geser," sahut Febby lalu pamit kembali dan pergi keluar UKS diikuti Kevin.

Hessa kembali menatap Alga, lalu menghembuskan napas panjang sambil mengangguk yakin. "Hm, semoga otaknya nggak sampai gelinding ke lutut," celetuknya dengan muka serius, lalu berjalan ke meja dekat ranjang mengambil minyak kayu putih.

Sementara Alga yang merasa Febby sudah tak ada, membuka salah satu matanya, melongok menatap pintu UKS.

"Anjir, gue terbaring lemah gini aja masih dikata-katain mulu!"

"HAAA, SETAN!"

Hessa melempar minyak kayu putih ke sembarang arah, matanya melotot kaget melihat Alga yang sudah berposisi duduk dengan mata terbuka lebar.

"Buset, ganteng gini dikata setan," gerutunya.

Hessa mengerjap, mencoba menenangkan diri. Sungguh, ia sangat terkejut tadi.

"Lo nggak takut tuh mata juga ikut gelinding ke lutut kayak otak gue?" Alga membalikkan perkataan Hessa tadi.

Hessa langsung mendekat, matanya masih melotot. "Lo pura-pura, kan?" tuduhnya.

Dengan santai Alga mengangguk dan menyeletuk dengan wajah serius. "Tapi kalau soal cinta gue ke Lo gue nggak pura-pura, Sa."

"Tai!" Hessa menabok kepala Alga, yang langsung membuatnya merintih berlebihan, dan jatuh kembali ke ranjang sambil memegangi kepala.

"Aduh, sakit banget ini," rintihnya kesakitan.

Merasa bersalah, Hessa mengusap kepala Alga, memijatnya pelan membuat Alga jadi keenakan.

"Makanya, Neng. Jangan cari gara-gara sama gue, masa iya ngasih minuman ke gue dicampur cabe. Pedes banget itu tadi, untung belum sempet masuk perut."

Hessa meringis lebar. Dia memang iseng mencampurkan cabe pada jus alpukat Alga tadi. Padahal Alga tak tahan pedas.

"Pantes aja warnanya beda. Nggak mau curiga dari awal, tapi kalau nggak curiga sama aja nyelakain diri."

"Iya, iya. Maaf," ujar Hessa, penuh penyesalan.

Alga melengos berat, mengalihkan pandangan tak menjawab Hessa.

"Aelaah, gue minta maaf," ujar Hessa mengulangi.

***

Hessa dan Alga keluar gerbang, sore-sore sekali. Sekolah juga sudah sepi-sepinya, hanya ada anak futsal yang memang latihan sore-sore untuk turnamen lusa nanti.

"Terus kenapa lo tadi dengan gampangnya bilang." Hessa menjeda ucapannya, tangannya berkacak pinggang dengan muka kesal. "Lo pulang bareng gue," cibirnya, menirukan gaya Alga tadi saat mengajaknya pulang bersama.

"Nyatanya ... nggak bawa motor!"

Alga menghela napas panjang. Sedari tadi, Hessa tak berhenti mengomel.

Mengomeli Alga yang mengajaknya pulang bareng, tapi tak bawa motor. Motor Alga memang berada di bengkel, tadi pagi ia ke sekolah diantar sopirnya.

Ia juga lupa kalau tak bawa motor, dan baru ingat sekarang saat pulang sore. Begitulah, membuat Hessa tiada henti mengomelinya.

"Handphone gue mana!" Hessa menodongkan telapak tangan, memalak.

"Iya, iya bentar." Alga menyodorkan ponsel milik Hessa.

Alga diam saja menunggu apa yang selanjutnya Hess lakukan. Gadis itu nampak sibuk sendiri dengan ponselnya, tapi berikutnya langsung mengumpat sebal.

"Sial, mati lagi!" Hessa ingin melemparkan ponselnya saja. Mati disaat-saat yang dibutuhkan.

"Handphone lo mana?" Hessa kembali menodongkan tangan kosongnya.

"Mau apa?"

Hessa mengambil paksa ponsel di tangan Alga. "Udah siniin aja!"

Hessa mengotak-atik ponsel Alga, sambil mendumel pelan. "Sore gini susah nyari bus. Gue mau pesen—"

"Gue nggak punya kuota. Abis."

Hessa menjatuhkan rahang, sontak menoleh menatap Alga horor. "Nggak punya kuota?!"

Alga mengangguk santai.

Menghela napas panjang, Hessa mencoba menenangkan diri. Hampir saja meluapkan emosi yang memuncak.

"Oke, pakai wifi sekolah."

"Ruang penyimpanannya habis juga. Buat game gue, gini-gini gue juga butuh hiburan."

"Serah lo." Hessa mengembalikan ponsel Alga dengan tak santai, lalu mendengkus keras.

Alga benar-benar tahu cara membuatnya kesal.

"Yaah marah." Alga terkekeh melihat Hessa yang bersedekap dada mengalihkan pandangan tak mau melihatnya.

Kekehan Alga semakin lama berubah menjadi tawa renyah, hingga matanya terlihat hanya segaris.

"Ya udah, ke rumah mama gue aja, yuk!" ajaknya begitu tawanya mereda.

Hessa menoleh, masih dengan segala kekesalannya.

"Rumah mama gue nggak jauh dari sekolah. Jalan kaki juga bisa. Nanti baru gue anterin pulang."

Terlihat Hessa yang berpikir, tapi akhirnya mengangguk.

Terlihat Hessa yang berpikir, tapi akhirnya mengangguk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AlgaHessa [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang