26. Nekat

503 35 2
                                    

Happy Reading♡

***

"Habis dari mana?" tanya Hessa begitu Alga mengambil duduk di sampingnya menghadap lapangan basket yang luas di depannya. Tangan kanannya membawa sebotol minuman dingin, disodorkan ke Hessa tapi Hessa menolaknya. Alhasil Alga sibuk membuka tutupnya, untuk dirinya sendiri.

"Dari kelas sepuluh," jawab Alga jujur.

Hessa mendecih seketika, paham dengan maksud Alga. "Pasti menelin degem-degem lagi, alias dedek gemesh."

Alga menoleh protes, tak terima meski memang benar apa yang dikatakan Hessa. "Bukan, Sa. Tadi putusan, gue dah tobat punya lo."

Hessa mendelik horor. "Siapa punya lo? Sorry, ya!"

"Lah, gu—"

"Ck, diem!"

Alga sontak merapatkan bibir tak banyak bicara ketika ucapannya dipotong, dihadiahi pelototan tajam Hessa. Ya, hanya dengan itu ia ciut begitu saja.

Entah kenapa, suasana mendadak berubah.

Hening sejenak, Hessa menerawang jauh lapangan luas yang ada beberapa anak basket sedang latihan. Meski begitu pikirannya melayang entah kemana.

"Ga, mama gue sama papa lo beneran mau nikah, Ga."

Alga yang baru saja meneguk minumannya tersembur begitu saja, lantas terbatuk-batuk. Tak siap dengan pernyataan Hessa barusan membuatnya juga tersedak.

"Ish, jorok!" timpal Hessa agak menggeser duduknya menjauh.

"Jadi ... beneran? Kapan tepatnya?"

"Sebulan lagi."

Alga mengumpat pelan, ditutupnya botol yang sudah tak ada isinya, lalu diremas seolah menyalurkan emosinya dan dilempar tepat masuk tong sampah.

Sungguh, ia tak pernah berpikir ini akan benar-benar terjadi.

"Mereka pasti akan tetap ngejalanin apa yang udah mereka rencanakan, sekali pun kita berontak nggak setuju."

Alga terdiam, dalam hati membenarkan ucapan Hessa.

"Terus kita harus apa?" tanya Alga mengacak rambutnya frustasi.

"Apalagi? Pasrah," jawab Hessa dengan helaan napas berat di akhir kalimatnya.

"Semudah itu?"

"Terus ... Lo kira kita bisa apa? Mama bahkan udah negasin itu ke gue, seakan kita nggak bisa ngelakuin apa pun buat ngejalanin rencana mereka."

Diam, hening beberapa detik. Hessa kembali ke aktivitasnya, menerawang lapangan luas. Sementara Alga, sudah kusut sendiri pikirannya.

Namun, tiba-tiba Alga menyeletuk, "Duh alergi, kan, gue. Gatel-gatel sama yang namanya situasi serius," ujarnya meski dengan raut serius, membuat Hessa tak tahan untuk tidak menaboknya keras saat itu juga.

"Tapi, Sa. Pasti ada caranya," ujarnya kemudian, setelah bisa menghindari amukan dari Hessa.

"Apa?" tanya Hessa, tapi tak diberi jawaban, hanya senyum miring yang terlihat dari wajah Alga. Ia lalu bangkit, meninggalkan rasa penasaran besar di benak Hessa.

***

Jika diberi pilihan, siapa yang ingin ia tenggelamkan ke rawa-rawa saat ini juga, tanpa basa-basi dan pikir panjang Hessa akan menjawab orang itu adalah Alga.

Hessa benar-benar tak tahu isi kepala cowok itu. Cari mati saja tingkahnya, dan sekarang Hessa lah yang harus ikut menanggung tingkah bodohnya itu.

Di sebuah rumah bercat putih. Ya, itu rumah Hessa. Ada mamanya, duduk di sofa single menatap tajam tanpa ekspresi. Ada Alga dan wanita yang sempat Hessa lihat di rumah Alga kala itu, yaitu Mbak Rina si asisten rumah tangga keluarga Alga. Ada juga barang bawaan Alga dan Mbak Rina di atas meja, sontak membuat perasaan Dewi semakin tak enak.

AlgaHessa [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang