Part 31

3.2K 236 45
                                    

Sinar mentari yang terik siang ini membuatku ingin secepatnya tiba di apartemen kami. Sudah terbayang nikmatnya rebahan di kasur lengkap dengan semilir AC yang membelai. Masya Allah….

Tapi entah mengapa Galih malah melajukan mobil dengan sangat lambat. Bahkan ia mengajakku mampir terlebih dahulu ke supermarket, dengan alasan di rumah tak ada makanan. Ah, apa ia tak tahu bahwa aku sudah rindu kasur.

"Liihhh … ayo…." Aku merengek pada Galih yang masih semangat memasukkan beberapa kotak susu UHT ke troli.

"Sabar, Sayang. Capek ya? Kasihan kamu nanti kalo kelaparan di rumah. Atau kamu tunggu di mobil aja gimana?"

"Emang boleh aku tunggu di mobil aja, Lih?"

"Boleh dong, nih kuncinya." Galih menyelipkan kunci mobil di tanganku dan berbisik bahwa ia akan menyusul sebentar lagi.

"Aku tinggal bayar ini aja ke kasir. Hati-hati ya."

Aku mengangguk, lalu berjalan pelan ke arah pintu luar. Kondisi supermarket cukup ramai biarpun hari ini bukanlah akhir pekan. Etalase-etalase berisi kue dan makanan ringan berjajar di sepanjang sisi jalan begitu memanjakan mata, membuatku tiba-tiba merasa lapar. Terlalu sibuk memperhatikan bermacam kue di sana, membuatku tanpa sadar telah menabrak seseorang.

"Eh, maaf. Maaf. Saya gak lihat jalan tadi," ucapku cepat.

"Loh, Nak Ratna?"

Merasa heran karena orang tersebut ternyata mengenalku, membuatku mengangkat kepala setelah sebelumnya hanya menunduk. Tampaklah Ibu Nisa dan di belakangnya ada Wildan yang membawa kantong belanjaan milik ibunya.

"Ibu Nisa? Kapan datang?" Aku lantas mencium tangan ibunda Wildan tersebut dengan takzim. Tak menyangka jika akan bertemu kembali dengan wanita baik yang telah kuanggap seperti ibu sendiri.

"Udah dua hari ini, Nak. Wildan bilang Nak Ratna dirawat."

"Iya, Bu. Alhamdulillah udah baikan jadi udah boleh pulang."

Tiba-tiba saja Ibu Nisa menoleh ke belakang. "Kamu sih, Dan. Ibu ajak dari kemarin tapi kamunya sibuk terus, jadinya Nak Ratna udah pulang nih."

Mataku sedikit menyipit, tak mengerti arah pembicaraan Ibu Nisa. Wildan kemudian melangkah hingga ke sisi sang ibu sambil meringis. Memberi senyuman terbaiknya padaku.

"Iya, Bu. Maaf. Wildan memang lagi banyak kerjaan." Lantas lelaki tersebut beralih padaku. "Ibu dari kemarin ngajak jenguk Mbak Ratna, gak tahunya udah keburu pulang."

"Ya ampun, gak apa-apa, Bu. It's oke, Mas. Alhamdulillah Nana udah sehat lagi. Ohya, Ibu apa kabar? Udah lama banget ya gak ketemu," tanyaku sambil tertawa kecil melihat perhatian ibu dan anak ini padaku.

"Alhamdulillah ibu baik, Nak. Nak Ratna sendiri baik kan? Bayinya ndak apa-apa kan?" Ibu Nisa bertanya sembari mengusap lembut perutku yang masih tampak rata.

Mau tak mau, aku jadi tersenyum kembali. Berarti Ibu Nisa telah mengetahui keadaanku, dugaanku Wildan lah yang menceritakannya. "Gak apa-apa, Bu. Alhamdulillah bayinya kuat."

"Syukurlah. Suaminya ke mana ini, Nak, kok sendirian?"

"Na…."

Baru saja hendak menjawab, terdengar suara memanggil dari belakangku. Benar saja, itu adalah Galih lengkap dengan kantong belanjaan di tangan. Aku tersenyum lalu memberi tanda supaya ia mendekat.

"Ini Galih, Bu. Suami Ratna."

"Oh, jadi ini suami Nak Ratna. Kita dulu pernah ketemu ya kalo ndak salah?" tanya Ibu Nisa pada Galih.

Everything for YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang