Part 5

4.2K 298 15
                                    

Everything for You (5)
#EfY

“Oke deh. Makasih ya. Tapi lain kali, tolong jangan kasih apa-apa lagi yaa, aku jadi gak enak.”

“Gak enak kenapa?”

“Aku sudah menikah, Lih. Sementara kamu belum. Jangan sampai ada yang berprasangka buruk pada kita.”

Seperti yang telah kuduga bahwa ucapanku kali ini akan sedikit menyingung perasaan Galih. Terbukti dari sikapnya yang terdiam dalam sekejap. Sebentuk perasaan iba merayap di hati demi melihat raut wajah itu. Ah, apa aku telah salah bicara?

Setelah aku turun, Fortuner putih itu segera melaju dengan kecepatan sedang. Meninggalkanku dengan perasaan bersalah yang bersarang di hati. Maafkan aku, Lih. Aku hanya ingin menjadi istri yang baik, meski ragu apa hati ini mencintai seseorang yang kusebut suami itu.

"Kok lama, Mbak? Udah makan belum? Eh, bunganya bagus banget. Dari siapa? Pak Galih?" berondong Niken saat melihatku memasuki ruangan.

Aku masih bergeming, otakku masih dipenuhi oleh bayangan Galih. Hingga akhirnya Niken menyenggol lenganku. Wajahnya menyiratkan kekhawatiran dengan keadaanku.

"Mbak Ratna gak apa-apa? Kenapa jadi aneh gini? Pak Galih bilang sesuatu yang menggangu Mbak Ratna?" gadis itu kembali mencecarku dengan berbagai pertanyaan.

Setelah menimbang beberapa saat, aku memutuskan untuk menceritakan pada Niken semuanya. Tentang masa laluku dengan Galih, perpisahan kami, hingga perasaanku saat ini. Gadis berkerudung pastel itu menyimak dengan seksama, hingga aku selesai berkisah.

"Jadi Mbak Ratna masih mencintai Pak Galih?" tanya Niken hati-hati.

"Gak tau, Ken. Aku sungguh takut. Takut jika yang kamu tanyakan tadi benar. Takut terjebak di masa lalu yang harusnya udah aku lupain. Takut jika hati ini lebih condong ke orang lain dibanding suami sendiri." Kututup wajah dengan perasaan tak menentu. Niken mengusap lenganku penuh simpati.

"Niken gak tau harus ngomong apa, Mbak. Karena sebetulnya Mbak Ratna udah tau kalo semua ini gak benar. Iya kan. Apalagi yang jadi penghalang di antara kalian itu hal yang gak bisa ditawar lagi, yaitu keyakinan. Mbak Ratna tau kan kalo kita tuh berbeda keyakinan dengan Pak Galih. Kalo boleh Niken ibaratkan, jurang di antara kalian itu terlalu dalam, Mbak, gak akan bisa dijembatani kecuali salah satu dari kalian mengalah. Iya kan?"

Aku membenarkan semua yang diucapkan Niken, bahwa jurang di antara kami terlampau dalam. Masih segar di ingatan bagaimana ibu dulu melakukan segala cara agar aku menjauh dari Galih. Termasuk menikahkanku dengan Indra, yang merupakan anak dari teman sekolah ibu. Begitu pula dengan keluarga Galih yang sangat taat dalam ajaran Nasraninya, terpaksa mengirim pemuda itu ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikanya selepas SMA.

Aku menghela napas panjang. "Kamu benar, Ken. Aku gak boleh berlarut-larut dalam kenangan masa lalu ini. Aku sudah memiliki Mas Indra sekarang, yang seiman denganku. Meski aku ragu apa ada sedikit cinta di antara kami. Aku pun gak tau mau dibawa ke mana rumah tangga ini, aku udah bener-bener pasrah, Ken."

"Yang sabar ya, Mbak. Allah bersama hamba-hambaNya yang sabar dalam segala situasi dan kondisi." Aku tersenyum saat Niken memeluk bahuku. Ah, ia sudah seperti adik yang tak pernah kumiliki. "Oh ya, bunganya bagus. Buat Niken boleh kan? Mbak Ratna udah gak mau lagi kan?"

"Boleh, bayarin lima ratus ribu ya. Mayan buat beli gamis baru," timpalku seraya tertawa.

"Ihh, mahal amat. Lagian juga buat apa bunga gituan, besok juga udah layu." Niken mencebikkan bibir sambil kembali ke meja kerjanya. Mau tak mau aku tertawa melihatnya. Benar juga apa yg dibilang Niken, untuk apa aku simpan bunga ini, hanya akan semakin mengingatkanku pada orang yang memberinya. Namun, sisi hati yang lain mengatakan untuk menyimpannya paling tidak hingga ia layu dengan sendirinya, hanya sebagai bentuk penghormatan.

Everything for YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang