Part 30

2.9K 227 60
                                    

Hai.. hai.. ada yang masih ingat cerita ini? Ada yang kangen?
Duh, aku kangen banget sama Ratna juga Galih..
Semoga masih ada penggemar mereka berdua di sini yaa 😩
Maafkan yaa, kelamaan hiatus sampe lupa mau lanjutin cerita ini 😓
Enjoy yaaa 🥰❤️

Malam semakin larut, namun mata ini masih tetap enggan terpejam. Terlebih saat ada seseorang yang memelukku dengan erat seperti ini. Bahkan lelaki itu yang lebih dahulu terlelap. Perlahan kutatap wajah tampan itu. Tak bosan-bosan aku melihatnya, terutama saat tertidur. Konon, jika ingin mengetahui seberapa berartinya pasanganmu, lihatlah saat ia terlelap.

Kasian kamu, Lih. Pasti capek banget ya. Ngurusin kantor, ngurusin istri yang bandel. Maafin aku ya, Lih. Makasih untuk semuanya. Kamu memang yang terbaik.

"Udah puas belum ngeliatnya?" Tiba-tiba lelaki yang terlelap itu mulai bersuara, dengan mata yang masih terpejam.

"Loh, aku pikir kamu tidur, Lih," seruku keheranan.

"Mana bisa tidur kalo diliatin begitu. Kenapa? Tampan ya suamimu ini," ujarnya dengan mata yang sudah sempurna terbuka. Memiringkan tubuh menghadapku.

"GR banget sih kamu, Lih," elakku kemudian. Beralih menghadap ke langit-langit kamar bernuansa putih ini.

"Udah ngaku aja deh, kalo kamu dulu suka sama aku juga karena aku tampan kan?" tanyanya lagi sambil mengedipkan sebelah mata.

"Ih, sorry ya. Aku dulu kasian aja sama kamu, udah ngejar-ngejar masa ditolak. Mau ditaruh di mana muka Galih Sanjaya yang paling terkenal di kalangan para siswi," elakku sambil membalik badan memunggungi lelaki itu.

"Oh begitu ya. Terus siapa yang dulu ngaku cinta sama aku waktu di rumah sakit sampe nangis-nangis segala, hmm?" Galih menarik tubuhku hingga menghadapnya. Matanya kini berkilat-kilat jenaka.

"Yang mana, Lih?"

"Waktu kamu jenguk aku di rumah sakit, kamu lupa? Yang kamu bilang takut kehilangan aku sambil nangis." Senyum telah terukir sempurna di wajah lelakiku.

Aku mencoba mengingat kejadian mana yang ia maksud. Setelah cukup lama, akhirnya kenangan saat itu pun muncul di permukaan. Yaitu saat kami jatuh dari motor akibat pengemudi mobil mabuk yang kemudian pergi begitu saja. Galih yang terhempas beberapa meter sempat tak sadarkan diri berhari-hari, sementara aku hanya luka gores di beberapa bagian saja.

Ya, saat menjenguk di rumah sakit, aku sempat menangis, merasa sebab aku-lah Galih jadi bernasib demikian. Jika saja aku bisa memaksanya tetap memakai helm dan bukannya aku. Ah, tentu bukan Galih namanya jika menurut begitu saja.

Setelah berucap maaf, aku memang mengatakan jika aku takut kehilangannya. Takut sesuatu yang buruk akan menimpanya. Kemudian aku mengatakan bahwa aku … hmm … mencintainya.

"Jadi waktu itu kamu cuma pura-pura pingsan aja, Lih? Jahat kamu ya! Aku beneran khawatir tapi kamu cuma pura-pura. Untung aja waktu itu gak ada orang lagi, bisa malu kan aku."

Aku memalingkan wajah sembari ditekuk. Teganya ia berbuat begitu di saat aku benar-benar mengkhawatirkan keselamatannya.

"Duh, jangan ngambek dong, Sayang. Aku bahagia banget loh saat itu. Bersyukur karena akhirnya bisa mendengar kata-kata itu setelah sekian lama," ujar Galih sambil berusaha memelukku. Karena aku yang masih terdiam, akhirnya ia meneruskan kembali ucapannya. "Iya … iya, maafin aku ya. Tapi yang kamu ucapin saat itu bener-bener manjur, Na. Bikin aku pulih dengan cepat."

Pelan aku menoleh ke arah Galih. "Tapi kamu begitu kan karena aku, Lih. Coba kamu tetap pake helm, mungkin kamu cuma akan luka sedikit aja."

"Terus kamu yang akhirnya nginap di rumah sakit gitu? Justru aku bersyukur karena kamu gak apa-apa, Na. Aku gak rela kalo kamu kenapa-kenapa."

Everything for YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang