Part 16

4K 276 12
                                    

"Nanaaaa ...!" Sungguh sambutan yang meriah yang kuterima saat tiba di depan mempelai wanita.

"Cheriii, ya ampun cantik banget siihhh." Kusalami wanita berbalut gaun pengantin putih gading dengan jilbab warna emas dan mahkota kecil di atasnya itu dengan semringah. Tak lupa mencium kedua pipi yang terpoles blush on dan make up yang membuat wajahnya terlihat lebih menawan.

"Kirain lu gak dateng, Na."

"Masa gue gak datang sih. Selamat yaa, sakinah mawaddah wa rahmah yaa, kasih gue ponakan yang banyak."

"Hahahaha. Makasih, Nana Sayang. Gue juga doain lu cepet dapat momongan ya, kita jadi kan besanan?"

"Aamiin. Aamiin. Makasih, Sayang. Iyaa, nanti kita besanan ya. Insya Allah. Tapi maaf gue gak bisa lama nih, Cher."

"Mau ke mana sih, Na? Kita belom ngobrol-ngobrol. Sini, duduk sini dulu, temenin gue. Mumpung suami gue lagi sholat." Cherika masih berusaha membujuk. Aku pun tersenyum dan duduk di sisinya.

"Iya deh. Eh gimana ceritanya bisa dapat dosen gitu? Kalian ada hubungan apa hayo waktu kuliah?"

"Ya ampun, Na. Beneran kita gak ada hubungan apa-apa. Gue juga kaget pas tau-tau dia nembak gue trus bilang mau ngelamar. Lu sendiri gimana? Gue dengar lu udah pisah sama Indra ya?"

Senyum kecil tersemat di bibirku. "Iya, Cher. Jodoh gue sama Mas Indra sampe sini aja ternyata."

"Beneran dia udah nikah lagi?" Aku mengangguk pelan. "Ya Allah, sabar ya, Na. Pasti nanti dapat ganti. Eh, Galih gimana kabarnya? Kirain mau datang sama dia."

"Galih? Kata siapa gue mau datang sama dia? Ketemu aja nggak." Aku tertawa pelan.

"Ya, gue kira begitu, Na."

"Eh, gue turun dulu ya, laki lu udah balik nih, gak enak gue jadinya. Sekali lagi selamat yaaa. Gue seneng banget liat lu akhirnya nikah juga."

"Makasih udah datang ya, Na. Kita tetep harus besanan nanti ya." Kami kembali tertawa, membuat suami Cherika menatap heran. Setelah mengucapkan selamat, aku pun segera turun dari panggung dan menghampiri teman-teman semasa SMA.

"Ratna kan?" Sebuah pertanyaan yang sukses membuatku mengangkat wajah dari zuppa soul yang tengah kunikmati. Berusaha mengingat raut wajah penuh wibawa yang kini berdiri di hadapan.

"Bapak Ardi ya?" tanyaku ragu. Namun, lelaki di depan malah tersenyum semringah sembari mengangguk. Lantas duduk di kursi sebelahku yang baru saja kosong.

"Syukurlah kamu masih ingat bapak. Kirain udah lupa."

"Nggak lah, masa lupa sih. Eh, Bapak kok di sini?"

"Pengantin prianya ponakan saya, Na."

"Oh ya? Beneran, Pak? Ya ampun, dunia ini sempit ya ternyata. Pengantin perempuannya malah teman saya, Pak."

"Oh ya? Pantas aja ketemu di sini. Kamu sama siapa, Na?"

"Sendiri aja, Pak." Lagi-lagi pertanyaan itu. Serba salah memang tak punya pasangan itu, hihi.

"Kamu belum nikah, Na?" Pak Ardi yang pernah menjadi dosen di kampusku dulu menoleh heran.

Aku tersenyum. "Udah, Pak. Tapi ...."

"Oh, bapak paham. Ya, mungkin kalian udah gak berjodoh lagi. Gak apa-apa, nanti pasti ada seseorang yang lebih baik."

"Aamiin. Insya Allah, Pak."

Secara tak sengaja, sudut mataku menangkap sosok Galih yang baru saja masuk dan mendekat ke panggung. Seorang diri. Segera aku pamit pada Pak Ardi setelah saling bertukar nomor ponsel.

Everything for YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang