Part 28

3.4K 310 66
                                    

"Halo, Adek Ipar. Gimana kabarnya nih? Kayaknya kurusan ya," sapa Kak Viona ramah saat kami tiba di restoran tempat yang kami sepakati untuk bertemu. Lalu melihatku dari atas hingga ke bawah sebelum beralih pada Galih. "Gimana sih kamu, Lih. Kamu pasti sibuk kerja ya, sampe gak merhatiin Nana."

Galih yang baru saja hendak memanggil pelayan untuk memesan sesuatu, sontak menoleh pada Viona."Siapa juga yang gak merhatiin Nana, Kak? Aku tuh orang yang paling perhatian sama dia. Mungkin aja Nana emang lagi diet biar aku makin cinta."

Kak Viona memutar bola matanya demi mendengar jawaban adiknya. "Jangan cari-cari alasan buat nutupin kesalahan kamu ya." Tampak Galih semakin gusar mendapat tuduhan yang tak mendasar itu. Sementara aku hanya tersenyum simpul melihat kelakuan kakak beradik ini.

"Bukan salah Galih kok, Kak. Nana juga gak lagi diet. Mungkin karena kecapean aja kali ya, biasa kak, kerjaan lagi padat sekarang," ucapku yang langsung mendapat sambutan hangat dari Galih.

"Tuh, bener kan. Makanya Kak Vio jangan nuduh sembarangan dong. Masa iya aku gak perhatiin istri yang cantik ini." Galih menoleh padaku yang langsung mengusap pelan wajahnya.

"Iya. Iya. Tapi awas aja kalo kakak denger kamu terlalu asik sama kerjaan sampe gak perhatiin Nana, kakak culik nanti istrimu."

"Kak Vio ini mau ngajakin makan apa ngajakin berantem sih? Ayo Na, kita pergi aja." Galih menarik tanganku yang kembali tertawa melihat kelakuan Galih.

"Tuh, Na. Manjanya gak hilang-hilang. Dari dulu Galih ya begitu itu. Ya udah kalo mau pergi, tapi jangan ajak Nana! Kak Vio kan janjiannya sama Nana."

Galih telah berdiri seraya menarik tanganku. Sementara aku tetap bergeming dengan senyum di wajah. "Udah dong, Lih. Kak Vio kan cuma bercanda. Jangan ngambek gitu ah. Malu tuh diliatin Axel."

Akhirnya Galih kembali duduk di kursi sebelahku dengan wajah yang masih ditekuk. Kuusap lagi wajah itu agar senyum yang selama ini menjadi candu untukku dapat terbit kembali.

"Kamu cepetan pesen sesuatu, Lih. Nana kayaknya udah haus." Ucapan Kak Vio sepertinya membuat Galih tersulut lagi.

Segera kugenggam tangannya, memohon agar lelaki itu tak menanggapi. "Mau pesen apa? Biar aku yang pesenin."

Setelah melihatku sejenak, Galih akhirnya menarik napas. Gerak bibirnya berucap kata 'terserah' yang dapat kutangkap dengan jelas. Aku pun berdiri dan melangkah menuju meja kasir. Memberi ruang pada kakak beradik itu melepaskan perasaan masing-masing.

Dari tempatku berdiri, dapat kulihat mereka berbincang dengan raut serius. Bukan kesal seperti tadi. Galih menanggapi ucapan Kak Vio dengan sesekali mengangguk tapi tak banyak bicara. Entah apa yang sedang mereka obrolkan karena pembicaraan itu langsung terhenti saat aku kembali dan duduk di tempat semula.

Tak berapa lama, pesananku pun tiba. Galih menyantap dengan lahap. Kelihatannya ia kelaparan, karena memang tadi pagi aku hanya menyediakan roti bakar untuk sarapan. Merasa diperhatikan, Galih menoleh padaku yang masih tersenyum menatapnya.

"Kok gak makan, Na?"

"Udah kenyang."

"Kenyang?" tanya Galih heran. Melihat makanan di piringku yang baru berkurang sedikit saja. "Kamu kenapa sih? Sakit?"

Galih meletakkan punggung tangan di kening yang langsung aku tepis. "Aku gak apa-apa, Lih. Emang udah kenyang aja. Makan lagi dong, aku seneng liat kamu makan."

Galih mengerutkan kening berusaha mencerna kata-kataku. Namun, akhirnya ia kembali menyantap makanan di depannya sambil menggelengkan kepala.

"Na, kamu bulan ini udah haid belom?" tukas Kak Viona tiba-tiba. Membuatku sontak menoleh, tapi detik berikutnya sibuk menepuk-nepuk punggung Galih yang tersedak hingga terbatuk keras demi mendengar ucapan kakaknya tadi. Lantas menyodorkan gelas pada lelaki yang duduk di sebelah kiriku.

Everything for YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang