Part 21

4.2K 315 21
                                    

"Kok ke sini, Lih?" tanyaku saat mobil berhenti di parkiran sebuah apartemen. Sementara lelaki di sisiku hanya tersenyum tanpa ada jawaban sama sekali.

"Lih! Ditanyain diem aja!"

"Ini nyonya galak amat sih. Emang kenapa kalo aku bawa ke sini, hmm? Kan suamimu emang tinggal di sini, Sayang."

"Tapi aku gak bawa baju sama sekali kan, Lih." Aku mulai mencebik.

"Tenang aja ya, kamu bisa pake baju aku." Galih lalu keluar dan membukakan pintu untukku. "Mau tidur di mobil nih ceritanya? Atau minta digendong? Aku sih gak keberatan, Na."

Terpaksa aku turun dengan wajah ditekuk. Lantas berjalan mendahului ke arah bangunan di depan. Masih dapat kudengar tawa Galih di belakang.

Setiba di pintu kaca, seorang petugas keamanan menghentikan langkahku dan menanyakan tujuan. Sedikit tergagap aku menjawab, karena memang tak tahu kamar nomor berapa yang Galih tempati.

Tiba-tiba saja sebuah tangan melingkar di pinggangku. Siapa lagi pelakunya, jika bukan dia.

"Ini istri saya, Pak."

"Oh, Pak Galih. Selamat malam, Pak." Petugas keamanan itu akhirnya mengizinkanku untuk naik.

"Makanya kalo gak tau tuh jangan jalan duluan, bisa dikira yang nggak-nggak loh," bisik Galih saat kami telah berada di lift.

Aku menoleh padanya, masih dengan wajah ditekuk. "Iya. Iya. Tapi lepasin dong ini tangannya, jangan lama-lama numpang naruhnya."

Namun, Galih malah merapatkan tubuhku ke arahnya hingga tak ada jarak lagi di antara kami. Saat tatapan kami bertemu, ia malah semakin mendekatkan wajahnya membuat jantung ini jadi tak karuan.

"Ini adalah malam terbaik dalam hidupku. Aku tau tak bisa menjanjikan apa-apa, tapi aku akan jadi orang pertama yang selalu ada di sisimu dalam segala kondisi. Dan akan selalu jadi orang pertama yang mencintaimu, sampai tak ada kesempatan untuk Wildan atau yang lain."

Ah, ia sukses membuat hati ini berdesir lembut. Andai ia tahu bahwa ini pun malam terbaik untukku, tak ada kata yang mampu mewakili kebahagiaan yang tengah membuncah ini.

"Jangan marah lagi ya. Aku udah siapin baju kok buat istriku yang cantik ini," ujarnya lagi dengan kerlingan khasnya.

"Baju apa? Gak mungkin gamis kan?"

"Liat aja nanti." Galih melepas tubuhku saat terdengar dentingan dan lift yang terbuka. Lalu bergandengan menuju kamar yang ada di ujung lorong.

"Selamat datang Nyonya Galih, silakan masuk, semoga betah di sini." Galih membuka pintu lebar-lebar, mempersilakan aku masuk terlebih dahulu.

Kamar yang didominasi warna-warna natural dan furnitur berbahan kayu itu benar-benar menawan hati. Tampak simpel dan nyaman untuk ditempati.

 Tampak simpel dan nyaman untuk ditempati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Everything for YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang