13. Gotcha

13.4K 1.8K 8
                                    

Ruangan tersebut hening dalam sekejap dan semua orang menatap Zea dengan tatapan aneh. Mereka semua belum pernah melihat wanita dengan kepercayaan diri yang sangat tinggi atau bisa dibilang mendekati bodoh.

"Apakah wanita itu bodoh? Apakah dia mengira misi level S adalah mainan anak-anak?" Salah satu pria menyudahi keheningan yang terjadi dan mulai mengejek Zea secara terang-terangan.

"Itu benar, sepertinya wanita ini bodoh. Lihat tubuhnya yang kecil, sekali pukulan mengenai dirinya dia pasti langsung menangis." sahut pria lain. Seisi ruangan menertawakan kebodohan Zea dan mengabaikan aura tubuh sang empu yang semakin suram.

Hansa ingin membela nonanya tapi Zea mencekal tangan Hansa untuk membuatnya diam.

"Bodoh?" Gumam Zea pelan.

"Lelaki tua seperti anda mencaci saya sebagai orang bodoh?" Desisnya dengan suara rendah.

Zea akan mengabaikan cemoohan orang lain saat dia sedang sendiri tapi tidak jika di depan bawahannya, dia merasa harga dirinya sebagai tuan akan menurun jika dia tidak bertindak sama sekali.

Senyum mengejek di wajah lelaki tua itu menghilang, digantikan ekspresi marah sekaligus malu. "Wanita bodoh seperti anda bagaimana bisa berada disini? Apakah keamanan tempat ini menurun?"

Zea diam dan tidak menjawab, melihat kebisuan Zea lelaki tua itu senang dan melanjutkan. "--Atau anda menggunakan tubuh anda sebagai tiket masuk?"

"Selesai?" Zea berjalan ke arah lelaki tua itu dan lelaki tua itu terdiam menghadapi aura mendominasi dari wanita yang ada di hadapannya. Zea memberhentikan langkahnya tepat di depan lelaki tua tersebut dan menatap perlahan tampilannya dari atas sampai ke bawah.

Senyum mengejek terbit di sudut bibirnya. "Apakah anda menggambarkan diri anda sendiri?"

Semua orang mengalihkan pandangannya menatap lelaki tua tersebut.

Zea menyeringai saat mengucapkan kalimat selanjutnya. "Lihat diri anda terlebih dahulu sebelum menilai orang lain. Menggunakan tubuh anak perempuannya sendiri sebagai tiket masuk, apakah saya benar?"

Zea berbalik meninggalkan lelaki tua tersebut yang diam mematung mendengar kata-katanya barusan. Dia tidak peduli jika harus menambah musuh karena hal seperti ini. Karena jika datang satu maka bunuh satu, logikanya sangat mudah.

Seseorang langsung berbicara setelah mendengar perkataan Zea. "Saya pernah melihat lelaki ini datang dengan seorang perempuan muda tapi ketika dia masuk ke ruangan ini, perempuan itu tidak ada disebelahnya."

"Sepertinya memang benar apa yang dikatakan wanita ini, lelaki ini juga tidak mempunyai kekuatan di tangannya yang bisa membuat dia masuk kemari." ujar seseorang mengiyakan ucapan sebelumnya.

Saat Zea baru ingin menarik Hansa untuk pergi, dia kembali menghentikan langkahnya ketika mendengar teriakan dari belakang.

"Berhenti!" teriak lelaki tua tersebut.

Lelaki tua tersebut merasakan kebencian yang mendalam kepada wanita yang bahkan belum beberapa menit dia temui, rahasia yang dia pendam lama dan aib yang dia tutupi akhirnya terbongkar.Dari mana wanita ini mengetahui masalah ini, dia tidak tahu. Tapi yang dia tahu sekarang adalah dia harus menghancurkan wanita ini.

Zea menoleh sedikit ke samping dan mengangkat bahunya seolah mengabaikan teriakan marah dari orang tersebut, dia melanjutkan kembali langkahnya.

Dengan mata yang dipenuhi kebencian, lelaki tua itu berjalan cepat ke arah Zea.

"Mati!!!" Lelaki tua itu mengambil belati dari balik punggungnya dan mengarahkan mata belati ke punggung kiri Zea —menusuk tepat ke arah jantung.

Zea bergeming di tepat dan senyum dingin muncul di bibirnya saat merasakan gerakan dari belakang tubuhnya. Mengulurkan tangannya kebelakang untuk menyangkal mata belati, kemudian membalikkan tubuhnya dengan cepat dan melihat raut terkejut dari lelaki tua tersebut dan menaikkan satu alisnya.

Tes, tes, tes.

Darah perlahan mengalir dari tangan yang dia gunakan untuk menggenggam mata belati, melihat darahnya terbuang sia-sia untuk orang liar seperti ini Zea tidak mau, dia tidak rela!.

Zea mengeratkan genggamannya pada belati tersebut dan berdecak kesal. "Bagaimana ini? Darah saya terbuang sia-sia karena orang liar seperti anda, apa yang harus saya lakukan selanjutnya?"

Zea memasang wajah kesal dihadapan semua orang seakan semua yang terjadi adalah salah lelaki tua ini dan dia hanya korban yang tidak bersalah disini.

Memanfaatkan keterkejutan sesaat dari orang liar di depannya saat ini, Zea menarik cepat belati yang dia genggam ditangannya tanpa mempedulikan mata belati yang semakin menjorok ke dalam dagingnya.

Membalik belati dengan kecepatan ya ygng tidak bisa di lihat orang biasa dan mengarahkannya tepat ke leher lelaki tua tersebut. Ini adalah taktik yang selalu dia gunakan kepada orang impulsif. Alihkan perhatian mereka, dan gotcha!

Zea terkekeh, mengangkat tangan yang lain dan memberikan jempol yang mengarah ke bawah. "I'm win and you lose."

Mengitari tubuh lelaki tua tersebut tanpa melepaskan tangan yang ada di leher lelaki itu. Saat berada tepat di belakang, Zea mengubah posisi tangannya dan membelenggu leher lelaki tersebut.

Raungan kesakitan terdengar ketika Zea mengeratkan belenggu di leher lelaki itu.

"Apa yang ingin anda katakan? Saya tidak bisa mendengar perkataan anda dengan jelas jika anda meraung-raung seperti anjing gila." Tukas Zea dengan kebingungan.

Lelaki tua itu memukul-mukul tangan yang ada di lehernya dengan harapan bisa melepasnya, wajahnya sudah memerah karena tidak bisa bernapas dengan lancar. Zea berkedip senang tatkala melihat ekspresi menyakitkan muncul di wajah musuhnya, sudah cukup lama dia tidak melihat ekspresi seperti ini.

Rasanya tidak pernah berubah, tetap ada kesenangan dan kemenangan di hatinya saat melihat hal seperti ini. Wajah kebingungan Zea seakan tercerahkan seperti dia mendapatkan jawaban dari pertanyaannya barusan.

"Saya mengerti, anda meminta saya untuk menggunakan lebih banyak kekuatan. Karena saya baik, maka akan saya kabulkan sekarang juga."

Bola mata lelaki tua itu membesar ketika merasakan lengan kecil wanita di belakanganya semakin mencekiknya, semua orang terdiam di tempat menyaksikan pertunjukan gratis yang disediakan oleh perempuan yang sempat mereka ejek.

Saat napasnya sudah mencapai tenggorokan, Zea melepas tangannya. Lelaki tersebut batuk dan meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Ketika dia merasakan oksigen memenuhi paru-parunya, dia merasa tenang.

Belum sempat merasa lega, lelaki tua itu merasakan sesuatu menembus lehernya. Matanya terbelalak kaget dan sebelum mengetahui apa yang terjadi padanya, tubuhnya jatuh ke lantai dengan darah yang berlumuran di sekitarnya.

Zea menancapkan belati tepat di leher orang yang sedang membelakanginya saat ini, ujung belati tersebut menembus leher depan dan dia langsung menariknya keluar. Darah menciprat wajah dan hoodie yang sedang dia pakai, lantai yang sedang di pijaknya telah berubah menjadi genangan darah dalam sekejap.

Aroma ini.

Aroma darah yang dia rindukan.

To be continued

Jangan lupa tinggalkan jejak, terima kasih

See you next time

12 Juni 21

REVISI: 18 Juli 22









WHY AM I HERE [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang