16. Nyaman

13.3K 1.9K 3
                                    

Affandra menurunkan pandangan matanya ke bawah untuk menutupi tatapan meremehkan yang muncul karena ucapan perempuan yang telah menjadi kekasih sahabatnya.

"Kamu harus menahannya dengan baik." Ujar Affandra dengan nada yang menenangkan.

Ingin memperlihatkan keberanian kepada Lio? Maka dia akan membantunya.

Affandra tidak tau dengan cara apa perempuan yang bernama Zea ini memikat Lio, sahabatnya. Jika perempuan ini memiliki tujuan yang buruk pada sahabatnya, dia tidak akan segan-segan untuk menghancurkan hidup Zea sampai dia tidak memiliki jalan keluar sama sekali.

Zea merasakan sakit yang tidak seharusnya ada di tangannya, benar saja pria yang sedang mengobati lukanya memiliki sifat yang sama seperti yang dia ketahui.

Dia tau dengan sangat jelas kadar rasa sakit untuk luka seperti ini, tapi yang sedang dia rasakan sekarang melebihi yang seharusnya dan dia tau bahwa ini adalah hasil kesengajaan.

Seperti yang diharapkan dari seorang Affandra.

Beberapa waktu telah berlalu, Zea masih mempertahankan ekspresi datar tanpa tanda kesakitan sedikitpun. Tapi Zea masih melebih-lebihkan kemampuan tubuh barunya, kenyataannya jika dari awal tubuh itu berbeda dia tidak bisa menyamaratakan dengan tubuhnya yang dulu walaupun memiliki jiwa yang sama.

Dia merasa pusing karena tubuh ini tidak bisa menoleransi rasa sakit, pada dasarnya tubuh ini selalu dimanja oleh keluarganya.

Dia terluka setiap menjalankan misi, karena itu dia mengembangkan toleransi rasa sakit yang tinggi dan menempati tubuh yang sangat jarang terluka, itu adalah siksaan nyata untuk dirinya. Dia kembali lagi ke dalam keadaan dimana tubuhnya sebelum dilatih menjadi mesin pembunuh, tidak memiliki toleransi terhadap rasa sakit.

Jujur, dia benci ini.

Dia memikirkan tentang ini, semua teknik menyerang, penggunaan senjata api, bertarung dengan tangan kosong, ataupun senjata tajam, dia masih bisa melakukannya dengan baik menggunakan tubuh baru ini.

Tapi untuk mendapatkan toleransi terhadap rasa sakit, itu tidak mudah.

Dia membutuhkan waktu bertahun-tahun hanya untuk mengembangkan toleransi yang tinggi, apakah dia harus mengulang siklus ini lagi? Ya, dia harus.

Affandra menyelesaikan langkah terakhir dan berpikir di hatinya, dia tidak tahu apakah perempuan ini mati rasa atau berpura-pura kuat sehingga dari awal hingga akhir tidak memperlihatkan ekspresi lain selain datar.

Tapi tidak mungkin untuk orang lain menyembunyikan ekspresi apapun dari matanya, Affandra tersenyum dan berkata. "Zea, kamu sangat kuat bisa menahan ini dari awal hingga akhir."

Tatapan mengejek melintas di mata Zea, kepalanya semakin pusing tapi dia berusaha memfokuskan matanya untuk menatap dingin pria di depannya, dan menormalkan semua gerakannya.

"Tentu, ini juga tidak terlepas dari kerja kerasmu. Mengobati dengan sangat hati-hati, terima kasih." Zea membalas perkataan tersirat Affandra dengan cara yang sama.

Emilio yang berada di samping jelas mendengarkan pesan tersirat dari perkataan sahabat dan pacarnya, dia diam dan berdiri dengan tenang.

"Aku akan mengantarmu ke kamar," Emilio menundukkan tubuhnya untuk merangkul bahu Zea dan membawanya menuju kamar.

Emilio menghentikan langkahnya dan berbicara kepada Affandra. "Pergilah, temui aku besok di tempat biasa."

Affandra menuruti perkataan Lio dan berjalan keluar.

Saat memasuki kamar, Zea tidak tahan lagi dan menyandarkan kepalanya ke tubuh pria di sampingnya, dia menutup matanya ketika pandangan matanya semakin buram.

Emilio membaringkan tubuh Zea di kasur, mencondongkan badannya ke depan untuk memperbaiki selimut. Membelai rambutnya. "Istirahatlah."

Zea refleks menggenggam tangan Emilio ketika dia melihat pria ini akan meninggalkannya. "Mau kemana?"

"Aku pikir kamu belum makan, jadi aku ingin membuatkannya sebentar." Emilio mendudukkan tubuhnya di samping gadisnya dan membelai kepalanya dengan lembut.

Zea dengan cepat membalas. "Tidak, tidak perlu. Katakan pada Hansa dan dia akan membuatnya."

Satu kekurangan dari pria ini adalah dia tidak bisa memasak, niatnya baik ingin membuatkan makanan untuk dirinya tapi dia tidak mau. Saat plot antara Emilio dan Kiran baru dimulai, Emilio pernah ingin mencoba membuat makanan untuk Kiran tapi hasilnya gagal total. Semua makanan bewarna hitam tanpa terkecuali.

Tangan yang sedang membelai di kepala Zea berhenti sejenak kemudian dia bertanya dengan tenang. "Hansa?"

Zea ingin bangun saat akan menjelaskan tentang ini dan Emilio mencegahnya. "Tidak, kamu istirahat."

Emilio bangkit dari kasur dan berjalan keluar kamar untuk mencari laki-laki bernama Hansa. Emilio mendengar suara dari dapur dan mengarahkan kakinya berjalan ke sana, melihat sosok laki-laki sedang berkutat dengan hal-hal di dapur.

Matanya berkilat marah ketika memikirkan sesuatu, apakah mereka hidup berdua di apartemen ini?

Hansa membalikkan tubuhnya saat merasakan aura yang tidak bisa dia abaikan dan dia merasa kaku melihat mata pacar nonanya menatap dirinya seakan ingin menguburnya hidup-hidup.

"Anda memerlukan sesuatu, tuan?" Dia menggunakan semua keberanian untuk mengeluarkan kalimat ini.

"Bubur untuk Zea."

"Ya, tu-tunggu sebentar, saya akan membuatnya segera." Hansa merasa terintimidasi dengan sebuah kalimat dan tangannya berkeringat dingin melebihi rasa takutnya kepada nona.

Emilio mengerutkan dahi tidak senang saat melihat lelaki ini belum bergerak setelah sekian lama, "Apa yang anda tunggu?"

Hansa segera melanjutkan aktivitas memasak yang sempat terhenti, dia mendengar suara pintu tertutup dan melirik ke belakang kemudian menghela napas lega mengetahui laki-laki menakutkan itu sudah pergi.

Satu hal yang dia tahu, Jangan pernah memprovokasi lelaki ini.

Zea membuka matanya dan melihat Emilio masuk, pria tersebut kembali duduk di posisi semula. "Aku membangunkanmu?"

Menggeleng pelan dan Zea merentangkan kedua tangannya lalu berkata "Kemari."

Emilio mengerjapkan matanya dua kali sebelum membawa gadisnya ke dalam pelukannya.

"Kenapa?" Inilah gadis yang dia sukai, suka mengambil inisiatif. Tapi, jika terlalu sering maka tidak dapat dihindari hatinya akan terus terkejut.

"Tidak bisa tidur, kepalaku sakit." Keluh Zea, dia tidak pernah mengeluh sepanjang hidupnya dan rasanya lumayan enak saat bisa mengeluh kepada seseorang.

"Sakit di sini?" Zea mengangguk ketika jari pria ini menyentuh bagian yang sakit.

Jarinya mulai memijit pelan kepala kekasihnya dan tangan yang berada di punggung gadisnya mulai menepuk pelan, seperti membujuk anak-anak untuk tidur.

"Tidurlah, aku akan menemanimu."

Zea merasa nyaman dan mulai masuk dekapan Emilio lebih dalam kemudian bergumam kecil. "Aku tidur, jangan pergi kemanapun."

To be continued

Jangan lupa tinggalkan jejak, terima kasih.

See you next time

18 Juni 21

REVISI: 18 Juli 22

WHY AM I HERE [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang