Dandelion 17

32 29 2
                                    

Katakan jika menjadi tampan adalah hal yang menyebalkan dan ya, itu sedang terjadi pada Won saat ini.

Semenjak sekolah dasar Won selalu menjadi orang paling dingin di antara ketiga sahabatnya. Bukan tanpa alasan dia melakukan hal itu, keadaan memaksanya berubah. Bila pilihan bisa datang sebelum manusia dilahirkan ke dunia, mungkin Won akan memilih lahir tanpa wajah sempurna pemberian tuhan ini. Kesempurnaan yang didambakan oleh orang lain justru menjadi momok yang menakutkan baginya, dia tidak bisa lari dan juga menghindar karenanya.

Kehadiran Won di telivisi saat menjadi bintang tamu bersama ayahnya dua tahun lalu semakin memperburuk keadaanya, sebab wajah Won begitu memikat kaum hawa yang melihatnya di televisi. Bahkan saat diminta untuk menjadi brand ambassador sekolah oleh kepala sekolahnya sendiri Won merasa sangat keberatan. Namun, setelah dibujuk oleh adiknya beberapa kali, dia akhirnya mengiyakan permintaan itu begitu saja.

Entah sudah berapa banyak hati yang sudah dia patahkan. Bahkan Won juga benci tempat-tempat ramai seperti cafe, atau pun coffeshop. Duduk tenang menikmati secangkir kopi hangat adalah impiannya sejak dulu. Akan tetapi, hal itu tidak pernah terjadi dalam hidupnya.

Won pernah datang ke salah satu cafe saat dia berumur empat belas tahun. Saat itu tujuan Won hanyalah satu, yaitu datang ke sana untuk menghabiskan waktu liburan musim panas seorang diri, memesan sepotong red velvet manis dengan secangkir coklat hangat, lalu duduk di tepi lantai dua cafe.

Dia ingat lantai dua cafe itu mengarah ke laut, sungguh tempat favoritnya untuk menikmati pemandangan indah di depan mata, kemudian membaca novel kesukaan dengan headset yang memutar dentingan piano lembut. Itu adalah hal yang mungkin tidak akan pernah terlupakan seumur hidupnya jika memang terjadi. Namun, itu tidak lama setelah beberapa menit Won menyuap red velvet ke dalam mulut empat orang gadis menghampirinya dengan mata berbinar, senyum manis tertoreh di wajah mereka seraya menyerahkan secarik kertas untuk meminta nomor ponsel Won.

Won menatap mereka datar, lalu memilih pergi saat itu tanpa berucap sepatah kata kepada para gadis yang menghampirinya. Seingat Won dia hanya menghabiskan waktu di rumah saat liburan musim panas tahun berikutnya. Berbeda dengan sang adik yang sering pergi keluar kota untuk liburan bersama teman-teman sekolahnya, Won tidak pernah melakukan itu, dia sungguh benci berinteraksi dengan teman-teman sekolahnya.

Bahkan saat itu tidak pernah terbesit di dalam benaknya untuk menyukai seseorang, karena dirinya masih belia. Namun, sebaliknya dia justru sering dibuntuti oleh para gadis bahkan dari luar sekolah.

Won lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menyendiri di dalam kamar, membaca novel cinta meskipun saat itu dirinya belum dapat merasakan perasaan itu, jika memang harus keluar rumah dia akan memakai topi serta masker tebal untuk menutupi wajahnya. Terkadang dia tidak habis fikir dengan para gadis yang membuntutinya, bukankah dia bukan satu-satunya pria di Korea Selatan yang memiliki wajah tampan? Pernah terfikir oleh Won untuk merusak wajah tampannya, tapi dia tidak melakukan hal itu saat dipikirkan lagi keinginan semu yang datang sesaat.

Haus akan kasih sayang dan perhatian itulah dirinya. Menjadi kaya dan mempunyai orang tua super sibuk, mungkin orang lain akan berfikir itu akan sangat menyenangkan, mereka dapat menghabiskan waktu bersama teman, berkumpul, atau pergi jalan-jalan. Namun, tidak baginya. Won bersyukur dilahirkan dari rahim ibunya, dia tidak pernah membenci wanita dan pria tua yang telah membesarkannya serta Jill sang adik. Meskipun, sebagian waktu mereka banyak dihabiskan tanpa mereka disisinya. Menatap ruang kamar nan megah dan mewah tanpa seorang pun di dalamnya.

Bahkan dalam beberapa kesempatan seperti liburan sekolah, semuanya terasa begitu cangung, kala mereka duduk berkumpul di dalam mobil, atau berhadapan satu sama lain di atas meja makan mewah.

Dandeliar ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang