Dandelion 36

15 20 1
                                    

Kian tersadar dua puluh hari kemudian. Lehernya kini di beri cervical collar, karena ada beberapa tulang dibagian leher yang bergeser akibat benturan di mobil saat terpental dan terbalik saat mengalami kecelakaan. Meskipun dia merasa baik-baik saja saat itu, tidak ada yang Kian ingat setelahnya. Dia hanya ingat melihat cahaya sebelum akhirnya pingsan.

Langit-langit yang dicat dengan warna putih, sudah cukup menjelaskan bahwa sekarang dirinya ada di rumah sakit, terbaring lemah tidak berdaya layaknya seorang pecundang. Dapat dia rasakan beberapa perban merekat kuat di dahi serta pipi. Mata kirinya terasa berat sebab memiliki memar.

Ada jendela di kiri yang terbuka lebar. Ingin dia bergerak untuk menghirup udara segar saat angin bertiup masuk ke dalam kamar. Namun, Kian sadar bahwa dia tidak dapat melakukannya. Beberapa memar di kaki dan bagian tubuh lainnya juga dia dapatkan, syukurlah dia masih dapat selamat dari peristiwa tragis yang menimpanya.

KRIET

Pintu dibuka oleh seseorang, menampakan seorang Pria dengan deretan gigi putih serta senyum manis itu selalu membuat Kian merasa gemas dan ingin memukul kepalanya tiap kali bertemu.

"Hai, bagaimana keadaanmu?" Mijoo bersuara setelah mengengam permen yang sejak tadi dia kulum. Lambaian tangan dia tunjukkan di depan Kian dengan ramah. Mijoo mengeryit saat bibir Kian begerak-gerak. "Jangan memaksakan, aku tau dirimu belum sembuh total!"

"Aku baik-baik saja bodoh," jawab Kian terbata.

Mijoo mendekat cepat, dia terkejut bukan main saat mendengar respon dari Kian. "Wah, baru beberapa hari dan kau sudah bisa mengumpat. Padahal kau tidak bisa bicara saat kecelakaan dua tahun lalu!" Kian tersenyum. "Ini lebih cepat dari dugaanku."

"Benar."

Mijoo meletakkan buah yang dia bawa di samping nakas rumah sakit, dia juga membawakan Kian sekotak cereal kesukaannya dengan rasa stroberi.

"Aku membawakannya untukmu akan kusembunyikan agar tidak diambil oleh para perawat!" desis Mijoo tersirat.

Setelah menyembunyikan kota cereal di bawah nakas, Mijoo kembali duduk, lalu menatap Kian dengan kekehan kecil sebab wajahnya terlihat lucu.

"Kenapa terkekeh?" tanya Kian risih.

"Tidak-tidak, wajahmu terlihat sangat lucu jika seperti ini!" Mijoo mengeleng dan meraih ponsel dari sakunya, membuat Kian mendelik. Namun, kali ini dia tidak dapat melakukan apapun, karena penyangga di tangan dan kakinya berhasil membuat pergerakannya terbatas.

"Sialan!" umpat Kian. "Aku akan menghajarmu nanti!"

Mijoo menjulurkan lidahnya tidak perduli pada ancaman yang Kian ucapkan padanya.

"Sembuhlah dahulu, setelah itu baru kau dapat menghajarku!" Tantang Mijoo, meskipun Kian terkadang jengah dengan sikap usilnya dan kekanak-kanakan, tapi Mijoo adalah sahabatnya yang sangat perhatian.

Umpatan sering mereka tuturkan kepada satu sama lain selama ini untuk menunjukkan rasa sayang.

"Dimana yang lain?" tanya Kian saat sadar hanya Mijoo yang ada di dalam kamar rawatnya.

Mijoo menoleh. "Anak-anak dari sekolah berusaha menjengukmu, para gadis mengirimkan beberapa bingkisan dan parcel agar kau cepat sembuh. Kau tau parcel itu bukan aku yang membelinya, aku sayang membuang uangku untuk orang yang sudah kaya sepertimu," ledek Mijoo tanpa belas kasihan.

Kian mendesis dari atas nakas. "Ishhh, lalu yang lainnya?

"Won baru saja pergi, aku sempat bertemu dengannya di lorong, tadi." Mijoo mendekat untuk membisikan sesuatu pada Kian. "Dia yang menjagamu selama ini, bahkan beberapa hari dia menginap untuk menemanimu."

Dandeliar ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang