Kaki Dara berhenti melangkah kala mendapati kedua pria tampan itu menunggunya di depan gerbang sekolah. Ri El yang menggandeng lengannya ikut tertahan.
"Ada apa?" Matanya bergulir ke tempat Dara menjatuhkan tatap dengan dahi berkerut dia berucap, "Mau apa mereka?"
Dara mundur perlahan, lalu melepaskan gandengan tangan Ri El matanya mulai berkaca-kaca dengan tarikan nafas tidak teratur. Dia yakin tidak akan tahan menghadapi kedua pria itu di saat yang bersamaan. "Aku harus pergi sekarang."
"Tapi ... Dara sebentar lagi sekolah akan segera dimulai," ingat Ri El, kemudian kembali menoleh saat kedua Pria itu tak kunjung beranjak. "Kau serius ingin absen hari ini?"
Dara menganguk yakin. "Jangan bilang jika aku akan absen hari ini!" ingatnya pada Ri El yang dia setujui dengan anggukan pelan.
"Hati-hati!" pekik Ri El.
Dia berjalan melewati gerbang dengan jantung berdetak cepat, berusaha memasang wajah datar agar tidak dicurigai, baru dia ingin menarik nafas setelah berhasil melewati gerbang. Namun, suara bariton kedua Pria sudah lebih dulu masuk dan menggema di dalam telinganya.
"Ri El!" panggil mereka berdua.
'Sial, sedikit lagi!' Ri El menoleh dengan senyum. "Ada apa?"
"Dara!" Mereka saling menatap saat nama itu terucap dari bibir keduanya.
Ri El mendengus seraya membatin, 'Sebenarnya apa yang mereka inginkan?'
Won dan Kian menatap legam mata masing-masing, setelah itu Kian mengalah dengan membiarkan Won bicara lebih dulu pada Gadis itu.
"Di mana Dara, apa kau tidak berangkat bersamanya hari ini?" Ri El melirik wajah Won tidak ada senyum yang terulas di bibirnya. "Jawab!"
Ri El meneguk ludah. "Aku berangkat seorang diri, tadi tidak kah kalian lihat. Apa Dara ada bersamaku?"
Kian segera melirik jalanan yang kini mulai lengang, tanpa berlama-lama dirinya segera berlari meninggalkan sekolah begitu saja, tidak perduli dengan pelajaran yang akan dia lewatkan hari ini.
Ri El segera menyingkir dari sana tidak ingin ambil pusing dengan pertanyaan yang akan ditanyakan pada Won, sementara sociopath itu masih bergeming di sana, menatap pungung Kian yang semakin mengecil.
***
Dara bergeming di depan pintu masuk teater dengan tiket film horror di tangannya, lalu menoleh saat seseorang menabraknya dengan sengaja, sebab dirinya menghalangi jalan masuk ke arah tempat duduk.
"Maaf," ucap Dara membungkuk beberapa kali.
Dia segera mendudukan diri, kemudian meletakkan popcorn yang baru saja dia beli bersama dengan segelas soda ukuran sedang yang dia minum sedikit. Tatapannya tidak terfokus pada film. Kejadian semalam masih mengangu pikirannya.
"Bibik, apa yang bibik lakukan?" Tangan Dara mengeras saat sertifikat rumahnya sudah berada di tangan sang Bibik.
Bibiknya menoleh kala mendengar suara Dara, dalam keadaan setengah mabuk dia segera menyimpan sertifikat rumah itu ke dalam tas, kemudian menahan Dara dengan tangan dan mendorongnya keras hingga tubuhnya menabrak dinding.
"Bibik? Itu bukan milikmu kembalikan!" mohon Dara.
Dahinya berkerut mendengar kalimat itu, keberatan jika dia tidak memiliki hak atas rumah peninggalan kedua orang tua Dara. Dia segera mendekat pada Dara, lalu segera menjambak rambutnya dengan kuat.
"Bilang apa kau tadi?"
Neneknya dari belakang mencoba melerai. Namun, terhempas saat sang Bibik mendorong tubuh ringkihnya. Mata Dara berkilat, dia tidak terima jika sang Nenek diperlakukan seperti itu olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandeliar ✔
RomanceDandeliar (Complete) Follow before reading my work. Happy reading Monster! *Blurb "Aku hanya ingin menyelsaikan sekolahku, tentang apa yang terjadi nanti itu urusan belakang,"-KimDara. Kim Dara, gadis pekerja keras keturunan Korea-Indonesia. Harus...