Dandelion 18

36 30 2
                                    

Dara mengulum senyum saat pesanan bunga datang untuk kedua kali dari alamat yang dia kirim minggu lalu. Kedua Matanya berbinar saat menatap secarik kertas yang baru saja diberikan oleh Ri El.

Susunan kalimat hangeul di atas kertas seolah mengerti bahwa dirinya tengah merasa bahagia saat mendapatkannya.

Ri El mencibir saat melihat Dara mengulum senyum, di sisi lain dia ikut merasa senang melihat sahabatnya tersenyum seperti itu, sebab bukanlah hal mudah untuk menarik kedua simpul tipis Gadis milik Dara.

"Bagus, dia jadi sering memesan bunga di Morning florist sekarang," cibir Ri El merasa tidak senang. Dia tidak pernah berharap Dara tau rumah sociopath itu dan sekarang Won justru memesan bunga untuk kedua kali, pikiran Ri El menerawang segala kemungkinan yang akan terjadi. "Setidaknya uang tip yang dia berikan besar jadi tidak masalah jika harus mengantarkan pesanannya setiap minggu dengan jarak yang lumayan jauh," Ri El berdecih sedikit kesal.

"Aku tidak mengharapkan uang darinya," ungkap Dara. "Sungguh!" Tambahnya saat Ri El tersenyum.

Gadis itu mendengus. "Ya, ya. Aku tau kau memang tidak mengharapkannya."

"Tenanglah. Aku yakin Won tidak akan mencelakaiku." Dara mencoba menyakinkan.

Ri El menatap Dara sayu, lalu menepuk-nepuk lengannya dengan lembut percaya padanya. "Yah aku juga berharap begitu!"

TING

Dara dan Ri El menoleh saat benda kecil itu berbunyi.

"Mereka lagi, aku sungguh muak melihat mereka setiap minggu duduk di dalam sini setiap minggu!" keluh Ri El dengan helaan nafas berat saat menatap keempat gadis cantik itu yang telah masuk ke dalam Morning florist.

"Biar aku saja."

Dara mengambil alih tugas Ri El untuk sesaat. Dia mendekat ke meja di depan meja kasir, tatapan mata Ri El tidak beralih pada Gadis yang bertengkar dengannya minggu lalu. Seperti memiliki dendam lama mereka mendelik satu samal lain saat tidak sengaja bersitatap.

"Dara Onnie!" ucapnya setelah duduk, ruangan lengang itu kini sedikit riuh saat mereka datang.

"Ya?" sahut Dara dari sebrang.

"Aku minta tolong panggilkan Alex Oppa, karena aku sungguh merindukan senyumnya seperti sudah lama sekali aku tidak melihatnya!" ungkapnya meledek. Gadis itu menyeringai pada Ri El merasa menang, karena telah berhasil membuatnya kesal. Dara menganguk, lalu segera beranjak ke atas sementara Seoki menghampiri meja untuk mencatat pesanan.

Ri El menatap layar elektronik di depannya dengan kesal. Dia beberapa kali mengumam tidak jelas merasa jengah dengan kehadiran mereka tiap minggu. "Bedebah-bedebah itu sangat menjengkelkan!"

"Ahh, Oppa Alex milikku seorang!" pekiknya, lalu memeluk Alex dengan erat, sementara Alex hanya tersenyum dengan tingkahnya seraya mengusap kepala Gadis genit itu beberapa kali.

Dara melirik pada Ri El yang sepertinya sudah mulai memanas. Mata Ri El tidak berkedip saat menatap Gadis di depannya yang sedang memeluk Alex dengan erat. Bahkan beberapa kali Gadis itu menjulurkan lidahnya pada Ri El saat tidak sengaja bertatapan.

"Jangan terpancing," ucap Dara mengingatkan setelah dirinya mendekat.

Ri El menoleh dengan angukkan kaku, matanya memerah berusaha menahan amarah di dalam dada. Rasanya dia akan meledak sebentar lagi, ingin Ri El tarik rambut Gadis itu, lalu menyeretnya keluar agar Gadis itu tidak datang lagi dan kembali kemari untuk menggoda Alex.

Ri El menoleh saat Seoki membawa nampan berisi empat gelas matcha hangat dan kue pie pesanan mereka, pikiran jahat muncul di dalam kepalanya saat melihat itu. Ri El mendekat dengan cepat, lalu merebut nampan yang dibawa olehnya.

Dandeliar ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang