Dandelion 56

23 9 1
                                    

"Lebih baik hanya kau yang pergi ke sana untuk menyusulnya Kian," titah Ri El seraya mengendarai mobil Kian dengan kecepatan penuh, bahkan dua manusia lain yang ada di dalam sana tidak pernah menyangka jika Gadis yang sedang mengemudi itu adalah orang menyebalkan yang selama ini mereka kenal.

"Kenapa begitu?" tanya Kian yang tidak fokus.

"Alex tidak akan senang jika dia tau bahwa Dara dibawa pergi oleh sociopath itu, jadi lebih baik kau saja yang pergi ke sana untuk menjemputnya!"

"Hati-hati Ri El Onnie, aku tidak ingin meninggal sebelum menikah!" pekik Soyong mengingatkan, dia hanya bisa pasrah terlebih setelah melihat semua bangunan itu terlihat layaknya bayangan besar yang melintas dengan cepat.

"Berisik!"

Kian melirik, tangan kanannya memegang erat sabuk pengaman dengan mata yang sesekali memincing saat Ri El hampir menabrak penggendara lain. Ternyata ada orang gila lain yang dapat melampaui kecepatan mengemudinya, bahkan jika dihitung, Kian hanya mengemudi dengan kecepatan tinggi saat merasa kesal, sisanya dia lakukan sambil menikmati musik dengan kecepatan sedang.

"Aku harap bisa terbang ke sana malam ini juga, karena tertidur di rumah sakit dengan leher terbalut busa besar itu sungguh tidak enak!" ungkap Kian dengan suara lantang.

Ri El mendelik. "Kalian berdua banyak bicara-" Kalimatnya tertahan saat memilih melirik bangunan besar di sebelah mereka. "Lihat kita sudah sampai."

Mereka berdua segera menatap keluar jendela, lalu menggeleng dengan mulut membulat lebar. Tidak percaya bahwa Ri El dapat melakukannya, jarak dari Hwaseong ke bandara Gimpo dapat ditempuh dalam waktu kurang dari lima puluh menit.

Ri El berjalan dengan langkah besar, sementara dua orang di belakangnya masih merasakan pusing setelah diajak berpacu di jalanan.

"Masuklah, aku sudah mengurus semuanya termasuk tiket penerbanganmu."

Tidak beberapa lama Kian kembali menoleh saat akan memasuki gate.

"Terima kasih." Senyum terulas di bibir tipisnya.

Ri El memutar bola matanya seraya memekik, "Aku melakukannya untuk Dara, bukan untukmu, karena sejak awal aku tidak percaya pada Won." Kian terkekeh mendengar kalimat itu, ternyata Ri El belum bisa percaya penuh padanya. "Ingat, bawa dia padaku dalam kondisi baik, jika tidak aku akan memukulmu nanti!"

Kian menatap Ri El tidak menyangka jika Gadis itu sudah dapat mengancamnya sekarang.

"Iya aku janji." Jari jempolnya terangkat ke udara.

"Hati-hati Oppa!" Soyong melambai beberapa kali saat Kian berlari untuk segera masuk ke dalam pesawat. Perasaannya sungguh tidak enak sejak tadi, dia berharap tidak ada sesuatu yang buruk.

***

Ri El berjalan berbisik dalam perjalanan menuju kamar Nenek Dara. Telinganya masih ditempeli ponsel, sementara orang di sebrang telpon hanya mengiyakan semua perintah darinya tanpa membantah.

Peluh yang menyatu dengan debu terasa lengket di tubuhya, tapi tidak dia perdulikan sama sekali.

"Kau tidak perlu bersembunyi sebelum Alex datang ke sana, bersihkan tubuhmu dahulu," titah Ri El.

"Bajuku juga basah, karena keringat. Apa aku boleh meminjam bajumu?" tanya Soyong.

Ri El memutar bola mata saat mendengar permintaan gadis itu. "Pakai saja," jawabnya tidak ingin bersawala sekarang.

"Siapa itu?" Ri El dengan sigap mematikan sambungan telponnya, dia yakin gadis itu mengerti alasan kenapa Ri El melakukannya dan berharap Soyong tidak kembali menelpon.

Dandeliar ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang