"Apa Ri El tidak memberimu kabar?" Dara membuka obrolan untuk kedua kalinya setelah mereka terdiam cukup lama. Kaki mereka melangkah tanpa arah di dalam mall. Mata Alex bergulir ke kanan melirik sesuatu dan Dara yakin bahwa dia belum menelpon Ri El untuk meminta maaf atas kesalahan yang dia buat. "Kau sudah menelponnya, kan?"
Alex menggeleng ragu. "Ishhh, kau ini. Kau tidak berharap dia kembali?"
"Bukan begitu ... Rasanya cangung setelah aku mengingat kejadian kemarin," ungkap Alex setelah semua masalah yang terjadi, dia justru baru menyadari semua itu hari ini membuat Dara benar-benar naik pitam.
Alex menoleh pada Dara, matanya berbinar. Dengan tatapan yang Alex berikan untuknya dia yakin bahwa Alex meminta Dara melakukan sesuatu, untuk membuat Ri El kembali. "Kau berharap apa? Aku menelponnya dan mengajaknya kembali?"
Alex menganguk. "Aku ragu dia akan menolak saat aku mengajaknya kembali. Bisakah kau membantuku?" Dara segera memukul bahu Alex beberapa kali. "Sakit tau!"
Dara berdecih. "Syukurlah kau masih dapat merasakan sakit. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasa sakit yang Ri El rasankan saat memedam rasa itu selama lima tahun." Dara melirik berharap Alex segera berubah pikiran dan menghubungi gadis itu secepatnya.
"Kau sama sekali tidak memberikan solusi." Dara mencibir tidak perduli. Lagi pula semua itu adalah kesalahan Alex sejak awal. "Apa kau lapar?" tanya Alex seraya meneliti semua kedai makanan.
"Hm, sedikit."
"Ingin makan sesuatu?" tawar Alex saat perutnya sudah meminta jatah makan.
Dara menggeleng. "Tidak, kau saja yang pilih. Aku hanya haus."
"Baiklah aku beli minum dulu, kau duduk saja di sana," titah Alex seraya menunjuk kursi yang tidak begitu jauh dari tempat mereka berdiri. Dia beranjak meninggalkan Dara seorang diri.
Dara menoleh saat ponselnya berdering. Satu pesan masuk dari Kian berhasil membuat Dara terkejut dibuatnya.
'Mau apa dia?' Terdiam bimbang, Dara akhirnya membaca pesan yang Kian kirim untuknya.
'Kau di mana? Apa nanti malam giliran shiftmu?' Dara mengeryit membaca baris pesan yang baru saja Kian kirim. Seketika pikiran negatif memenuhi kepalanya. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi, malaikat maut itu akan datang bersama kedua temannya dan memesan tempat seperti minggu lalu, atau dia sudah tidak tahan, karena Dara tidak kunjung minta maaf padanya hingga detik ini, kemudian ingin mengerjainya sesegera mungkin.
'Aku ingin mampir dan memberimu sesuatu.' Dara mengerutkan dahi, sungguh membaca pesan dari Kian terasa seperti naik roller coaster. Dia dapat membuatmu melambung, ataupun jatuh dalam waktu yang bersamaan.
'Aku belum sampai. Tidak usah repot-repot datang, hadiah yang ingin kau beri untukku simpan saja. Aku akan datang ke sekolah besok. Kau bisa memberiku saat aku sampai di sana.' Ibu jarinya bergetar saat ingin mengirim pesan itu pada Kian, keraguan melanda hati Dara. Bahkan dia sempat menyesal sedetik setelah pesan itu dikirim padanya.
"Aku tidak perduli,"
Mata Dara berkilat saat mendapati Kian ada di dalam area mall yang sama dengannya. Pria bermata biru itu masuk ke area permainan membuat Dara terheran-heran saat mendapati pungung lebarnya berjalan menjauh.
"Apa tidak ada tempat lain untuk menghabiskan waktu? Kupikir rumahnya mungkin lengkap dengan mesin permainan seperti ini juga," gumam Dara seraya bersembunyi dibalik display baju. "Mau kemana dia?"
Tanpa sadar dirinya berjalan membuntuti Kian. Pria bermata biru itu berhenti saat membaca sesuatu di dalam ponselnya, Kian menoleh saat merasa ada yang memperhatikannya sejak tadi. Akan tetapi, Dara terlambat untuk mencari tempat bersembunyi. Dia memincing di sana, mematung bak sebuah mannequin berharap tubuhnya dapat menghilang setelah melakukan hal konyol itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandeliar ✔
RomanceDandeliar (Complete) Follow before reading my work. Happy reading Monster! *Blurb "Aku hanya ingin menyelsaikan sekolahku, tentang apa yang terjadi nanti itu urusan belakang,"-KimDara. Kim Dara, gadis pekerja keras keturunan Korea-Indonesia. Harus...