Dandelion 21

37 25 0
                                    

"Aku-" Rematan dijinjingan tas Kian mengeras dengan kalimat yang tertahan di tengorokan. Rasa benci dan rindu menjadi satu dalam sesaat, ada ego yang berhasil memonopoli hatinya. "Pulang," lirih Kian dengan tatapan mata sayu saat melihat ruangan besar nan lengang di depannya.

Seperti hal yang tidak pernah berhenti dia lakukan, bahkan saat ini Kian tetap mengucapkan kalimat itu setiap kali pulang ke rumah. Meskipun, dia tau tidak akan ada yang menyambut kedatangannya setelah membuka pintu.

Kian menyalakan musik Korea dengan genre rock dan itu berhasil membuat semua benda di dalam kamarnya bergetar, kala dentuman kencang dari sound yang dia nyalakan menghiasi ruang kamar. Dia merebahkan diri di atas nakas tanpa berniat melepaskan seragam sekolahnya dengan bulir peluh yang jatuh, meskipun seprai itu diganti setiap hari oleh pekerja di rumahnya.

TOK...TOK

"Tidak dikunci!" pekiknya dengan suara yang menyatu dengan lagu.

"Tuan Kian makanan anda sudah siap, apa perlu aku bawakan kemari?" tanya sang Pelayan.

Kian hanya bergeming di sana mengacuhkan pertanyaan sang Pelayan.

"Tuan?" Wanita tiga puluh tahun itu mengumpulkan keberanian dan mendekat pada Kian, dengan tangan gemetar dia mencoba menyentuh tubuh Pria bermata biru itu, menyentuhnya beberapa kali dengan lembut. "Tuan makana-"

Kian menepis tangannya dengan kencang hingga membuat si pelayan terhuyung ke belakang, karena kaget. Dia meneguk ludah kasar saat menatap kedua manik mata milik Kian. Sang pelayan ingat betul terakhir kali sebuah vas baru pecah menimpa tangannya saat berusaha membangunkan Kian, mungkin hari ini akan sama.

"Aku mendengarnya, kau pikir aku tuli?" Tatapan tanpa ekspresi dari Kian berhasil membuat sang Pelayan mematung, hanya anggukan sebagai respon berharap Kian segera berhenti menatapnya.

Kian menatap dapur lengang itu dengan bosan dan berjalan mendekat, dia merasa tidak tertarik pada semua makanan yang tersaji di atas meja. Digeser mangkuk miliknya menjauh setelah mendudukan diri. Kian mendesah merasa bosan dengan hidupnya, berniat beranjak dari sana lengannya tiba-tiba dicekal oleh seseorang membuat Kian menoleh dengan amarah di dada, siap melempar umpatan kepada siapa saja yang telah berani menahannya.

"Apa lagi-" Kian mendapati seorang wanita tua yang tersenyum padanya dengan tulus dan Kian tau bahwa dia selalu di sana selama ini.

"Makan dulu," titah sang Wanita tua pada Kian tanpa rasa takut, dituntun Kian kembali ke tempat semula. Wanita tua itu tau betul bahwa sosok yang ada di hadapannya bukanlah seorang malaikat maut menakutkan seperti di dalam film horor. Melainkan, pria manis yang selama ini kesepian. "Mau aku buatkan sesuatu?"

Kian bergeming tanpa memberontak, dadanya yang penuh akan amarah tiba-tiba saja mereda untuk sesaat. Tidak ada cacian, atau makian yang keluar dari mulutnya dia hanya duduk di sana seperti seorang bocah yang siap menerima hadiah jika menghabiskan makan siang.

"Panggil aku jika butuh sesuatu!" Wanita tua itu tersenyum, berniat beranjak dari sana. Namun, tertahan saat Kian berucap.

"Tunggu!" Dia menoleh saat suara Kian terasa menggema di dalam ruangan.

"Ya, perlu sesuatu?" tanya si Wanita tua memastikan dengan senyum yang masih tergambar jelas di wajahnya.

"Bolehkah jika-"

Wanita tua itu mengeryit penasaran dengan kalimat Kian yang tertahan. Dia menganguk paham dengan permintaannya saat mata mereka saling bersitatap, lalu segera mendekat ke meja makan dan mendudukan diri. "Makanlah yang banyak kau terlihat lebih kurus dari sebelumnya." Kian menganguk mendengar nasehatnya membuat Wanita tua itu tak berhenti mengulum senyum.

Dandeliar ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang