Dandelion 24

23 21 0
                                    

Dara berjalan pagi-pagi buta dengan mata yang masih menempel erat, seakan ada perekat kuat di kedua kelopak matanya. Padahal dia sudah menghabiskan tiga gelas coffee pagi ini, tapi itu tidak dapat membuat matanya terbuka lebar. Sekarang Dara terlihat seperti orang gila, tersenyum seorang diri di jalan menuju sekolah, hingga beberapa murid menaruh tatap padanya.

Semalam, sehabis pulang bekerja Dara menyempatkan diri menelpon Won saat tau pria tampan itu telah menelponnya lebih dari tiga puluh kali, karena merasa tidak enak hati akhirnya dia membalas telepon Won dan berakhir tidur satu jam saja semalam. Bersyukur dia sempat terjaga beberapa menit sebelum alarm di dalam ponselnya berdering. Sudah jadi kebiasaannya bangun lebih awal, bahkan tubuhnya sekarang terasa sangat letih.

Mereka hanya membicarakan topik sederhana. Namun, mengapa Dara sangat nyaman setiap kali berbicara pada Won. Padahal pria tampan itu tidak pandai dalam mencari topik untuk mereka berdua bahas, jika tidak ingat besok pagi akan sekolah, mungkin Dara hari ini masih berbaring damai di atas nakasnya.

"Ssst itu dia, kan?"

"Eh, iya!"

"Tidak tau malu!" Dara membuka matanya berat seraya mengeryit heran, sebab suara desis gadis-gadis itu terdengar jelas di telinganya.

'Huft, apalagi masalah mereka?' batinnya jengah seraya menguap lebar beberapa kali. "Aku tidak perduli," ucap Dara acuh.

Bahkan dia berjalan dengan santai menuju loker seperti biasa, karena merasa tidak ada masalah. Seingatnya hubungannya dengan Kian berjalan baik semalam, bahkan sebelum pergi bersama Won untuk pulang, Kian sempat melambai beberapa kali pada Dara. Mengherankan memang, malaikat maut itu sulit ditebak.

Dara menoleh dengan mata menyipit saat para murid yang berada di koridor loker menaruh tatap. Kedua alis Dara terangkat dia semakin dibuat heran oleh tingkah mereka yang berbeda dari biasanya. Dara tersadar saat melihat foto dirinya terpampang jelas di dalam loker, foto saat dia memakan keripik kentang telah di edit sedemikian rupa sehingga tampak memalukan, dengan cepat diambil foto itu dan disobek beberapa kali sehingga menjadi potongan-potongan tipis, lalu menghamburkannya di udara layaknya confetti setelah konser berakhir.

"Sialan, kukira dia akan berhenti mengerjaiku!" gumam Dara jengkel. Tangan lentik itu terkepal erat menujukkan beberapa urat yang menghiasi tangan putihnya, pertanda dia adalah seorang pekerja keras.

Ditutup pintu loker itu dengan kencang dirinya terkejut bukan main saat menemukan poster lain yang telah tertempel rapih di sepanjang koridor loker. "Sial!" pekiknya berkali-kali, sekarang Dara terlihat seperti banteng yang siap menanduk siapa saja yang ada di hadapannya. Tanpa berniat mencabut seluruh poster itu dia berlalu menuju base para berandalan, sebab sudah meradang oleh kelakuan mereka bertiga.

***

"Kian!" pekik Dara. Suara lantang itu menggema di dalam ruang base yang lengang.

Seojin dan Mijoo yang sedang menikmati ramyeon hangat mereka terkejut melihat kedatangan Dara dengan amarah.

"Dara?" Seojin terkekeh seraya melipat lengannya di dada tidak menyangka bahwa Dara akan datang kemari. Seojin memilih menjauh dan duduk di atas meja milik Won merasa tertarik, sebab sebentar lagi akan ada pertunjukan besar.

"Hai Dara," Mijoo melambai pada Dara kemudian kembali memakan ramyeon miliknya tanpa berniat menyingkir.

"Bedebah ini!" geramnya di depan Kian. Malaikat maut itu justru dengan santai menikmati musik, headset di kedua telinganya menempel erat mungkin Kian menyetel musik dengan volume yang besar. Oleh karena itu, dia tidak dapat mendengar suara pekik dari Dara. "Kian!" pekik Dara dengan kecang sekali lagi saat merasa di acuhkan.

Dandeliar ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang