Selamat membaca dan jangan lupa tinggalkan jejak!!!
Kebebasan adalah kekuatan untuk hidup sesuai keinginannya, kurang lebih seperti itu menurut Jaemin.
Namun, satu yang menjadi pertanyaannya. Di mana letak kebebasan itu? Mengapa Jaemin tidak merasakannya?
Jaemin ingat telah hidup selama genap sembilan tahun di panti asuhan, enam tahun di sana tanpa teman bermain, karena Jeno sudah tidak menemuinya lagi. Teman-temannya yang lain tidak mau berteman dengannya, ia tidak tahu mengapa. Mereka selalu menjauhi Jaemin, seakan bisa terkena penyakit jika berdekatan dengannya.
Rasa kesepian itu membuat Jaemin teringat kematian kedua orang tuanya, ia semakin merindukan kasih sayang. Jaemin yang berumur delapan tahun terpuruk saat itu, merasa tersiksa batin di dalam bangunan tua panti asuhan itu.
Bertahun-tahun setelah itu, tepat saat Jaemin berusia 14 tahun, ia diantar kembali ke rumahnya. Suasana telah berubah. Tidak ada gurauan tawa, maupun perbincangan hangat, hanya ada pertengkaran dan pertengkaran. Melihat orang tua Jisung yang bertengkar tentang hal sepele, sudah menjadi konsumsi sehari-hari.
Potret keluarganya pun telah lenyap, berganti dengan potret keluarga Jisung berjejer-jejer di sepanjang dinding, membuatnya muak setiap menatapnya. Ingin sekali Jaemin memecahkan mereka, tetapi ia juga sadar, ia akan rugi sendiri jika melakukan itu. Orang tua Jisung pasti akan memukulinya.
Bertahun-tahun ia hidup di rumah sendiri, tetapi terasa seperti hidup di penjara. Mungkin lebih baik Jaemin kembali ke panti asuhan, setidaknya di sana ia tidak menderita kelaparan dan mendapat siksaan tentu saja.
Lucunya saat-saat itu tidak jauh berbeda dari sekarang. Jaemin memang tidak bisa merasakan indahnya bebas. Terpaksa terkurung dalam belenggu tak kasat mata milik Jeno. Kedamaian hatinya pun semakin meluntur, menyisakan suara hatinya yang meraung-raung menuntut kebebasan.
Dulu Jaemin selalu berfikir, apa yang harus ia pilih, kedamaian hati atau kebebasan? Dan setelah itu ia tertawa, merutuki kebodohannya sendiri. Bagaimana ia bisa repot-repot memilih jika tidak ada kesempatan untuk merasakannya?
"Kamu sudah bangun?"
Deg....
Jantung Jaemin mencelos. Suara berat menyapu gendang telinganya, membuyarkan semua pemikiran yang ada di otaknya. Jaemin baru sadar jika hidung Jeno telah menempel pada daun telinganya.
Jaemin terdiam, terlalu lelah untuk menjawab pertanyaan itu, mencoba melepaskan pelukan Jeno.
Namun pelukan itu semakin erat.
"Mau kemana, Na? Ini masih larut." Ucap Jeno menenggelamkan wajahnya di leher Jaemin.
Jaemin merasakan hembusan hangat di lehernya, bergidik, kemudian mendorong Jeno. "Aku ingin pergi ke kamarku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You A Psychopath ? - Nomin
Fiksi Penggemar‼Warning‼ 📍DILARANG KERAS MEMPLAGIAT! Saya tidak melarang orang untuk terinspirasi oleh karya saya. Namun, anda seharusnya memiliki otak untuk bisa membedakan mana terinspirasi dan mana yang memplagiat! 📍Terdapat konten kekerasan dan adegan 🔞 [h...