Beri kritik dan saran yang membangun. Vote, comment, dan share cerita ini, terima kasih.
Sekolah elite, gedung megah, terakreditasi unggul, prestasi melimpah, fasilitas lengkap, apa lagi yang dapat disebutkan untuk menjadi pertimbangan masuk ke SMA Persada? Mungkin juga siswa-siswi berparas indah dan populer di lingkungan luar entah karena fisik, prestasi, atau berasal dari kalangan tak biasa justru menjadi pertimbangan utama.
B
enaya Citra H. Setahu Regan kepanjangan huruf H itu Hasbian. Dia adalah satu dari sekian orang yang didapuk menjadi primadona sejak pertama kali menginjakkan kaki di sana. Satu karena fisik yang bisa didefinisikan dengan kalimat berdarah campuran, rambut halus kecoklatan, tinggi, putih, dan cantik. Belum lagi perjalannya di Persada telah menoreh banyak prestasi.
Dari jarak 10 meter di koridor paling atas gedung IPA Persada, Regan, cowok jangkung itu akan berpapasan dengan Naya. Baru menyadari setelah mengalihkan pandangan dari langit cerah siang ini. Dilihatnya Naya yak melepas tatapan dari gedung utama --gedung di seberang mereka-- yang kemegahannya tertimpa sinar matahari.
Fokusnya bukan untuk menscan fisik Naya yang membuat orang lain bisa menengok setelah berpapasan, melainkan arah kakinya melangkah. Matanya tadi memang sempat khilaf melihat betis Naya yang kelihatan berkilau, sebelum turun ke sepatu putih dan kaus kakinya yang hampir tak terlihat. Cewek itu memang kerap menggunakan sepatu putih disamping ketentuan sepatu sekolah adalah warna hitam atau putih. Belum lama dia di sana tapi Regan sudah tau kebiasaan Naya, mungkin terdikstrasi oleh orang sekitar yang sering membicarakan cewek itu.
Diam-diam Regan menantikan sesuatu berakhir pada detik ketiga. Naya nyaris menabrak pintu jika segera mundur. Seinchi lagi... Regan pura-pura mengelap hidung dengan telunjuk seraya memalingkan muka untuk mengubur tawa sedetiknya. Kapan lagi bisa menyaksikan kelakuan konyol dari sang primadona?
Deheman Regan tertangkap telinga Naya. Ketika bersisian keduanya saling lirik. Sorot kesal mengartikan bahwa cewek berambut terurai itu tahu bahwa Regan hendak menertawakannya.
Naya lantas melangkah masuk ke kelas yang pintunya hampir ia tabrak dengan tergesa. Katanya, orang lain bisa menengok setelah berpapasan dengan Naya, ternyata Regan juga termasuk di dalamnya. Tujuannya untuk mengetahui kelas yang Naya masuki, 10 IPA 2. Sudut bibirnya tertarik, teringat dengan istilah yang tepat menggambarkan mata Naya, indah dan memancarkan daya tarik.
Waktu berjalan, manusia berevolusi. Seperti Naya dan Regan, yang tak berkenalan secara resmi sebab berinteraksi dengan penyebab beragam, positif ataupun negatif. Sampai ketika Regan hanya melirik tanpa kata saja sudah memancing sorot kesal di mata Naya. Seolah di dahi Regan itu terdapat cap 'orang menyebalkan'.
Di koridor 11 IPA, empat langkah lagi keduanya dipertemukan. "Awas ada pintu!" Regan mengingatkan Naya yang menaruh fokusnya ke angkasa ketika berjalan. Membuat Naya mau tak mau terlempar memorinya ke masa lalu.
"Iya, ini pintu!" Tangan Naya mendarat di bagian satu pintu yang tertutup, nyaris menggebrak jika tak berhasil ditahan.
"Suka banget liatin langit. Kenapa sama gue keliatan nggak suka?" Biasanya jika tahu orang lain tak suka kepada dirinya, mereka kebanyakan memilih diam. Sangat berkebalikan dengan Regan yang langsung menanyakannya seperti ingin memperburuk hubungan. Perlu Naya sebut apa cowok itu? Pemberani?
Naya menarik napas. Seperti bawaan, karena berusaha sabar mendengar kalimat dan nada bicara Regan yang sejujurnya seperti membawa kesal di perasaannya.
Dirinya akhirnya menang, mampu menahan kata yang jika dilontarkan memperkeruh keadaan dan memilih masuk kelas. Mendahului teman sekelasnya, Alfian yang hendak keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAKYA CITRA
Teen FictionAwalnya Regan menganggap Naya biasa, sama seperti perempuan kebanyakan yang tak ia perhatikan lebih. Mengabaikan kecantikan Naya dan pamornya di Persada yang mudah membuat cowok bertekuk lutut, tapi perasaan itu bisa dinamis. Ia tak tau kalau akhirn...