17. Awal

48 2 1
                                    

"Sendirian?" 

Tatapan dingin Naya refleks terangkat menunjukkan kewaspadaan. Namun ketika pemanggil yang sempat tak ia kenali suaranya itu tersenyum, bibirnya ikut menujukkan hal yang sama.

"Kebetulan begitu, silahkan duduk, kareshi." Naya menaruh ponsel, berganti melakukan gesture mempersilahkan Regan untuk duduk.

"Udah dari tadi?" Cowok berjaket bomber hitam itu menyandarkan punggung, sementara Naya meletakkan tautan tangan di permukaan meja.

"Belum, baru aja pulang les." 

"Lo sendiri dari mana?" Selain jawabannya, upaya Naya memperpanjang percakapan juga kerap membuat Regan tersenyum, merasa terbantu.

"Dari rumah."

"Lo enjoy jalanin aktivitas lo?" Regan memberanikan diri bertanya mengenai aktivitas Naya yang sedikit banyak ia ketahui.

Naya terlihat berpikir. "Yang rutin, kan sekolah, les, karate, mungkin karena terbiasa, dibilang enjoy juga bisa, nggak juga bisa. Kalau gue udah males, capek ya gitulah kayak kemarin." Tawa getirnya muncul mengingat pertama kalinya ia menangis di depan Regan kemarin.

"Wajar ngerasain hal itu."

"Tapi gue lebih sering males daripada enjoynya, sih." Cewek bercardigan cream dengan kaos putih itu tersenyum miring. "Dipikir enakan di rumah, tidur."

Regan yang merasa dikelabui mendengus kecil. "Agak salah gue nenangin orang yang udah sadar sama sifatnya."

Tawa renyah Naya merebak. "Kayak udah di fase yaudah lah jalanin aja. Kan selama itu semua belum berakhir gue masih punya keharusan buat lakuin. Dan yang disayangkan setelah itu selesai gue bakal nemuin hal yang lebih... berat."

Selama Naya berbicara Regan menautkan tangan. "Hidup, kan gitu. Berubah dan berkembang, semakin kita dewasa situasi yang dihadapi tingkatannya semakin tinggi. Hidup juga cuma satu kali."

Naya sudah serius mendengarkan Regan, tapi di kalimat terakhir yang diucapkan dengan seringai kecil, merubah pandangannya.

"Yaiya lah orang lo bilangnya cuma 'hidup' bukan hidup-hidup."

"Mau jalan-jalan, nikmati hidup?" Kini seringaian Naya bertambah lebar menyambut tawaran menggiurkan tersebut.

"Boleh." Hati Regan juga ikut bersorak tanpa Naya ketahui.

"Mau hunting foto, night ride, ke pantai, ke tempat yang lo suka?" Setelah Naya pernah berucap kagum akan pemandangan tengah kota ketika malam itu, Regan sengaja menyebut tawaran tersebut di urutan pertama.

Dapat Regan lihat mata cantik Naya itu menyipit, tapi bukan berpikir keras sebab terlihat dominan sengaja melama-lamakan jawabannya.

"Kenapa nggak semua kita coba?" Alis Naya terangkat dengan senyum memesona. Seperti melakukan bujuk maut pada penawaran tersebut.

Tawa kecil Regan mengudara. "As you wish, Say--" Ucapannya tak berujung selesai diiringi wajah yang berubah kaku sebab kedatangan waitress yang menginterupsi.

"Terima kasih." Naya berucap untuk minuman orange juice yang dihidangkan. 

"Kembali kasih."

"Lo pesen makanan nggak?" Regan tiba-tiba bertanya.

"Pesen, ricebowl ayam." 

Cowok itu baru mengalihkan tatapannya pada perempuan berapron logo cafe tempatnya duduk. "Mbak samain, tapi minumnya air mineral."

Sesuai waitress itu pergi, Regan membawa lebih dekat tubuhnya dengan mencondongkan tubuh. Menaruh semua perhatiannya pada Naya.

"Ada cerita hari ini?" 

SAKYA CITRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang