4. Alone

41 2 1
                                    

Beri kritik dan saran yang membangun, vote, comment, dan share cerita ini, terima kasih.


Tangga dengan pilar tinggi adalah tampilan utama lobi Persada. Dalam lobi berkaca yang pada pintunya terdapat logo Persada menyuguhkan ruangan beratap tinggi. Replika denah Persada tersimpan di kotak kaca tengah lobi. Dinding kanannya memuat susunan rapi foto-foto berpigura putih seputar Persada, sedangkan sisi kiri lobi terdapat meja resepsionis dengan beberapa set sofa di dekatnya. Puas menjadikan itu semua objek pengamatan, Naya mengalihkan mata pada keadaan luar.

Semua nampak biasa, hanya saja turunnya cowok dari mobil putih di depan gerbang menarik perhatiannya. Dari pintu belakang seorang perempuan berpashmina hitam menutup dada turun untuk berpindah ke depan. Keduanya sedikit berbincang seraya melempar senyum sebelum Arya menutup pintu depan dan mobil itu melaju.

Naya menatap lurus, termenung dengan banyak pertanyaan menggelayuti otaknya sampai dibuat tersentak saat objek yang menjadi lamunannya, menyapa.

"Oi, Nay." Arya memperbaiki letak tali tas yang menyampir di bahu kanan. "Nungguin orang?" tanyanya setelah mendekati sofa single di samping sofa panjang yang Naya duduki.

"Niatnya, sih, iya, tapi yang ditunggu tumben-tumbenan belum dateng." Arya mengeluarkan oh panjang dengan anggukan. Tak bertanya lebih tentang itu, bibirnya mengeluarkan pertanyaan lain.

"Liat Tian, Fian, Juan, atau Regan nggak tadi?"

"Tadi gue sempet liat Regan lewat gerbang, kalau yang lain enggak."

"Okey...." Arya mengangguk lagi. Terdiam selama dua detik sebelum kembali bertanya, "Mau ke kelas nanti?"

"Iya, nanti aja."

"Yaudah duluan."

•●Sakya Citra●•

Tujuan Naya membuka pintu rooftop dengan perlahan adalah untuk berjaga-jaga jika ada orang di sana ia tak akan malu ketika langsung pergi. Tapi bukannya berjalan sesuai keinginan, baru menyembulkan separuh badan, seseorang disana telah menghunusnya dengan tatapan.

Cewek itu terkesiap, dua tangannya mengepal untuk menyimpan keterkejutan juga kebingungan bagaimana ia bersikap. Tetap melangkah atau langsung berbalik pergi.

"Kesini aja!" Ada keraguan di hati Naya. Mengingat mereka hanya berdua. Dia tak pernah ada dalam kondisi itu bersama Regan. Selalu ada orang lain.

Membabat habis keraguannya Naya menarik langkah. Telinganya semakin jelas menangkap instrumental piano dari ponsel Regan di pembatas rooftop.

Regan menghentikan irama yang dinikmatinya lalu mengantongi ponsel di saku baju. Dagunya menujuk bangku bundar yang sudah ada sejak dia datang dengan tentengan bangku serupa di tangannya. "Duduk di situ!"

"Thanks." Naya berucap pelan. Mengusapkan tangannya pada permukaan bangku yang terasa dingin akibat embun. "Dari kapan?" tanyanya melanjutkan perbincangan.

"Dari kemarin mungkin." 

Kepala Naya menoleh cepat membuat Regan beralih menatapnya dengan gerakan pelan dan wajah kebingungan.

"Kenapa?" Alis cowok itu mengerut tak mengerti.

"Yang gue tanyain elo disininya dari kapan." Regan baru pertama kali tak nyambung dengan pembicaraannya. 

"Oh kirain bangkunya. Gue dari tadi." Regan memutus tatapan di antara keduanya.

"Oh," gumam Naya menautkan pandangan pada atap gedung di depan mereka.

SAKYA CITRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang