5. Satu Titik

30 2 1
                                    

Beri kritik dan saran yang membangun, vote, comment, dan share cerita ini, terima kasih.

Naya spontan melangkah mundur melihat Regan berlutut. Jantungnya yang tadi serasa terhenti perlahan dipenuhi kelegaan saat Regan mengambil lembar jawaban yang tak sengaja terjatuh. Bukan melakukan tindakan gila seperti pemikiran negatifnya.

"Nilai ulangan semester bisa dapet 9 pas, UH kok nggak bisa. Hokinya tiga bulan sekali?" Ya tanpa ditanya Naya pun tahu kalau dia sedikit lemah di bidang itu.

"Bisa nggak UH dapet 9 lebih, yang ulangan semester naik lagi?" Dilihat dari prestasi sebenarnya Naya lebih unggul, tapi abaikan itu.

Naya sengaja menahan mulutnya agar tak terbuka karena tak menyangka. Oke, masuknya Regan dalam penjaringan olimpiade biologi sudah menambah bukti bahwa kemampuan Regan di bidang itu memang lebih unggul daripada dirinya. Meski cowok itu tak lolos karena akhirnya Juan lah yang menjadi perwakilan.

"Bisa nggak lo nggak nyebelin selama satu setengah tahun kedepan?" Naya menantang. Efek kejadian kelas 10 dulu membuat bawaannya memandang Regan itu menyebalkan.

"Gue nyebelin?" Sebelah alis Regan meninggi, ragu dengan anggapan Naya. "Satu setengah tahun itu lama dan nggak sebanding sama omongan gue tadi. Lo dapet positifnya, gue dapet negatifnya."

"Lo pikir omongan lo tadi nggak ada negatifnya?" Naya mulai geram. "Don't talk like I can do anything."

Alis Regan mengerut. "I don't--" perkataannya lebih dulu di potong Naya yang setahunya tak pernah memotong pembicaraan orang lain.

"Jangan anggap orang yang mampu di satu bidang berarti mampu juga di bidang lain. Naruh ekspektasi ke orang lain jangan tinggi-tinggi."

"Sorry-sorry." Mungkin ucapannya menempatkan Regan pada situasi bahwa dirinya memang menaruh ekspektasi tinggi kepada Naya. Padahal bukan begitu, ia memilih meminta maaf atas kesalahpahaman yang terjadi daripada beradu argumen. Mereka tak akan selesai jika terus sama-sama memaparkan pemikiran yang selalu bertentangan.

"Tapi gue setuju sama lo." Regan mulai melingkupi suasana di antara keduanya dengan keseriusan. "Jangan jadi orang karena penilaian orang lain." 

Naya terpengaruh untuk memahami makna kalimat Regan. Ia tak berekasi, hanya dadanya yang kembang kempis menyuplai udara yang bergerak. Ingin pergi, namun kakinya terpaku pada titik gravitasi kalimat Regan yang selanjutnya terdengar.

"Soal orang ada kurangnya itu wajar. Bukannya  manusia juga bisa saling melengkapi tapi bukan berarti mengharuskan buat dapat apa yang dia inginkan, kan?"

Sorot mata Naya memudar hingga nampak kosong. Apa lagi ini? Pikirannya berkelana mencari contoh nyata dari perwujudan kalimat Regan.

"Tapi tetap ada kemungkinan bagi mereka yang saling melengkapi susah menerima kekurangan salah satunya di antara mereka." Naya sedikit menangkap keterkejutan di mata Regan. Seharusnya dia tak membalas.

"You with me, you will be in trouble." Ada campuran binar sendu di mata Naya saat mengatakan kalimat yang bertujuan meyakinkan Regan bahwa ucapannya bukan sekedar cara membuat cowok itu mundur.

Regan terdiam mendengar respon pesimis Naya. Satu hal yang baru ia temui diantara segudang kelebihannya. Namun itu tak membuat langkahnya berhenti lalu menghempaskan dirinya pada garis paling belakang.

"Prediksi tetap punya dua kemungkinan, benar ataupun salah. Kita nggak tahu apa yang terjadi kedepannya kecuali kita udah sampai di titik itu."

SAKYA CITRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang