Tatanan ruang keluarga Regan berubah. Sofa yang berada di tengah ditempatkan ke sisi gelaran permadani yang telah dipenuhi keluarga besarnya.
Cowok diantara Arisha dan Dipta mengedarkan pandang. Melihat mereka tertawa ketika sepupu paling kecilnya yang disoraki agar berjalan itu berhasil melaksanakan intruksi dengan kaki kecilnya hingga berakhir di dekapan sang ibu.
Selepas melengkungkan senyum perhatian Regan tertarik kepada Dipta yang menyusun berbagai mainan kecil sepupunya. "Pengen lo?" tanyanya mendekatkan kepala.
Dipta menoleh. "Seru mainin kayak gini. Lo gemes pengen mainin nggak atau pengen susun kayak gini? Ada lambo, pesawat, helikopter, warnanya ngejreng-ngejreng pula."
"Cerah! Bukan ngejreng." Adik Dipta mengoreksi. "Ya masa anak-anak mainannya warna-warna suram kayak muka lo kalau ngerjain tugas." Regan kalau sedang bosan memang suka mencari perkara.
Lawan Regan berdecak menunjukkan mobil pink berkepala kucing. "Nih mana ada di dunia nyata mobil berkepala kucing kayak gini. Kalau disuruh milih kayaknya enak jadi kecil, dewasa nggak enak kebanyakan mikir." Tatapannya lalu turun ke arah mainan yang Regan pegang.
"Lo sekali-kali cari warna baru lah, keliatan banget terlalu kaku sampe banyak mainan lucu-lucu kayak gitu aja malah ambil rubrik." Kepala cowok berkemeja mocca itu menggeleng tak percaya.
Kelanjutan bisik-bisik mereka terjeda oleh kedayangan adik kedua ayahnya yang harus mereka salami.
"Tadi ada kecelakaan." Bukan hanya mengundang keriuhan karena kedatangannya, tante Regan itu juga membawa informasi yang memancing suara penasaran terutama dari kaum hawa.
"Dimana?"
"Astaga terus gimana?"
Regan meringis dalam hati. Respon yang ramai justru menjeda cerita yang pasti akan dilanjutkan.
"Di depan Beauty Azura."
"Itu nama salon, kan?" Lutut Regan tiba-tiba mendapat tepukan dari Dipta. Ia hanya mengangguk kaku memberi balasan.
"Yang kecelakaan apa?"
"Terus gimana?" Satu persatu pertanyaan Regan telah diusarakan orang lain.
"Mobil sama motor, mobilnya nggak patuh lampu apil. Korbannya cewek lagi, mungkin masih seumuran sama Regan."
Wajah Regan menegang. Pikiran negatifnya mendominasi sebagai penyebab daripada banyak tatapan yang terpusat kepadanya.
"Kronologinya gimana?" Mengingat Naya berada di kawasan yang sama sampai waktu yang tak ia ketahui, jempol Regan hampir teracung untuk Kakeknya yang meringkas pertanyaan menjadi satu. Telinganya dipasang baik-baik kala Tantenya bersiap bercerita.
"Ceweknya itu mau nyebrang dari depan salon. Mobilnya dari jalan yang seharusnya belok kiri ikuti lampu apil itu tetap jalan dan dari arah berlawanan, kan lampunya ijo."
Beberapa kepala mengangguk kecil, bahkan termasuk Regan. Mungkin jika itu diabadikan, ia akan ditertawakan Dipta karena keseriusannya mendengarkan dengan bibir tak terkatup.
"Mobilnya mungkin kaget ada mobil dari sana terus banting setir ke kiri naik ke parkiran depan ruko-ruko dan nabrak yang cewek itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
SAKYA CITRA
Teen FictionAwalnya Regan menganggap Naya biasa, sama seperti perempuan kebanyakan yang tak ia perhatikan lebih. Mengabaikan kecantikan Naya dan pamornya di Persada yang mudah membuat cowok bertekuk lutut, tapi perasaan itu bisa dinamis. Ia tak tau kalau akhirn...