Bagi Regan mendeskripsikan vokalis utama gues star festival Persada cukup dengan mengakui suaranya. Tidak perlu menyebutkan masih muda, sukses, apalagi tampan. Ya meski secara keseluruhannya, cowok itu mampu membuat penonton antusias dan rela memenuhi lapangan di bawah terik matahari.
"Pengen di tengah, kayaknya seru."
"Di sini aja lebih enak." Tentu saja cowok setenang Alfian memilih tempat yang untuk bernapas itu leluasa.
"Nggak seru, serunya nonton konser itu joget bareng sama teriak-teriak."
"Kayak suara lo bagus aja." Disusul dengus geli, Regan kemudian menyeringai. Keempatnya memang memilih berada di pinggir lapangan, menepi dari lautan manusia yang aktif bergerak seperti ombak.
"Keduluan lo sama cewek-cewek yang dari pagi udah stay di depan panggung," ucap Alfian hiperbola. "Demi liat Bintang, padahal malem aja ada."
"Beda jenis," cetus Juan.
"Lo semua nggak asik." Arya menyedekapkan tangannya di dada. "Mana nih Bastian katanya mau ngalau." Kepalanya celingukan mencari temannya yang pasti aktif diajak menonton konser.
"Dia mah VVIP, tuh panitia banyak yang di deket panggung." Mendengar kata panitia, kepala Regan meninggi. Dia tak seperti Arya yang kemudian berpegangan pundaknya untuk naik ke beton taman mini.
Dia mencari Naya yang sejak tadi belum membalas pesannya. Padahal dia hanya tanya posisi.
"Nyari cewek lo ya?" Alfian mengangkat alis. Dia paham dengan gerak-gerik Regan yang pasti terinterupsi kala menemukan klue yang bisa membuatnya melihat Naya.
"Sibuk dia, tuh fotoin Bintang. Kalau lo di sampingnya pasti kuping lo panas denger bunyi shutter terus." Arya justru yang menjawab. Melompat turun, ia menoleh cepat dan tergelak mendengar celetukan Juan.
"Hatinya juga panas kali." Regan harus banyak bersabar karena menjadi bahan ledekan kali ini.
•●Sakya Citra●•
"I found it, gue kesana ya, pada mau ikut nggak?" Arya melesat bahkan ketika ketiga temannya baru mengalihkan perhatian kepadanya. Mengikuti kepergian Arya yang gesit menyelinap dengan tatapan, Regan akhirnya menemukan Naya. Sayangnya masih tak bisa dijangkau. Bersama Shifa dan Bastian, entah bagaimana caranya mereka berada di depan panggung. Bukan lagi dekat panggung di dalam pembatas yang kini steril dari orang-orang.
"Tuh cewek lo, mau kesana nggak?"
"Nggak, males rame banget." Tapi tatapan Regan masih belum lepas dari satu titik mesti terkadang Naya sudah tak ditemukan akibat padatnya orang.
Juan sekarang lebih ekspresif, termasuk berani meledeknya. "Yakin, Bang?"
Batin Regan sebenarnya tidak, apalagi Naya memunculkan kepala ke arahnya. Apalagi melambaikan tangannya kecil.
"Gue kesana, deh," putus Regan beranjak.
"Ciahhh."
•●Sakya Citra●•
Kalau ditanya love language Regan itu apa, Naya menjawab cowok itu lebih kepada act of service. Mengetahui Naya tidak membawa kendaraan dan kesibukannya sebagai panitia Regan menawari jemputan. Pertanyaan takut merepotkan yang Regan bantah membuat senyum Naya timbul ketika keluar gerbang menjelang petang.
"Udah dari tadi?" Pertanyaan yang selalu sama saat Naya baru datang dan Regan kelihatan menunggu.
"Belum, baru nyampe." Sepuluh menit bukan hitungan yang lama untuk menunggu. Regan yak tega membuat wajah lelah itu tambah merasa bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAKYA CITRA
Teen FictionAwalnya Regan menganggap Naya biasa, sama seperti perempuan kebanyakan yang tak ia perhatikan lebih. Mengabaikan kecantikan Naya dan pamornya di Persada yang mudah membuat cowok bertekuk lutut, tapi perasaan itu bisa dinamis. Ia tak tau kalau akhirn...