21. Kenapa

52 2 1
                                    

Regan Sakya
Tadi kenapa?

Naya baru membaca pesan Regan setelah tiba di rumah. Tepatnya dengan posisi tengkurap di kasur dan mata sembab sehabis menangis selama beberapa menit. Cewek itu baru bisa memuntahkan emosinya yang tertahan sejak di bawa ke BK.

Sialnya karena Anya Adaline yang tak berbudi tinggi seperti nama belakangnya itu mengikutsertakan dirinya mendapat 25 poin di buku ketertiban. Plus surat pernyataan.

Disamping tata tertib Persada yang kadang lebih longgar dibandingkan sekolah lain, sekolah itu memiliki aturan ketat dan sistem yang sangat disiplin.

Hal paling menyebalkan bagi Naya tadi adalah bagian penyelesaian setelah guru BK mendengarkan penjelasan dari semua pihak. Anya tentu saja berusaha membuatnya tersudut. Alot, mereka bahkan hampir kehilangan sopan santun karena tak memberi kesempatan gurunya berbicara sebab kelepasan ketika saling membela diri.

"Dia yang pertama kali mulai, Bu." Belum juga orang tertua berbicara, Anya sudah mendahului.

"Saya belum berbicara, Anya. Kalian berdua ini kenapa?" Mengurus anak teladan yang bersih dari catatan dengan anak yang sudah berulang kali terkena teguran kecil sama-sama memusingkan.

Naya yang duduk menyandar di sofa single itu menyeringai sinis.

"Saya mau mendengar penjelasan dari kalian berdua, Naya dan Anya. Tolong jangan memotong penjelasan sampai saya beri waktu untuk berbicara."

"Saya duluan!" Mulut Anya terkatup sebal. Naya lebih dulu mencuri start dengan wajah percaya diri.

"Gue dulu!" Mata Anya menyipit tajam.

"Naya dulu. Anya, kamu punya kesempatan yang sama hanya berbeda waktu."

"Anya ngomongin hal nggak bener tentang saya sama temen-temennya dengan suara keras.
Mungkin emosi karena saya nggak terpengaruh dia datengin meja saya. Tanya apa pendengaran saya terganggu."

"'Lo budek?'" Naya mengulang pertanyaan tadi dengan sorot mata sinis ke arah Anya.

Gigi Anya bergemeletuk. Setiap Naya menjelaskan kejadian sebenarnya, Anya tak bisa tinggal diam.

"Diem lo!"

"Diem, lo belum waktunya ngomong."

Naya kerap mengucap itu saking seringnya Anya tak terima dengan cerita jujur Naya. Bahkan Bu Ajeng yang seharusnya memiliki jadwal mengajar tapi telah digantikan guru lain menghela napas mendampingi dua muridnya.

"Sekarang kesempatan kamu untuk menjelaskan."

Naya selesai dengan ceritanya. Ia meninggikan sebelah alis, menunggu karangan Anya yang tatapannya terlihat resah. Kebingungan mencari penjelasan yang menyembunyikan posisi bersalahnya.

"Saya nggak suka sama tingkah laku dia."

"Tingkah laku apa yang nggak kamu suka dari Naya?"

"Caper sama cowok lain, dia juga suka sama pacar orang. Saya cuma mau negur kelakuan dia kalau kelakuan itu salah." Anya berucap percaya sambil mengeluarkan sorot permusuhan untuk Naya.

"Negur kok nyindir-nyindir pake fitnah segala." Naya mencemooh.

"Diem lo! Ini waktunya gue ngomong!" Telunjuk Anya teracung. Naya memutar bola matanya malas.
"Seperti yang Naya bilang tadi, kamu negur dia dengan cara seperti itu?" Anya tak menjawab.

Lawannya memang terlalu jujur sampai mengungkapkan kalimat mereka berdua dengan bahasa yang lebih halus. Cewek itu bahkan mengakui kalau dia juga memancing emosi Anya melalui perkataannya dan mengungkapkan alasan setiap perilaku pembelaannya.

SAKYA CITRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang