11. Tujuh Belas

25 2 1
                                    

Regan masih bisa diam kalau Naya tidak peka terhadap perilaku ataupun perasaannya. Namun ia tak akan tinggal diam kalau Naya tak peka terhadap keadaan yang perlu diwaspadai. Setelah mencerna keadaan dengan waktu singkat, cowok itu berjalan tergesa untuk menumpukan satu lututnya di sisi Naya yang tengah berjongkok di depan rak.

"Udah ketemu bukunya?"

"Hm?" Naya menyahut lirih merasakan kecepatan detak jantungnya. Jarak mereka yang tak dikatakan dekat dan tatapan serius Regan membuatnya tidak peka untuk mengartikan lebih dalam tatapan Regan.

"Belum, masih bingung mau beli yang mana." Naya bahkan tidak paham kalau tindakan Regan memegang sling bag yang talinya masih melilit di lipatan sikunya memiliki tujuan.

Melanjutkan ketidakpekaannya yang membuat Regan mengembuskan napas, Naya kembali sibuk memilah buku.

"Lo udah beli bukunya?" Regan hanya melirik sekilas dua buku yang ia taruh asal di sisi tubuh. Ia lantas berdiri, mengamati deretan buku dan sempat melirik kepergian pria berjaket boomber hitam yang tak jauh darinya dari sudut mata.

"Yang ini kayaknya bagus." Cowok itu menarik asal salah satu buku dan pura-pura medekomendasjkannya kepada Naya agar tindakannya semakin terlihat alami.

"Kan gue nggak suka novel thrailer." Naya sedikit cemberut. Rekomendasi Regan tidak sesuai, padahal cowok itu sudah bertanya genre apa yang ia suka dan tidak.

Regan mengembalikan novel itu dan hampir berdecak karena tak salah mengambil novel dewasa yang kebetulan berada di sebelahnya. Sudah Naya tidak peka, akan bertambah rumit jika kesalahan itu terjadi.

Cowok itu lantas berjongkok dengan satu lutut, kembali menatap Naya serius. Cewek berambut terurai itu kebingungan sebelum mengerjap akibat jentikan jari Regan di depan wajahnya 

"Kalau nggak peka sama perasaan, minimal peka sama keadaan buat diri sendiri." Yang dilakukan Naya adalah semakin mengerutkan alis. 

•●Sakya Citra●•

Asumsi Regan terhadap Naya suka tertidur, karena kerap menjumpai Naya menutup mata saat berkunjung ke IPA 2 waktu istirahat. Namun ia sama sekali tak menyangka kalau Naya tertidur di perpustakaan yang biasanya digunakan orang-orang pintar mengais lebih banyak ilmu. Dia memang termasuk pintar, sangat malahan, tapi beberapa kelakuannya yang sedikit out of the box dari title anak emas bisa menimbulkan efek kejut setelah mengetahuinya. Regan sudah pernah merasakan. Cover memang tak dapat dijadikan penilaian bagaimana keseluruhan orang tersebut.

Regan menarik kursi putar di sebelah Naya sepelan mungkin. Mata yang tengah ia amati dalam gerakannya itu lantas terlihat mengerjap, menyesuaikan cahaya dari balik kaca lebar perpustakaan yang langsung mengarah ke halaman depan Persada.

"Sorry." Regan mendudukan tubuh dengan posisi menyerong ke arah Naya yang tengah mengusap mata.

"Shifa mana?" Cowok itu meninggikan alis, tak menduga apa yang Naya tanyakan kala kesadarannya baru mulai terkumpul.

"Masih cari buku."

"Ngantuk?" Naya hanya mengumam lesu, tidak mengiyakan atau sebaliknya.

"Tidur jam berapa tadi malem?" Menyesuaikan keadaan, Regan sengaja sedikit merendahkan suaranya.

"Ketiduran jam 9." Lawan bicara Naya mengangguk mengetahui alasan Naya baru membaca pesannya ketika waktu telah berganti pagi.

"Lanjutin aja tidurnya." 

"Nggak enak tidur di sini, buka mata serasa disambut cahaya ilahi, lama-lama panas tau."  Tawa kecil Regan membuat Naya yang mendirikan novel dengan kedua tangan itu menolehkan wajah. Merasa speechles mendengar tawa Regan yang menurutnya lebih sering berekspresi tertawa tapi tanpa suara. Sekalinya didengar, rasanya Naya ingin mendengarnya terus-terusan.

SAKYA CITRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang