20. Karena Masalah

61 2 1
                                    

Naya menjalani hari di sekolahnya tanpa semangat. Bukan karena soal pelajaran yang memusingkan kepala, melainkan orang-orang berlist hitam yang ada di sekitarnya. Kini setelah Zahra timbul Zahra lain dalam versi berbeda yang tetap membebankan masalah untuknya.

"Hallo, Naya." Naya menoleh dengan tatapan tak suka. Bukan karena ketidaksopanan memanggil langsung namanya melainkan kehadiran Laura yang mensejajari langkahnya.

"Ketemu lagi kita setelah ketemu di cafe waktu lo ngumpul sama cowok-cowok. Enak ya punya banyak raja yang jadiin lo ratu?"

"Udah cantik, pinter juga nyari keuntungan. Lebih dari satu cowok lebih banyak untung kan, tapi sayang malu-maluin. Nggak malu sama title anak emas lo?"

Anya yang geram sebab tak Naya gubris menarik tangan kakak kelasnya hingga berhenti berjalan dan menghadap ke arahnya.

"Gue ngomong sama lo!"

"Oh ya?" Alis Naya meninggi sebelah. "Telinga gue nggak bisa denger omongan sampah soalnya." Seringnya orang memancing emosi membuatnya sering berkata kasar.

"Sialan, cewek gatel kayak lo masih punya muka buat sombong!"

"Lo kali yang gatel." Naya berusaha santai yang memancing emosi lawan bicaranya.

"Nggak sadar diri, percuma pinter akademik tapi nggak sadar diri!"

"Ya lebih mending daripada lo, nggak ada yang bisa dibanggain."

Semua berlangsung cepat, jika Naya kalah cepat menahan tangan Anya tubuhnya akan terkontaminasi dengan sidik jari lawannya. "Calm down, lo yang mancing kenapa lo yang kepancing. Salah cari sasaran?"

Anya melepas paksa tangannya.

"Cukup bilang apa tujuan lo. Kita nggak perlu adu mulut yang bikin malu kalau lo masih mikirin rasa malu." Naya berani menghadapinya dengan tenang membuat Anya merasa terancam.

"Cewek murahan." Naya mengangkat sebelah alis menanti kelanjutan Anya mengeluarkan pikirannya.

"Butuh berapa cowok lagi buat jadi pacar lo? Jadiin lo ratu dan lo jadiin mereka selingkuhan?" Napas Anya terengah setelah mengatakannya.

Naya akhirnya menemukan satu kemungkinan kuat alasan Laura repot-repot menciptakan keributan. "Lo suka sama Regan?" tanyanya dengan ekspresi mengeras.

Anya mendengus dan memutar bola mata. "Itu sama sekali bukan gue. Gue nggak suka sama lo yang tukang caper dan nggak tau malu." Ia mensejajarkan kepala di sisi telinga Naya. "Gue tau lo masuk ke ruang VVIP restoran kemarin malem sama cowok. Kalian keliatan mesra, mungkin keluarga Regan yang juga disana dan liat lo juga berpikir hal yang sama." Ia berucap panjang lebar, lalu memundurkan kepala dengan senyum puas meski Naya memasang ekspresi tak percaya.

"Hah, nggak percaya?" Cewek berambut terurai itu mendengus tak terima. "Satu sekolah sama Regan waktu SMP bikin gue tau mana ibu, ayah, dan kakaknya."

"Lo pikir gue selingkuh?" Naya mendengus.

"Oh ya... lo yang kebanyakan gaul sama cowok bikin hal itu mudah lo lakuin. Manfaatin mereka demi keuntungan, bukannya lo pinter cari peluang? Manfaatin kecantikan lo yang sayang banget karena dikasih ke orang yang salah? Oh gue baru sadar kalau cantik nggak menjamin akhlak."

"Tapi nyatanya gue nggak sesuai sama omongan sampah dari cewek picik kayak lo."

•●Sakya Citra●•

Sejak malam itu, menyusul waktu berikutnya seolah ada dinding tak kasat mata yang membatasi keduanya. Regan masih mengajak Mamanya berbicara dan tak mendapat respon memuaskan membuatnya banyak diam serta berbicara ketika penting ataupun perlu agar tak semakin merenggang.

SAKYA CITRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang