Mala menunggu diluar kamar inap Ilam, dia tak menangis atau apapun itu. Setelah Ilam dinyatakan selamat namun semua memori selama 17 tahun dia hidup lenyap.
Mala merasa hampa, seakan semuanya tak lagi berguna padanya.
"Mala, kamu gak mau masuk?" tanya Mami Ilam. Mala mendongak, dia menatap lekat Mami Ilam kemudian menggeleng.
"Mala, mau pergi setelah ini Tante. Mala bakalan ikut orang tua Mala ke luar negeri," bisiknya.
Mami Ilam mengangguk, dia mengelus rambut Mala pelan. "Jaga diri baik-baik ya, Tante disini juga bakalan jagaian Ilam sampai kamu kembali." ujarnya lembut.
Mala mengangguk, dia memeluk Mami Ilam dan sedikit menangis disana, tak banyak. Hanya sekedar melepaskan sesak didada.
Dan sejak saat itu, Mala pergi ke Amsterdam dan tinggal disana. Seperti perkiraan Dokter, Ilam hilang ingatan dan tak mengingat Mala.
Setelah dia sadar dari koma, dia linglung sekali. Kerjaannya hanya menangis saja, tapi dia tak tau menangisi hal apa.
"Mi..hiks..dada Ilam sakit sekali Mi..hiks..huhuuu..hiks..Mamiiiii..."
Mami Ilam mendesah pelan, walau Ilam lupa pada Mala, dia tetap merasa sakit atas kepergian Mala ke luar negeri, sakit karena Mala tak ada disini.
......
Mala duduk dengan tenang dikursi sebelah ranjang pesakitan, yang Ilam tempati. 20 jahitan diperutnya, dan juga 2 kantong darah bantu.
Ruta sendiri ada di kantor, dia melanjutkan pekerjaan yang Mala tinggalkan disana. "Bodoh, gak ada gunanya dia melakukan hal ini." gumam Mala.
Dia malas sekali ada di rumah sakit, ini mengingatkannya pada insiden Ilam dulu.
Desiran lembut dihatinya terasa, sesaat setelah dia melihat mata Ilam mulai terbuka. Mata yang menjadi alasan Mala jatuh hati padanya.
Mala mulai beranjak dari duduknya, dia tak mau membuat Ilam besar kepala karena dia menunggu disini. Mala harus pergi dan memanggil orang tua Ilam.
Grep.
Mala terdiam, Ilam menahan ujung kemeja putihnya. Membuat Mala berdecak dan berbalik memandangnya. Matanya sedikit membelalak saat melihat Ilam menangis.
"Hiks..M-mala..hiks..j-jangan tinggalin aku Mala..hiks..maaf..hiks..Maaf udah buat kamu kembali kecewa..hiks...huuuhuu" lirihnya pilu.
Mala hanya diam saja, dia melepas tangan Ilam dari ujung kemejanya, tanpa berbicara apapun dia berjalan kembali hendak keluar.
Ilam mengeraskan tangisnya, hatinya sakit sekali melihat ketidak perdulian Mala.
"Mala..hiks..aku mencintaimu Mala..hiks..aku cinta..hiks..dulu dan sekarang masih sama Mala..hiks..huhuu..hiks..apa salah jika aku mencintaimu!?..hiks..MALA BODOH!!..hiks.."
Mala diam tak menjawab makian Ilam, dia sudah sampai dipintu dan hendak membukanya. Namun suara Ilam membuatnya terhenyak.
"KAMU GATAU ALASAN AKU DEKETIN RITA KARENA APA!!!" jeritnya prustasi.
Dia terduduk dengan infus yang sudah dicabutnya. Tak perduli nyeri yang menjalar diperutnya, bekas jahitan disana nampaknya terbuka.
Darah merembes dari pakaian rumah sakit yang Ilam pakai.
"Memangnya, apa alasan yang bisa kuterima Ilam?" tanya Mala tenang.
Ilam sedikit senang karena Mala kembali bicara padanya. "Kamu gatau kan..hiks..kalau Rita itu-"
"Arghh!!" Mala berbalik segera, dia terkaget mendengar erangan penuh kesakitan dari Ilam.
Ternyata darah merembes semakin banyak. Mau tak mau Mala keluar dan memanggil Dokter disana. Ilam kira, Mala meninggalkannya, dan dia kembali menangis tersedu.
Sampai darah itu menetes kelantai dibawahnya.
"Mala pergi..hiks..huhuu..hiks..Mala tinggalin Ilaaaaamm..hiks..HUAAAAAAAAAA MALA AKU MINTA MAAAAAAAF..HUAAAAAAAA"
Klek.
Tap-tap.
Mala berdecak sebal, dia baru masuk ke dalam kamar Ilam bersama Dokter dan perawat. Dengan kesal dia menyentih dahi Ilam kuat.
Ctak!
Ilam berhenti menangis, dia sesenggukan seraya memandang melas Mala yang menatapnya tajam.
"Tuan Ilam, anda jangan berteriak atau menangis untuk beberapa hari ini, itu berbahaya bagi jahitannya Tuan." ujar Dokternya.
Ilam mengangguk, wajahnya takut-takut melihat Mala. Seram sekali.
"Terima kasih Dokter."
Penanganan untuk luka Ilam hanya sebentar, setelah selesai dan keduanya keluar. Mala kembali duduk ke kursi awal.
"Jelaskan, apa maksudmu soal Rita." perintah Mala.
Ilam yang kini dalam posisi telentang, kepalanya menghadap Mala. Dia bersiap untuk mengatakan hal yang sudah dia ingat kembali.
Mala mendengarkan, dan sesaat setelahnya. Jantung Mala terasa jatuh-sejatuhnya. Wajahnya pucat pasi mendengar ucapan Ilam.
Tangannya berkeringat dingin.
Sial, ini hal yang sama sekali tak terbayangkan olehnya. "Tidak..mungkin.." lirihnya shock.
Setelah ini, masalah dengan Ruta akan segera dimulai.
Dipersilahkan untuk penghuni Kapal RuMal berpegangan erat, karena badai akan segera menerjang mereka.
Dan penghuni kapal karam IlMal, segera naik kembali karena kita akan segera berlayar.
MALA&ILAM-
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possesive Girl. [END]
RomanceDia terlalu mengekangku, aku tak suka. Tapi saat dia mulai memberikanku kebebasan, aku makin tak suka. Dia mulai tak acuh padaku, mulai membiarkanku pergi tanpa dikekangnya lagi. Harusnya aku senang, tapi apa? Hatiku justru meronta ingin dikekang ke...