Ruta yang berusia 17 tahun nampak berjalan dengan tenangnya masuk ke dalam rumah 2 tingkat keluarganya, wajahnya yang tampan walau masih muda pun menambah daya tariknya.
Ruta, memiliki tubuh ramping, rambut hitam pekat yang jatuh, hidung mancung dan mata bulatnya menggemaskan.
"Eh? Kak Rita. Tumben jam segini udah pulang?, biasanya masih stlak-KAKAK!? KOK NANGIS!?" Ruta panik, dia menghampiri Rita yang duduk disofa dengan wajah penuh air matanya.
Rita mendongak, dia menguatkan tangisannya dan memeluk Ruta seketika. "Hiks..kakak..sedih..hiks.." isak Rita memelas.
"Kenapa kak?"
"Kenapa harus kamu yang lahir jadi laki-laki!!" pekiknya tertahan, Rita meremat seragam yang Ruta pakai. Menangis meraung meratapi takdir dia harus menyukai seorang perempuan.
Ruta diam, dia menggeram pelan. "Mulai besok, biar Ruta yang gantiin kakak disekolah. Kakak libur aja, cuma 2 hari aja, Ruta mau lihat cewek kurang ajar mana yang berani bikin kakak nangis." desis Ruta emosi.
Rita masih melanjutkan tangisannya, dia sudah sakit hati dengan kenyataannya, dia dan Mala tak akan pernah bisa bersama.
........
Ruta berdiri didepan cermin kamarnya, dia sudah memakai seragam Rita yang amat pas ditubuhnya. Dia juga memakai wig yang menyerupai rambut Rita.
Sumpelan dada juga dia pakai.
"Aku, bakalan kasih pelajaran buat cewek sialan itu." bisiknya dingin.
.
.
.
Langkah kakinya dibawa menuju koridor sekolah, sangat damai dan tenang sekali. Hanya beberapa orang saja yang berlalu lalang disekitar koridor.Dia merubah raut wajahnya, biasanya Rita disekolah terkenal pendiam. Dan dia mengikuti perannya saat ini.
"Ritaaaaa!" Ruta tersentak, suara manis itu membuat jantungnya berdebar cepat. Dia membeku, kakinya seakan terpaku dilantai.
Derap langkah ringan dari belakangnya semakin dekat, bahkan ketika tepukan pelan dibahunya terasa. Ruta masih terdiam membeku.
"Ah, Rita. Kamu sekelas ama Ilam kan? Aku titip ini ya, soalnya Ilam tadi gak jemput aku." celotehnya cepat.
Napasnya terengah, wajah cantik nya nampak kelelahan, rambutnya bahkan berantakan. Tas bekal ditangan Mala diterima Ruta perlahan.
"E-eh, iya. Nanti aku kasih." bisik Ruta dengan suara rendahnya.
Mala tersenyum lebar. "Makasih yaaa." ujarnya senang, dia hs dak berbalik namun Ruta menahan tangannya.
Membuat Mala kembali berbalik menghadapnya. "Eh? Kenapa Rita?" tanya Mala heran.
Ruta memandang penuh pada Mala, dia menyampirkan rambut panjang Mala ketelinganya. Senyum manis yang Ruta berikan membuat Mala terhenyak.
Bahkan jantungnya berdegup cepat karena kaget. "O-oh, makasih." ujarnya gugup kemudian berlari cepat meninggalkan Ruta
Ruta terdiam, senyum lembut tercetak diwajahnya. Apa..gadis itu yang kakaknya sukai? Ah..wajar saja, wajahnya sangat meneduhkan dan membuat jantung Ruta berdetak cepat.
Nampaknya, Ruta jatuh cinta.
.....
Ruta selalu memandang Mala dari jauh, dia akan mendekati Mala jika ada kesempatan. Sudah 2 hari juga Ruta berperan sebagai Rita.
Dan dia menikmati hal ini.
"Hai, Mala." sapanya saat melihat Mala duduk dikantin sendirian.
Mala mendongak, dia tersenyum lebar, beberapa hari ini Rita sangat ramah padanya. "Hai Rita." sapanya lembut.
Ruta menggigit pipi dalamnya, dia menahan gemas. Tangannya bergerak mengelus rambut Mala dengan gemas "Kok sendirian?" tanya nya ramah seraya duduk disebelah Mala.
"Iya, Ilam lagi sibuk dilapangan." adu Mala sedikit merajuk.
Ruta terkekeh, dia mencubiti pipi Mala dengan gemas. Sampai suatu suara menghancurkan kebahagiaan singkat Ruta.
"Mala cantik! Lo datang ke lapangan dong, gue mau ngomong sesuatu sama lo!"
Benar, hari itu adalah hari dimana Ilam menyatakan cintanya pada Mala, dan memulai hubungan baru mereka sebagai sepasang kekasih.
Ruta ada disana, dia menatap penuh kehancuran disudut lapangan, melihat Mala tersenyum bahagia dipelukan Ilam.
Air mata mengalir dari pelupuk matanya, tangannya mengepal kuat, giginya bergemelatuk dengan wajah yang terlihat mengeras.
"Mala..adalah milikku.." desisnya emosi.
RITA&RUTA—
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possesive Girl. [END]
Storie d'amoreDia terlalu mengekangku, aku tak suka. Tapi saat dia mulai memberikanku kebebasan, aku makin tak suka. Dia mulai tak acuh padaku, mulai membiarkanku pergi tanpa dikekangnya lagi. Harusnya aku senang, tapi apa? Hatiku justru meronta ingin dikekang ke...