Hari ini, Mala akan mendatangi tempat pelatihan Ilam. Dia tak mengabari Ilam terlebih dahulu, dia ingin memberi kejutan pada pria kesayangannya itu.
Ia ingin menebus rasa bersalahnya pada Ilam, karena 2 hari yang lalu sepulangnya mereka dari Mall, Ilam hanya diam dengan mata sembabnya.
Walau hatinya masih sedih, bagaimana tidak sedih, dengan mudahnya Ilam memberikan baju yang Mala beli pada orang lain.
Mala kecewa, namun bukan saatnya dia menghukum Ilam. Ada masa dimana dia akan memberikan Ilam perlajaran yang tak bisa dia lupakan.
"Nona, pakai jaket anda Nona." bisik Bodyguard Mala, usianya 21 tahun. Wajahnya bisa dibilang sangat tampan untuk ukuran Bodyguard.
Dan dia adalah satu-satunya Bodyguard yang boleh berada disebelah Mala. Dia bahkan rela melepas jaketnya dan hanya memakai kaus hitamnya.
Mala tersenyum simpul, dia mengeratkan jaket pemberian Ruta dan menyandar di sandaran kursi.
"Nona, sangat menyukai Tuan Ilam ya?" pertanyaan itu meluncur begitu saja dari sela bibir indah Ruta.
Mala tersenyum simpul, namun dari raut mukanya tersimpan kesedihan serta kekecewaan. "Aku memang menyayanginya, namun jika dia memintaku untuk pergi. Aku akan melakukannya, dan jika saat itu tiba," Mala memandang kearah Ruta.
Dan mengelus pipinya, sejenak Ruta terdiam. Dia masih tak biasa jika Nona mudanya ini melakukan skinship singkat dengannya.
"Maukah, Ruta ikut bersamaku?" ajunya lembut.
Ruta, tanpa perlu menunggu lama dia langsung mengangguk. Dia akan ikut kemanapun Mala pergi, karena dia adalah bayangan Mala. "Tentu saja, Ruta akan mengikuti kemanapun Nona pergi." bisiknya patuh.
Mala mengangguk puas, dia kembali menonton latihan Ilam. Senyum penuh cinta tercipta diwajahnya, melihat bagaimana indahnya tubuh Ilam meliuk dilapangan es.
Ruta melirik senyum indah itu, dia berharap suatu saat senyum itu disebabkan olehnya.
Jujur, Ruta memang menyukai Mala, namun dia sadar akan kastanya. Hanya berada disebelah Mala dan menjaganya saja sudah membuat Ruta senang.
Karena, Cinta tak selamanya harus memiliki. Terkadang menjaganya dan menjadi bayangannya lebih baik ketimbang mengungkapkannya.
Ditempat Ilam saat ini, dia berlatih dengan tak semangat. Masih teringat kejadian dimana Mala bersedih karena dia membuang pakaian pemberian Mala.
"ILAM! FOKUSLAH!" Ilam tersentak, dia menggerutu sebal dan mulai meliukan tubuhnya kembali. Dia latihan bukan untuk lomba, hanya sekedar mempertajam bakatnya saja.
"Apa, aku terlalu jahat ya?" bisiknya sendiri.
Ilam tak tau, hanya saja dia masih tak bisa menerima perhatian berlebihan dari Mala. Sejak dia menjadi kekasih Mala 3 bulan silam, kepossesivan dan perhatian Mala membuat Ilam risih.
Bruk!
Ilam terduduk saat kakinya tak sengaja selip, dia menghela napas lesu, benar. Bukannya lebih baik Ilam putus saja dari Mala?.
Dia bisa bebas, dan tak akan ada kekangan lagi. "Huft, aku memang tak menyukainya. Namun..dia terlalu baik." lirih Ilam seraya berusaha bangkit dari duduknya.
Sebelum sebuah tangan putih nan ramping terjulur kedepannya. Ilam mendongak, ekspresinya langsung berubah "Mala? Kenapa kamu.." Mala diam.
Dia meraih tangan Ilam dan menariknya agar berdiri. Sesaat mereka terhuyung pelan, dengan sigap Ruta menahan pinggang Mala agar tak jatuh.
"Hati-hati, Nona." ujarnya khawatir.
Mala terkekeh pelan "Iya Ruta." jawabnya.
Ilam diam, dia melihat interaksi Mala dan Ruta. Dadanya berdenyut nyeri, namun dia tak mau menunjukan jika dia cemburu.
Mala bisa besar kepala nantinya. "Awas, kamu ngapain disini?" tanya Ilam tak suka seraya melepas genggaman Mala.
Mala tersenyum lembut "Aku cuma mau lihat kamu latihan." jawabnya halus.
Ilam mendengus, dia bergerak menjauhi Mala dan Ruta, yang memandanginya dengan tatapan berbeda. "Kau lihat Ruta, dia bahkan tak merasa cemburu." lirih Mala.
Ruta diam, dia merangkul bahu Mala dan memeluknya. "Jangan sedih, Nona." bisiknya menenangkan Mala.
Dan kejadian itu, dilihat Ilam dari sisi lain lapangan. "Ck." menyebalkan.
RUTA—
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possesive Girl. [END]
RomanceDia terlalu mengekangku, aku tak suka. Tapi saat dia mulai memberikanku kebebasan, aku makin tak suka. Dia mulai tak acuh padaku, mulai membiarkanku pergi tanpa dikekangnya lagi. Harusnya aku senang, tapi apa? Hatiku justru meronta ingin dikekang ke...