Selamat pagi!!!!!!
.
.
.
.
."Mas Jeffreyan!"
"Mas Rey!"
"Jeffreyan Adi Gunawan, bangun gak?!" Kirana menarik selimut yang menggulung tubuh Jeffreyan, memukul-mukul tubuh suaminya agar bangun dari tidurnya. Meski sudah diteriaki berulang kali, Jeffreyan tak bergerak sama sekali dari posisinya. Dia masih terlelap tidur, padahal suara Kirana benar-benar berisik hingga membuat Khai ikut terbangun dan kini bayi berumur sembilan bulan itu terduduk di boxnya sambil mengusap-ngusap matanya dengan jarinya yang kecil.
"Mas bangun dulu dong!" Kirana menjepit hidung Jeffreyan hingga suaminya terbatuk-batuk karena kesulitan bernapas.
Jeffreyan terbangun, dia menyingkirkan tangan Kirana dari hidungnya. "Mam apasih? Kamu mau bunuh aku apa gimana?" tanya Jeffreyan sewot.
Kirana melemparkan sebuah benda yang langsung ditangkap oleh tangan Jeffreyan. Benda tipis berwarna biru putih dengan dua garis merah di ujungnya, biasa disebut testpack atau alat tes kehamilan. "Mas Rey kok bisa sih kamu kecolongan gini??" tanya Kirana frustasi, dia mendudukan bokongnya di samping Jeffreyan.
"Hamil?" tanya Jeffreyan bingung.
"Ya kamu lihat aja itu. Garis merahnya dua." Kirana berdecak. "Kamu tuh gimana sih mainnya?! Katanya udah berpengalaman, kenapa masih bisa kebablasan gini? Bahkan Adek umurnya belum genap sepuluh bulan. Masa udah mau punya adek lagi?"
"Ah aku kesel banget sama kamu!" Kirana kembali memukuli tubuh Jeffreyan, kali ini menggunakan guling.
"Aduh Mam berhenti, adek lihat tuh. Nanti dicontoh gimana?" Jeffreyan menahan tangan Kirana yang masih berusaha untuk memukulinya. "Udah ya sayang. Nanti kita ke Arjun, periksa. Kamu bener hamil atau enggak, bisa aja kan hasil testpacknya salah?"
"Kalau bener gimana?!" Kirana menarik tangannya dari Jeffreyan, lalu menutupi wajahnya sendiri dan mulai menangis.
"Eh kok nangis Mam?" Jeffreyan menggaruk kepalanya, bingung apa yang harus dilakukan. Dirinyapun tak menyangka jika paginya akan diawali dengan melihat testpack bergaris dua merah dan omelan istrinya. Belum lagi Khai di boxnya mulai ikut menangis. Pening kepala pria itu dibuatnya. Langkah pertama yang Jeffreyan ambil adalah turun dari ranjang dan mengambil Khai, menepuk-nepuk pelan punggung putrinya agar berhenti menangis. "Eh anak cantik Ayah gak boleh nangis. Khai mau apa nak?"
"Mas Rey aku sebel bangeeeeeet pokoknya!" Kirana kembali melemparkan bantal ke punggung Jeffreyan. Sungguh, melihat sosok Jeffreyan di depannya membuat Kirana ingin terus memaki atau menghajar suaminya. Kirana benar-benar belum siap jika harus kembali mengandung untuk saat ini. Alasan terbesarnya adalah karena Khai. Setelah Khai lahir, Jeffreyan dan Kirana sering membahas perihal anak. Mereka sepakat dan berkomitmen untuk tidak memiliki anak lagi sampai Khai duduk di bangku sekolah dasar. Sayangnya Kirana mulai meragukan kesepakatan tersebut sejak dua minggu yang lalu, tepatnya saat dia mulai merasakan gejala pusing, cepat lelah, moodnya mudah berubah, dan yang pasti bentuk tubuhnya yang terlihat semakin berisi. Padahal saat itu Kirana tengah menjalankan program menurunkan berat badan pasca kelahiran Khai. Namun yang terjadi berat badannya semakin bertambah bersamaan dengan dirinya yang sudah telat datang bulan. Mendapati itu semua, pikiran Kirana langsung tertuju pada satu hal, jika dirinya kembali mengandung.
"Huaaaa," tangis Khai semakin jadi melihat Kirana yang juga menangis.
Jeffreyan menghampiri Kirana. "Mam, nanti dulu ya nangisnya. Kasih adek asi dulu aja gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Remind Me (END✔)
Fanfiction[Season 2 dari Nikah, Yuk!]Takdir mempertemukan Kirana dengan sosok pria yang mirip dengan mendiang suaminya