41. Pengakuan Sebenarnya (Kirana Pov)

1.9K 344 127
                                    

WARNING! AKAN ADA🔞
.
.
.
.
.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, Mas Jeffreyan belum juga masuk ke dalam kamar setelah makan malam bersama tadi. Entah apa yang sedang dilakukannya di luar kamar, mungkin memberi makan ikan-ikan kesayangannya yang berada di akuarium besar di ruang tamu. Ngomong-ngomong, hari ini adalah tepat seminggu setelah Mas Jeffreyan membentakku di parkiran mobil mal. Sikapnya kepadaku tidak ada yang berubah, justru Mas Jeffreyan semakin baik setiap harinya. Harusnya aku senang dengan sikapnya yang demikian, tapi ini malah sebaliknya. Aku merasa semakin jauh dengan Mas Jeffreyan meski kami tinggal di satu atap, bahkan tidur di ranjang yang sama. Benar Mas Jeffreyan merawatku dengan baik, hanya saja aku merasa ada tembok pembatas tak kasat mata yang kini tercipta di antaraku dan suamiku.

Kulihat ke arah pintu saat mendengar benda panjang itu berderit, Mas Jeffreyan masuk ke dalam kamar sambil membawa segelas susu coklat di tangannya. "Tadi kamu makannya dikit, sekarang minum ya susunya." Mas Jeffreyan menyodorkan gelas tersebut kepadaku. Aku menggeleng, menolak permintannya. Perutku mual, calon anakku yang satu ini terlalu rewel, mungkin karena salahku juga yang akhir-akhir ini terlalu banyak pikiran sehingga mempengaruhinya. Mas Jeffreyan menghela napas, dia duduk di sampingku. "Sedikit aja gak apa-apa Ran. Tadi kamu cuma makan tiga suap lho." Mas Rey mencoba membujukku.

"Aku mual Mas," kataku.

"Makin mual kalau perut kamu kosong."

"Aku mau biskuit aja," pintaku.

Mas Jeffreyan mengangguk paham. Dia keluar kamar untuk mengambil biskuit ibu hamil yang memang selalu ada di rumah semenjak aku mengandung. Bukan aku sendiri yang membelinya, melainkan Mas Jeffreyan. Pria itu selalu memastikan jika kebutuhan nutrisiku dan calon anak kami tidak kurang sedikitpun. Tak berapa lama, Mas Jeffreyan kembali dengan setoples biskuit. "Jangan cuma satu makannya," ujar Mas Jeffreyan seraya menyerahkan toples itu kepadaku.

Aku mengambil biskuitnya, mengunyahnya dengan terpaksa dan berusaha untuk tidak memuntahkannya. Setelah biskuit ketiga habis, aku berhenti makan. Kututup kembali toplesnya dan kuberikan pada Mas Jeffreyan. "Susunya ya sedikit." Mas Jeffreyan masih membujuk, dengan terpaksa aku meminumnya walau tak banyak. Beruntung aku tidak memuntahkannya kali ini. "Sekarang kamu tidur gih, ibu hamil gak boleh keseringan begadang. Tapi kalau begadangnya karena ulah aku sih gak apa-apa," canda Mas Jeffreyan, aku hanya tersenyum tipis. Entah ini hanya sekedar perasaanku saja atau bukan, tetapi Mas Jeffreyan seperti tidak selepas biasanya ketika melemparkan lelucon tersebut.

"Kamu mau ke mana?" tanyaku melihat Mas Jeffreyan yang bangun dari duduknya.

"Mau taruh toples sama susunya ke dapur."

"Besok pagi aja, sekarang kamu tidur dulu."

Tanpa melakukan perlawanan atau penolakan, Mas Jeffreyan kembali duduk lalu berbaring di ranjang. Dia juga menyuruhku untuk segera tidur. Aku berbaring menghadap Mas Jeffreyan, dan kupejamkan mata saat tangan suamiku mulai mengusap perutku seperti yang biasa dia lakukan sebelum kami tidur. Lima belas menit kemudian, kurasakan usapan itu berhenti. Aku kembali membuka mata, dan menemukan Mas Jeffreyan sudah tertidur dengan posisi memunggungiku. Aku menelan ludah sendiri, merasa sedikit sedih. Semenjak kembalinya aku ke rumah ini lima hari yang lalu, Mas Jeffreyan tidak pernah lagi tidur sambil memelukku. Aku selalu menemukannya tidur dengan posisi memunggungiku. Hal ini pulalah yang membuatku berpikir jika ada tembok tak terlihat yang membatasi diriku dan Mas Jeffreyan.

Remind Me (END✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang