Ada yang nunggu revisian cerita ini nggak?
Kalau iya, jangan lupa vote dan komen, ya.
Follow juga akun wattpad aku.
Happy reading!!!
***
"Mau ke mana?" tanya Mami ketika melihat Arkana sudah berdandan rapi. Padahal ini masih pagi. Biasanya Arkana lebih suka menghabiskan weekend dengan bermalas-malasan seharian.
"Main, Mi."
"Sama siapa?" Mami bertanya lagi seolah menginterogasi. Beliau hanya ingin memastikan Arkana tidak keluyuran jauh.
"Sama Echa. Cuman nongkrong ke kafe."
"Oh, mau kencan ternyata." Mami langsung paham acara ala-ala anak remaja. Arkana hanya membalasnya dengan senyuman. "Hati-hati, ya."
"Iya, Mi. Siap."
Setelah menyalami punggung tangan Mami, Arkana mencium pipi kanan Mami dan memeluknya singkat. Tumben sekali anak itu mau mencium pipi Mami. Biasanya Arkana gengsi karena merasa bukan anak kecil lagi. Mami jadi gemas sendiri dengan anak bungsunya. Apalagi semenjak dinyatakan sembuh dari penyakit mengerikan itu, Arkana kembali menjadi anak remaja yang malu apabila berpelukan dengan maminya. Namun, pagi ini berbeda. Mami pun senang dipeluk anak bungsunya meski hanya singkat.
"Arkana sayang Mami. Sayang banget," lirih Arkana tiba-tiba. Mami jadi heran dua kali lipat anaknya bisa semanis ini.
"Kamu tumben banget sih nyium mami, peluk mami, terus bilang sayang juga. Kayaknya terakhir kali kamu bilang sayang Mami waktu masih sakit."
Arkana tersenyum lagi. "Mulai sekarang aku nggak akan gengsi bilang sayang ke Mami, Papi maupun Kak Rara. Selama masih dikasih kesempatan buat bilang sayang, kenapa enggak. Iya, kan?"
"Kok bilangnya gitu?"
"Kenapa emangnya, Mi? Ada yang aneh?" tanya Arkana balik.
"Iya. Mami jadi takut kamu bilang gitu. Kamu sakit?" Mami mulai mencurigai sesuatu dari gelagat aneh Arkana.
Arkana terdiam sejenak. Ternyata sekuat itu perasaan seorang ibu. Cowok itu masih ragu menceritakan tentang beberapa benjolan yang tumbuh lagi di tubuhnya. Arkana akan mencari waktu yang tepat untuk bilang yang sejujurnya pada Mami bahwa kemungkinan penyakitnya kambuh. Arkana hanya tidak ingin melihat Mami bersedih lagi. Arkana belum siap membuat kedua orang tuanya kesusahan lagi gara-gara penyakitnya.
"Enggak kok, Mi," jawab Arkana disertai gelengan kepala.
"Beneran?" tanya Mami sekali lagi untuk memastikan.
"Iya, Mami. Aku baik-baik aja. Kalau gitu aku berangkat dulu ya, Mi."
"Iya. Pulangnya jangan malem-malem."
"Siap, Mi."
Arkana mengendarai motornya menuju rumah Echa. Tak lupa membawa paper bag berisi cokelat dan jepit rambut berbentuk kupu-kupu untuk Echa. Sesampainya di depan pagar rumah Echa, Arkana melihat mamanya Echa sedang menyiram tanaman. Arkana turun dari motor untuk menyalami mamanya Echa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Memories of Arkana
Teen FictionArkana punya banyak harapan yang ingin diwujudkan, yaitu bisa dekat dengan Echa, bisa berdamai dengan kakaknya dan ingin bahagia. Namun, takdir seolah mempermainkan kehidupannya, menguji kesabarannya dan terkadang membuatnya merasa terjatuh. Akankah...