10. Pengakuan

725 84 0
                                    

Holaaa!!!

Aku update nih. Buat nemenin malem jumat kalian. Semoga terhibur ya.

Jangan lupa klik vote dan comment. Jangan lupa follow akun wattpadku. 

Happy reading...

🌺🌺🌺














"Saya bukan Tuhan, Na. Meski saya bilang umur tidak akan lama, tapi segala sesuatunya tetap Tuhan yang menentukan. Yang tahu umur secara pasti hanya Tuhan. Makanya kamu jangan berhenti berdoa buat kesembuhan kamu. You're not alone. You have God that always beside you. Don't worry, Arkana. You are strong."

"Makasih, Dok," balas Arkana ramah. Dia melempar senyum di bibir pucatnya untuk Dokter Fariz.

"Sama-sama. Kamu jangan pernah berhenti berharap buat sembuh. Tuhan Maha Mendengar doa hambanya."

"Iya, Dok. Saya percaya, kok." Arkana mengembangkan senyumnnya lagi. "Oh iya, saya nanti berapa jam duduk di sini, Dok?"

"Mungkin sekitar 6 jam. Kalau bosan kamu bisa tidur kok, Arkana. Bisa main game juga."

"Iya, Dok. Lagian bentar lagi Mami ke sini."

"Oke. Kalau gitu saya keluar dulu ya, Arkana. Mau visite ke pasien lain."

"Iya, Dok. Sekali lagi makasih."

Kini Arkana mulai bosan hanya duduk sambil menunggu kemoterapinya selesai. Cowok itu lalu membuka ponselnya. Group chat kelasnya ramai dengan keluhan anak-anak X MIPA 1 yang akan ulangan harian matematika wajib, fisika sekaligus kimia dalam hari yang sama. Damar dan Dendi juga mengeluhkan ketidakhadiran Arkana di sekolah karena tidak ada yang bisa memberikan mereka contekan. Keduanya juga tidak bisa mengandalkan Revan karena cowok itu lebih pelit daripada Arkana, meski kepintarannya masih dibawah Arkana dan Echa. Kegalauan Damar dan Dendi tanpa sadar justru menghibur Arkana. Cowok itu terkekeh membaca cuitan Damar dan Dendi di group chat kelas.

"Nah, gitung dong senyum." Suara Mami tiba-tiba menginterupsi Arkana. Wanita paruh baya itu duduk kursi kecil di samping Arkana.

"Ini nih teman-teman Arkana pada bikin ngakak, Mi."

"Bagus dong, Na. Apa Mami suruh Revan, Damar dan Dendi ke sini buat menghibur kamu?"

"Jangan, Mi! Mereka belum tahu Arkana sakit apa. Arkana cuma nggak mau dikasihani mereka," sahut Arkana. Lalu mengenmbuskan napas berat. Masih belum siap memberitahukan ke teman-temannya. Arkana tentu butuh waktu untuk bisa terbuka.

"Hmm, ya udah. Mami hargai keputusan kamu, tapi kalau nanti teman-teman kamu ke sini gimana?"

Arkana membulatkan matanya. "Emangnya mereka mau ke sini?"

"Tadi waktu Mami ke sekolah kamu buat nganterin surat izin, Mami ketemu Revan. Terus dia nanyain kamu."

"Terus Mami bilang apa?" tanya Arkana penasaran.

"Ya, mami bilang kamu dirawat di sini."

"Mami bilang kalau Arkana sakit kanker ke Revan?"

Mami menggeleng. "Enggak. Mami bilang ke dia kalau kamu kecapean aja."

Arkana mengembuskan napas lega. "Makasih ya, Mi."

"Sama-sama, Na."

"Na, tadi mami udah telepon kakak kamu, tapi dia masih belum bisa jenguk kamu katanya. Kuliahnya Rara sampe sore, terus ada kegiatan ngelab juga sampe malem katanya," jelas Mami. Ada rasa bersalah di setiap untaian nada itu. Mami merasa bersalah karena tidak bisa membujuk Rara untuk menjenguk adiknya meski hanya sebentar.

The Memories of ArkanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang