WARNING!
SEBELUM MEMBACA CERITA INI TOLONG PERHATIKAN INI:
1. KLIK VOTE
2. BERIKAN KOMEN
3. FOLLOW AKUN WATTPAD AUTHOR
KALAU NGGAK MAU VOTE, KOMEN DAN FOLLOW, AKU NGGAK JANJI BISA UPDATE CEPET.
Happy reading...
🌻🌻🌻
Arkana bisa menghirup napas lega setelah mimisannya berhenti. Untung Elang langsung sigap memanggil dokter tadi. Kini Arkana berbaring ditemani Elang yang duduk di kursi. Elang menarik selimut Arkana sebatas dada. Cowok itu menatap Arkana prihatin. Tidak menyangka adik kelasnya itu harus menanggung penyakit ini.
"Bang, maaf ya jadi ngerepotin."
"Enggak, kok. Santai aja."
"Nggak tahu tadi kalau Bang Elang nggak datang. Bisa-bisa kehabisan darah, nih."
"Ah, enggak. Dokter Fariz bilang lo mimisan karena efek kemo, kan. Jadinya rentan infeksi. Udah gitu lo di ruangan ber-AC gini nggak pake jaket."
"Jaketnya gue pinjemin ke Echa, Bang."
"Yaelah ternyata. Demi pacar sampe segitunya. Mengorbankan diri sendiri buat pacar."
"Kayak Bang Elang nggak aja. Bang Elang kan diem-diem bucin sama Kak Viona."
"Elo sakit masih bisa nyolot ya, Na." Elang terkikik. "Tadi gue ke sini buat nganterin ini ke lo." Elang menyerahkan paper bag berisi album foto kepada Arkana.
"Album foto?"
"Iya. Anak-anak OSIS sengaja nyetak foto-foto mereka sama lo selama di OSIS. Adanya album ini biar lo nggak merasa kesepian di rumah sakit. Terus itu ada syal juga dari anak-anak OSIS. Kalau lo kedinginan bisa dipake."
"Makasih ya, Bang. Padahal gue udah lumayan lama nggak aktif di OSIS. Jadi sungkan."
"Nggak apa-apa. Lo itu tetep anak OSIS. Tetep menjadi anggota keluarga besar OSIS."
"Sekali lagi makasih ya, Bang."
"Sama-sama."
"Katanya Revan mau daftar jadi ketos. Beneran, Bang?"
"Iya. Gue yang nyuruh dia juga. Soalnya dia punya potensi. Kerjanya di OSIS selama ini bagus."
"Dia akhir-akhir ini jarang jengukin gue di sini, Bang. Di chat nggak dibales. Ditelepon juga nggak diangkat. Kenapa ya dia?"
"Sibuk paling. Kan mau pencalonan ketos."
"Semoga emang sibuk." Arkana melepas napas pelan. Arkana berharap segera bisa keluar dari rumah sakit agar bisa bertemu dengan Revan di sekolah. Arkana masih ingin menuntut penjelasan pada Revan kenapa akhir-akhir ini menghilang.
***
Seminggu kemudian akhirnya Arkana diperbolehkan pulang. Arkana sudah bisa berjalan kembali meski masih pelan dan tertatih. Arkanan pulang ke rumah kemarin, tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-17. Hari ini Mami dan Papi bilang akan ada perayaan kecil-kecilan untuk ulang tahunnya. Arkana sangat antusias saat Mami menjemput Rara. Arkana rindu bisa berkumpul dengan keluarganya. Sungguh Arkana sudah lama menantikan momen-momen seperti ini.
"Kak Rara!" sapa Arkana ketika melihat Rara berjalan melewati ruang tengah. "Hai, Kak. Lama nggak ketemu, ya."
Rara melirik Arkana dengan tatapan datar. Padahal Arkana menyambutnya dengan senyum lebar nan ramah yang terkembang di bibir pucatnya. Arkana juga masih ingat siapa yang mendonorkan darahnya di saat dia masuk IGD sebulan yang lalu. Tentu saja Rara yang berbaik hati mau mendonorkan darahnya. Rara yang telah menyelamatkan nyawanya. Sementara itu, Rara heran adiknya masih bisa tersenyum di saat hidupnya divonis tidak akan lama lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Memories of Arkana
Teen FictionArkana punya banyak harapan yang ingin diwujudkan, yaitu bisa dekat dengan Echa, bisa berdamai dengan kakaknya dan ingin bahagia. Namun, takdir seolah mempermainkan kehidupannya, menguji kesabarannya dan terkadang membuatnya merasa terjatuh. Akankah...