Hello, guys. Aku update lagi ya.
Jangan lupa vote dan komen yes. Aku tunggu lho....
Jangan lupa follow akun wattpadku.
🌻🌻🌻
Echa membuka surat itu setibanya di rumah. Surat yang ditulis di kertas warna pink dilipat berbentuk hati itu dibukanya pelan. Terlihat deretan aksara yang ditulis Arkana dengan pulpen warna biru. Ada wangi vanilla menguar ketika kertas surat itu dibuka. Arkana niat sekali menulis surat ini sepertinya. Mata Echa berair saat membaca isi surat itu.
Dear: Echa pacarku
Sayang, maaf ya aku nggak ngasih kabar ke kamu karena HP aku lowbat dan charger-nya ketinggalan di rumah waktu aku dilarikan ke RS. Aku cuma bisa nulis surat ini buat kamu sebelum dioperasi. Iya, aku bakal dioperasi karena kankernya balik lagi ke badan aku, Cha. By the way, kamu jangan khawatir. Aku baik-baik aja, Cha. Aku janji bakal segera bangun setelah operasi. Aku akan berusaha buat kembali ke sekolah lagi biar bisa ketemu kamu. Sumpah, Demi Tuhan, aku sayang Echa. Makasih udah hadir ke dunia ini untuk bikin aku tersenyum bahagia, Echa. Makasih udah jadi pacar terbaiknya Arkana Dwirama Hanandika.
Salam sayang,
Arkana ganteng
Echa mendekap surat itu lagi. Perasaannya campur aduk antara sedih dan bahagia. Sedih karena Arkana harus berjuang lagi melawan kanker, dan bahagia karena ia tahu betapa Arkana menyayanginya. Rasa bencinya kepada Arkana dulu menyublim begitu saja tergantikan rasa sayang yang mendalam. Arkana bukan lagi saingannya, tapi Arkana adalah orang yang sangat berharga di dalam hidupnya.
Echa menyelipkan surat itu ke dalam bindernya. Ia akan menyimpannya baik-baik, seperti sosok Arkana yang tersimpan rapi di dalam hatinya. Echa membuku lock screen ponselnya. Ia membuka fotonya bersama Arkana saat kencan. Mereka memang sempat berfoto di photo box sebelum nonton. Terlihat wajah Arkana yang tersenyum bahagia. Satu hal yang disadari Echa, sesakit apa pun Arkana, ia tidak pernah menampakkan kesedihannya di depan Echa. Arkana selalu tersenyum dan selalu bisa menghiburnya kapan pun, tentunya dengan gombalan-gombalan receh yang sangat monoton. Namun, justru itulah yang disukai Echa. Arkana selalu menebar hawa positif. Echa yang dulu gampang emosian saja sekarang jadi lebih bisa mengontrol emosi setelah bersama Arkana.
"Semoga kamu lekas sehat ya, Na," gumam Echa sebelum memejamkan matanya di malam penuh kerinduan akan sosok Arkana ini.
Belum sempat tidur pulas, dering ponsel di meja belajar membuat Echa terbangun. Rupanya ada telepon dari Revan. Kalau telepon begini biasanya ada yang penting. Pasalnya Revan bukan tipe orang yang suka menelepon kalau tidak ada sesuatu yang penting.
"Halo, Van. Kenapa?"
"Arkana, Cha."
"Arkana kenapa? Terjadi sesuatu sama dia?"
"Barusan nyokapnya ngabarin gue kalau Arkana udah sadar."
"Serius?" tanya Echa dengan sejuta perasaan lega yang membumbung ke udara.
"Iya, Cha. Cuma sekarang masih ruang ICU. Kalau besok udah membaik, kemungkinan bakal dipindah ke kamar rawat biasanya."
"Alhamdulillah. Gue seneng abnget, Van."
"Besok pulang sekolah mau gue anterin jenguk Arkana?" tawar Revan dari telepon.
"Boleh, Van. Tolong anterin gue, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Memories of Arkana
Teen FictionArkana punya banyak harapan yang ingin diwujudkan, yaitu bisa dekat dengan Echa, bisa berdamai dengan kakaknya dan ingin bahagia. Namun, takdir seolah mempermainkan kehidupannya, menguji kesabarannya dan terkadang membuatnya merasa terjatuh. Akankah...