35. Obrolan Selepas Hujan

601 62 2
                                    

Hai readers!!!


Gimana rasanya dapet notif cerita ini?

Maaf baru sempet update revisian cerita ini.

Jangan lupa vote dan comment!

Happy reading...

🍓🍓🍓





Aroma segar tanah basah selepas hujan menggelitik indera penciuman Arkana ketika remaja itu dibawa oleh Rega menikmati udara segar di pinggir taman rumah sakit. Tadi dokter memperbolehkannya mencari udara segar sebentar karena kondisinya semakin membaik. Belakangan ini memang kondisi Arkana sering naik-turun. Beruntung hari ini ia merasa lebih baik. Raut mukanya juga lebih cerah.

"Dingin nggak, Na?" tanya Rega takut Arkana kedinginan karena angin luar berhembus cukup kencang setelah hujan di sore hari ini.

"Nggak kok, Bang. Kan udah pake jaket."

"Oke, kalau dingin bilang ya, Na." Rega lantas menghentikan laju kursi roda yang ditempati Arkana di pinggir taman. Meski kondisinya sudah berangsur membaik, tapi Arkana belum kuat berjalan sendiri. Ke kamar mandi pun ia harus dipapah Mami atau Papi.

"Seger banget udaranya, Bang."

"Iya, Na. Apalagi abis hujan gini. Syahdu banget," balas Rega yang kini berdiri di samping kursi roda Arkana.

"Bang?"

"Iya. Kenapa?"

"Bang Rega kenapa pengin jadi dokter?" tanya Arkana penasaran.

"Udah cita-cita dari kecil, Na."

"Aku kira karena Bang Rega itu anaknya dokter. Jadi akhirnya disuruh jadi dokter juga."

"Faktor background keluarga juga ada, Na. Tapi sebenarnya karena seseorang juga sih. Cuman gara-gara aku terlalu ambis sama cita-cita itu, kakak kamu minta putus." Rega menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Bodohnya kenapa dia harus curhat pada Arkana.

Arkana meresponnya dengan kekehan pelan. "Kak Rara itu orangnya keras dari luarnya aja, Bang. Dalemnya sih lembut."

"Iya. Abang paham, kok."

"Random banget emang Kak Rara itu. Aku aja sering debat sama Kak Rara." Ganti Arkana yang malah curhat. "Malah kadang aku ngerasa lebih akrab sama Bang Rega daripada sama Kak Rara. Padahal aku yang saudara kandungnya Kak Rara."

"Nggak apa-apa, Na. Anggep aja abang kayak kakak kandung kamu sendiri. Elang juga kayak gitu."

"Bang Elang? Emangnya...."

Rega mengangguk. "Actually, we are not siblings. I think you need to know that I want to be a doctor because of Elang and you."

"Why?"

"Elang punya masa lalu yang kelam dengan orang tua kandungnya. Dia anak korban perceraian dan KDRT. Waktu itu abang nemuin dia babak belur gara-gara dipukulin ayah kandungnya. Udah gitu dia ditinggal ibu kandungnya. Elang sempat sempat trauma. Yang paling parah dia kena gangguan kecemasan. Saat itu Abang nggak tega lihat dia kayak gitu. Semenjak itu timbul keinginan buat melindungi Elang. Salah satunya dengan jadi dokter."

Arkana mengangguk mengerti. "Pasti nanti Bang Rega pengen jadi psikiater kayak papanya Bang Rega."

"No, I prefer to be an internist."

"Kenapa, Bang?"

"Karena aku pengen mendalami bidang onkologi. Pengen bantu penderita kanker seperti kamu untuk berjuang biar bisa sembuh. Mungkin ini alasan klasik, tapi niat abang emang gitu. Abang udah punya niat lanjut spesialis penyakit dalam karena kamu."

The Memories of ArkanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang