Holaaaa!!!!
Siapa yang nungguin aku up cerita ini?
Hayooo ngaku!Jangan lupa vote, komen dan follow!
☘️☘️☘️
Arkana memasukkan buku-buku pelajarannya ke dalam tas. Hari ini Arkana sudah memutuskan untuk tetap pergi ke sekolah. Sudah terlalu lama Arkana tidak masuk sekolah, pastinya banyak hal yang terlewatkan selain pelajaran. Untuk pelajaran mungkin Arkana masih bisa mengejar ketertinggalan karena otaknya tergolong encer dan Arkana ikut bimbel online, tapi untuk momen indah bersama teman-temannya, ia banyak melewatkannya. Anak seusia Arkana harusnya menikmati masa-masa SMA yang dianggap masa paling indah. Namun, Arkana tidak bisa sepenuhnya menikmati masa SMA-nya, dia harus berjuang melawan penyakitnya di saat teman-temannya mengukir banyak kenangan di indah di masa remaja mereka.
Arkana berjalan pelan dan tertatih menuju kelasnya. Sialnya, kelasnya berada di lantai 2. Arkana harus berjuang lebih keras menaiki tangga. Satu per satu anak tangga diinjak pelan oleh Arkana. Tangannya berpegangan erat pada pegangan tangga. Arkana harus berhati-hati agar tidak jatuh. Bisa gawat kalau jatuh, bisa merepotkan banyak orang. Beberapa anak yang lewat tangga menyalip Arkana, tapi tidak ada satu pun diantara mereka yang mau membantu Arkana. Mereka hanya menatap Arkana dengan tampang penuh kepo. Ada sedikit rasa kecewa di dalam benak Arkana. Saat dia sehat banyak yang mendekatinya, entah minta diajari matematika atau pun pinjam buku catatan. Namun, saat dia sakit, mereka tidak mempedulikan.
“Ayo, aku bantu.”
Arkana menoleh ke samping. Echa berdiri di sampingnya sambil tersenyum. Ada perasaan lega saat Echa dengan senang hati mau membantunya naik ke lantai 2. Echa memapah Arkana. Satu tangan Arkana mengalung di pundak Echa. Meski agak membungkuk karena Echa lebih pendek, tapi Arkana sangat terbantu. Mereka berjalan pelan berdampingan menaiki satu per satu anak tangga. Beberapa anak melihat adegan itu. Arkana jadi merasa aneh jadi pusat perhatian.
"Makasih, ya. Nggak nyangka bakal ketemu kamu di tangga, Cha.”
“Sama-sama.”
“Kamu nggak takut telat? Bentar lagi masuk, lho.”
“Enggak. Santai aja. Lagian guru-guru udah paham sama kondisi kamu. Jadi, nggak ada salahnya kan saling membantu.”
“Tapi … aku udah banyak ngerepotin kamu.” Arkana mengatakannya dengan nada penuh rasa bersalah.
“Enggak kok, Na. Aku bantuin kamu, bonusnya pahala. Kamu tenang aja.”
“Oke. Makasih sekali lagi. Seneng deh punya pacar perhatian kayak kamu.”
Arkana dan Echa tiba di kelas tepat saat bel masuk berbunyi. Arkana melepaskan tangannya di pundak Echa, lalu berjalan sendiri tertatih menuju bangkunya di belakang. Seperti sebelumnya, teman-temannya banyak yang menatapnya prihatin dan ingin kepo. Jujur saja Arkana agak aneh dikasihani orang lain, tapi dia tidak mau ambil pusing. Toh, memang keadaannya sedang sakit.
“Welcome back, Bro!” teriak Damar menggebu, membuat Arkana berhenti diantara Damar dan Dendi. Kedua cowok itu menggandeng tangan Arkana kanan-kiri.
“Alhamdulillah, udah masuk lagi. Gue kangen nyontek lo, Na.” Dendi mengusap-usap punggung Arkana. Ketiganya lantas melakukan high five.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Memories of Arkana
Teen FictionArkana punya banyak harapan yang ingin diwujudkan, yaitu bisa dekat dengan Echa, bisa berdamai dengan kakaknya dan ingin bahagia. Namun, takdir seolah mempermainkan kehidupannya, menguji kesabarannya dan terkadang membuatnya merasa terjatuh. Akankah...