Chika menghapus air matanya kasar, menghampiri dua orang yang sama sama berharga dihidupnya.
" udah yah, udah malem, ara kamu masuk dulu nanti aku susul kamu " ucap chika pelan, chika harus bersikap hati hati tidak ingin mematahkan hati diantara keduanya.
" tapi ica, a-" ucapan ara terpotong karena usapan lembut yang chika berikan di pipi kanannya
Chika tersenyum, manis sekali " jangan lama lama " ucap ara membuat chika mengangguk mengiyakan. Memperhatikan punggung ara yang sedang berjalan kedalam.
Chika menoleh kearah vivi " makasih yah drun " vivi mengangguk pelan, chika mengusap sudut bibir vivi yang mengeluarkan darah
" sakit ? " tanya chika
Vivi menggeleng semar " engga ko, gini doang " ucap vivi membuat chika tersenyum.
" pulang gih " ucap chika kepada vivi
" ngusir ? "
" iya drun gua ngusir lu "
" kurang ajar "
" mau nginep aja ? " tawa chika
Vivi menggeleng " engga, selesain masalahnya sama tuh bocah sebelum gua pukul lagi "
" iya bawel deh "
" yaudah gua pulang yah " chika mengangguk
" balik yah, bye " ucap vivi lalu mengusap kepala chika, lalu pergi meninggalkan chika yang masih mematung karena ulah vivi.
" jangan terlalu baik, kasian hati gua jadi bimbang " ucap chika kepada vivi yang pasti tidak mendengar. Menghela nafasnya kasar lalu berbalik untuk masuk kedalam.
***
Pukul 01.43
Chika sudah selesai membersihkan diri, sudah menggunakan piyama tidur yang sudah ara siapkan sebelumnya, sudah meminum susu yang ara buatkan untuknya. Jika ara sedang merajuk seperti ini membuat chika mau tidak mau menuruti yang ara inginkan.
Mereka berdua, ara dan chika sudah tertidur saling berhadap hadapan di atas kasur king size.
" jangan terlalu diforsir, ica bukan robot " ucap ara pelan, matanya benar benar teduh menatap mata chika yang sedikit memerah menahan kantuk.
" maaf yah "
" ngga ada yang harus minta maaf dan dimaafin ica, ara Cuma minta ica ngga memaksakan diri sendiri, ikhlasin yang udah pergi, mereka mungkin udah tenang disana. Icaa,, nangis sedih itu wajar, orang dewasapun boleh ngelakuin hal itu "
" iya ara, aku minta maaf "
Ara menghela nafasnya " yaudah sekarang bobo " ucap ara mengalah, tidak tega dengan wajah lelah chika.
Chika merapatkan tubuhnya masuk kedalam pelukan ara, pelukan yang selalu hangat, bagi chika, ara adalah makhluk sempurna, ara baik, ara dewasa, ara bisa mengendalikan emosinya jika dengan chika, dan ara selalu memperlakukan dirinya sebaik mungkin. Terlepas dari kekurangannya yang sangat buruk itu tidak masalah bagi chika.
Bagaimana ara menjelma sebagai obatnya ketika dirinya lelah, bahkan ketika chika ingin menghukum dirinya karena kesalahan kesalahan yang diperbuat, atau saat chika ingin menyayat kulitnya karena rasa sedih, ara akan datang memeluknya tanpa berbicara dan tanpa ada kata kenapa didalamnya.
Menjadikan lengan ara sebagai bantal, dengan tangan yang satunya memeluk erat pinggang rampingnya. Posesif sekali cara memeluknya " aku ngga mau kehilangan kamu, aku janji akan selalu datang di saat kamu butuh, icaa ngga akan sendiri, ara ngga akan pernah ninggalin icaa " ucap ara pelan, ara tau bahwa chika sudah terlelap karena suara dengkuran halus sudah terdengar. Helaan nafas teratur bisa ara rasakan di sekitar lehernya.
Mengecup kepala chika " aku harap bahagia selalu datang ke ica, karena kebahagiaan ica adalah kebahagiaan ara juga "
***
Alarm sudah berbunyi, sinar mentari sudah terlihat walau masih malu malu, merasa terganggu ara membuka matanya, posisinya masih sama dengan chika yang memeluk pinggangnya, membuat ara mengernyit bingung, tidak biasanya chika seperti ini dan terlebih lagi chikanya masih tertidur hingga pukul 5.30.
Ara mengambil ponsel yang disimpan di atas nakas, mematikan alarm yang terus berbunyi mengganggu tidur nyenyaknya saja.
" icaa " panggil ara pelan
Merasa tak di respon ara memundurkan badannya pelan lalu memegang pipi chika " eh eh ko panas ? pantesan anget kirain karena pake selimut tautaunya icaa panas gini "
" icaaa " panggil ara lagi
Chika membuka matanya perlahan, matanya berubah menjadi sayu, bola matanya berubah sedikit memerah " hm " ucap chika, parau. Posisi ara sudah duduk bersandar pada tepian kasur. Ara menghela nafas ketika chika memeluk perutnya.
" lepas dulu aku mau buat sarapan buat ica " chika menggeleng lemah, dirinya malah mendekat ke arah ara lalu memeluknya lagi, lebih erat
" nanti ara balik lagi ko " ucap ara lagi, tapi chika lagi lagi menggeleng, membenamkan wajahnya di perut rata ara.
" yaudah ara mau ambil hp ara dulu "
" pusing " ucap chika pelan
" makanya ica nya minggir dulu, biar ara buatin sarapan sama beliin ica obat "
Tak ada jawaban, chika hanya diam menutup matanya, terlalu berlebihan dalam bekerja memang tidak baik.
Ara menghela nafasnya " ica kalau sakit manja banget, kaya bayi ngga bisa ditinggal " ara mengusap kepala chika lembut, memberikan kenyamanan untuk wanita yang sangat disayanginya itu.
Terimakasih atas luka dimasa lalu yang membuatku sulit berdamai dengan hati dan keadaan hingga akhirnya aku terpuruk, tetapi tuhan sangat baik ketika aku memutuskan menyerah tuhan justru mendatangkan seseorang yang menjelma sebagai obat.
.
.
.
.
.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
My Medicine ( chikara)
Short Storyaku memiliki luka yang sangat besar, disaat aku hampir menyerah pada keadaan tapi tuhan memberikan kamu yang menjelma menjadi obat " - ARA kamu harus tau, obat bagus sekalipun kalau dipakai berlebihan akan berubah jadi racun yang mematikan - CHIKA k...