***
"Menurut lo mending gue nonton The Conjuring atau After We Collided?"
"..."
"Njaaa.." Langit menarik ujung hoodie sahabatnya dengan sedikit hentakan ketika Senja tak merespon pertanyaannya.
"Apaan sih, Lang? Lo kesini mau nemenin gue belajar ya, bukan buat ngerecokin," jawab Senja kesal.
Saat ini ia sedang duduk di sofa sambil menghafalkan beberapa rumus kimia yang susahnya melebihi resep opor ayam kesukaan Langit. Ia sangat membenci kimia pun juga memasak, karena Senja tidak pernah bisa menaklukkan keduanya. Langit duduk di sampingnya, tepatnya di karpet bawah sofa tempatnya duduk. Laki-laki itu memeluk bantal besar bercorak bendera USA yang mereka pilih bersama saat liburan.
"Gue nggak ngerecokin, gue minta pertimbangan."
"Ya itu sama aja. Udah ih, gue mau belajar! Lo tahu kan betapa gue benci kimia dan Pak Latif."
"Belajar terus lo, tanpa belajar juga udah pinter." Omel Langit dengan wajah yang sengaja ia sangarkan. "Dan yang lo benci itu pelajarannya, bukan gurunya. Inget!"
"Terima kasih, gue anggap itu sebagai pujian. Tapi please, lo mending balik ke apartement sebelah daripada berisik di sini, Lang."
"Oke gue diem, My Queen."
Langit kembali menghadap ke arah televisi empat puluh dua inch di ruang tengah apartement Senja, berniat mencari beberapa referensi pilihan film netflix yang sudah ia list sejak permintaan Senja untuk menemaninya belajar. Setelah cukup lama memilih, akhirnya pilihan Langit jatuh ke film thriller. Langit menggunakan headset agar tidak mengganggu Senja belajar. Jari tangannya menekan tombol play dan ia mulai menikmati filmnya dengan ditemani buah-buahan sebagai camilan sehat malam ini.
Senja masih berkutat dengan rumus kimia ketika Langit mulai asik menonton film. Esok hari akan ada ujian kelas kimia sehingga dia harus begadang untuk kembali membuka beberapa pelajaran yang sudah cukup lama ia dapatkan. Meskipun Senja tidak terlalu berminat dengan pelajaran Kimia, dia tidak mau mendapatkan nilai buruk di setiap ujian yang ada. Selain karena cita-citanya yang ingin menjadi seorang dokter anak, juga karena Senja Adiwiyata Putri adalah salah satu putri pemilik saham terbesar di Adjiwongso International High School ini. Ia tidak ingin mempermalukan kedua orangtuanya.
Tepat pukul dua belas malam Senja baru saja selesai belajar. Ia masuk sekolah di jam delapan yang artinya masih ada waktu sekitar enam sampai tujuh jam untuk sekedar mengistirahatkan badan. Setelah membereskan beberapa buku dan peralatan belajar, Senja melangkahkan kakinya ke ruang tengah dan mendapati Langit yang sedang tertidur pulas di sofa. Langit terlihat pulas dalam tidurnya bahkan sampai mulutnya terbuka. Sofa ruang tengah apartement Senja dijadikan seperti ranjang dengan bantal dan guling yang diambil Langit dari kamarnya.
Senja meletakkan selimut tebal untuk menutupi tubuh Langit dan merasa risih dengan beberapa piring kotor yang berserakan. Meskipun kesal, Senja tetap memilih untuk membereskan sebentar ruangan tengah yang sudah di kuasai Langit kemudian ia kembali ke kamar untuk beranjak tidur. Malam ini seperti malam-malam sebelumnya, Langit selalu siap kapanpun Senja butuhkan.
***
Belum lama memejamkan mata, bunyi alarm ponsel Senja yang sengaja dihidupkan dengan suara memekakkan telinga meminta untuk segera dimatikan. Ini baru alarm yang pertama, artinya masih ada empat alarm selanjutnya tiap lima menit yang menjanjikan ketidaknyamanan. Senja kembali memejamkan mata ketika bunyi menyebalkan itu berhenti, memberikan waktu sejenak kepada tubuhnya untuk bersiap bangun.
Sudah lima kali suara alarm berbunyi dan sudah lima kali Senja menggeser iconnya ke atas. Sekarang ini, Senja sudah mengenakan pakaian seragam lengkap. Rok pendek diatas lutut yang seksi, kemeja berwarna putih dengan list biru bertuliskan Adjiwongso International High School menegaskan bahwa Senja bukanlah anak dari kalangan orang biasa.
"Njaaaa, buruan jangan kelamaaan woy!" Suara Langit melejit seperti emak-emak yang mengomeli anaknya untuk segera berangkat sekolah.
"Iyaaaaa! Lima menit lagi, Langit," jawab Senja berteriak dari dalam kamar.
Sudah menjadi rahasia umum, lima menit bagi seorang wanita yang berdandan -apalagi wanita itu bernama Senja- sama artinya dengan memberikan waktu kepada Langit untuk melakukan banyak hal. Langit bisa memanfaatkan waktunya untuk membuat dua sandwich isi telur dan keju kesukaan mereka berdua. Bahkan setelah dua sandwich kini sudah tertata rapi di box makan berwarna merah muda, Senja-nya masih belum juga keluar kamar. Tak habis akal, Langit memilih untuk menyeduh satu cangkir kopi hitam sambil memainkan game di ponselnya.
"Yuukk!" Senja muncul dari balik kamar dengan tanpa rasa bersalah.
Langit menjawab dengan helaan nafas berat dan tatapan tajam. Laki-laki itu mengambil kotak makan yang sudah ia siapkan kemudian memilih melangkahkan kakinya keluar dari apartment Senja terlebih dahulu.
"Gue udah cantik belum, Lang?"
"Lo nggak perlu dandan juga udah cantik," jawab Langit tanpa perlu repot mengalihkan tatapannya ke arah sahabatnya.
"Unch, unch ... so sweet abang satu ini."
"Tumben nanya? Bukankah selama ini dengan bangga dan percaya diri, lo tidak pernah sedikitpun menyangsikan kecantikan seorang Senja yang katanya paripurna sekelas putri Indonesia."
"Gue punya gebetan baru," ucap Senja cepat. Wanita itu tersenyum dengan alis mata yang sengaja ia naik turunkan untuk menggoda Langit.
Ada sedikit lirikan tidak suka terlihat di wajah Langit namun dengan cepat laki-laki itu menetralkan kembali mimik wajahnya. Ia membukakan pintu penumpang mobil BMW merah untuk Senja dan seperti sudah menjadi kebiasaan Senja langsung masuk. Tidak lupa tangan Langit ia letakan di pintu bagian atas untuk melindungi kepala Senja.
"Siapa gebetan lo yang baru?" tanya Langit ketika ia sudah duduk di kursi pengemudi.
"Mmmm, Arka."
"Oh, bukannya dia pacar Anggi?"
"Udah putus lah terus ngedeketin gue."
"Terserah lo dah."
Senja dan Langit bersahabat sejak lahir atau bahkan sejak mereka belum dilahirkan? Kedua orangtua Senja dan Langit bersahabat, membuat keduanya memiliki kedekatan dari mereka masih bayi. Mama dan Papa Senja bersahabat dengan Mama Langit karena mereka bertiga kuliah di kampus yang sama yaitu kedokteran. Setelah menikah, tentu saja mau tidak mau Papa Langit ikut memasuki lingkungan persahabatan Mama Langit.
Papa dan Mama Senja mengaplikasikan kuliah kedokterannya. Mereka menjadi dokter Obsgyn dan Dokter Bedah Tulang terbaik di Bogor. Berbeda dari kedua orangtua Senja, Mama Langit –Nyonya Erlita Adjisuseno- memilih mengaplikasikan ilmunya hanya untuk keluarga.
Ny. Erli yang lebih sering ia disapa, memilih untuk menjadi ibu rumah tangga karena tuntutan suaminya –Tn, Tengku Bagus Adjisuseno-. Papa Langit adalah seorang pengusaha Tambang dan kapal kargo terbesar di Indonesia. Bagi Tuan Tengku, dia hanya membutuhkan istri yang siap sedia melayaninya di rumah karena uangnya sudah lebih dari sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecil mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara Langit & Senja
RomanceKeberadaan Jelita menjadi bayangan di belakang seorang Langit dan Senja. Kehadirannya tak berarti, hanya sebagai pelarian Langit dari rasa cinta kepada sahabatnya sendiri. Hingga sepuluh tahun perpisahan keduanya, semuanya tak lagi sama. Sebuah raha...