Bab 10 - Moment bersama

3.7K 316 6
                                    

Langit mengamati setiap ukiran wajah gadis manis di hadapannya, dengan pipi yang sedikit mengembang apalagi ketika ia sedang merasa jengkel. Mata sipit yang terlihat semakin indah jika menggunakan eyeliner yang Langit ketahui sangat susah dibuatnya, karena ia harus memastikan garis hitam di itu tepat dan tidak berlebihan.

Senja, sahabatnya, poros hidupnya..

Gadis bersurai panjang yang mengikal natural di bagian bawah itu sedang memakan coklat yang baru saja Langit berikan sebagai oleh-oleh ketika ia pulang ke rumah eyang nya di Perth satu minggu yang lalu. Bibir yang biasanya berwarna pink nude tipis itu kini belepotan cokelat karena Senja memakannya sambil bercerita tentang bagaimana suramnya hidupnya seminggu yang lalu karena tidak ada Langit di sisinya.

"Gue kesel sama Aldo Lang, masa gue diminta ngantre makan sendiri, gue ogah! Terus nunggu setengah jam dia nggak beli-beliin gue, terus perut gue mulai lapar akhirnya gue antre sendiri! Sumpah rasanya nggak enak banget berdiri ngantre mana panas waktu itu"

"Pokoknya lain kali gue nggak akan mau diajakin Aldo sama Hanafi pergi kalau nggak sama lo, gue nyesel sumpah!"

"Terus ya Lang, gue ...."

Senja terus saja nyerocos tanpa henti, padahal Langit sama sekali tidak lagi mendengarkan inti dari ceritanya. Mata Langit sedang menikmati objek indah yang berada di hadapannya, matanya, bibirnya, semua tentang Senja. Langit menyukainya dan sangat merindukannya dalam seminggu ini.

Tangan Langit terlepas dari logikanya, terangkat dengan pasti ke arah wajah gadis itu atau lebih tepatnya ke arah bibir Senja. Tangan Langit mengusap bibir lembut Senja, merasakan kelembutan yang kenyal di ujung syaraf-syaraf jarinya. Langit membayangkan bagaimana rasanya jika bibir itu melekat di bibirnya? Ia bisa menyesap, menyecap rasa yang memang sudah ia damba.

"Bibir lo belepotan."

"Iyaa kah? Gue makannya anarkis ya, Lang?" tanya Senja dengan senyum merekah.

Demi Tuhan Langit berharap waktunya berhenti sebentar saja agar Langit bisa berpuas menikmati tawa Senja yang renyah.

"Nja, gue boleh cium lo?"

"Hah? Maksudnya?"

Selamat tinggal kepada logika yang kalah, dengan cepat Langit menempelkan bibirnya untuk bertemu dengan bibir milik Senja. Lembut dan...

"Lo apa-apa sih Lang?"

"..."

"Gue nggak suka lo kaya gini."

"Kaya gini gimana?"

"Berapa kali gue harus jelaskan ke lo? Kita sahabat udah dari orok, lo jangan pernah ngerusak persahabatan kita hanya karena nafsu sesaat."

Nafsu sesaat? Langit marah, dia sudah menganggap Senja sebagai poros dunianya? Dan gadis itu dengan enteng mengatakan bahwa apa yang ia rasakan adalah nafsu sesaat?

"Nunggu lama kak?"

Langit tersentak ketika tiba-tiba kenyataan membawanya kembali ke tempatnya. Duduk di belakang kemudi mobil bersama dengan seorang gadis yang berbeda. Ya, kali ini Langit sedang bersama dengan Jelita.

"Kak Langit?"

"Eh enggak, baru aja."

"Kita mau kemana?"

"Lo mau kemana?"

"Mmm..."

"Masakin gue aja kali ya, lo suka masak kan?"

Diantara Langit & SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang