Bab 14 - Bolehkah aku membencimu ?

5K 375 13
                                    

Detak jam bergerak maju, hari berganti hari. Hidup selalu berjalan, entah senang atau bahagia. Entah indah ataupun nestapa. Waktu berlalu begitu cepat hingga akhirnya hari yang ditunggu Jelita dan teman-temannya datang. Hari dimana mereka sudah menyelesaikan ujian akhir yang begitu menguras tenaga hingga pikiran, terlebih untuk seseorang seperti Jelita.

Jelita merasa seperti semua beban yang ia bawa dipundaknya sedikit demi sedikit berkurang. Remehan dari saudaranya yang menentang keinginan Jelita untuk sekolah sebentar lagi akan Jelita berikan bukti, bahwa ia mampu menyelesaikannya. Sebentar lagi ia akan mendapatkan gelar lulus SMA. Mungkin bagi sebagian orang hal ini adalah hal lumrah tetapi tidak bagi Jelita.

Sebagai seorang anak perempuan, Jelita sudah di cekoki dengan aturan yang membuatnya merasa bahwa sekolah bagi seorang perempuan itu tidaklah penting. Karena nantinya ia hanya akan bekerja sebagai ibu rumah tangga sama seperti kedua kakaknya. Tetapi entah mengapa, keinginannya untuk tetap semangat sekolah mengalahkan rasa takutnya ketika ia harus berada di Jakarta seorang diri.

"Jelitaaaaaaaa!" Suara cempreng memanggilnya. Anye terlihat sedang berlari ke arahnya dengan penuh semangat. Ia berlari dari kelas sebelah karena memang lokasi ujian mereka berbeda.

"Sstt, suaramu, Nye."

"Merdu kan? Udah kaya suara princess Syahroni."

"Terserah kamu lah, by the way selamat buat kita. Akhirnya kita sudah menyelesaikan perjuangan, tinggal bagaimana nanti kita tunggu hasilnya."

"Iyaa, semoga semua murid lulus ya, Ta."

"Aamiin."

"Terima kasih karena lo udah bantuin gue belajar," ucap Anye tulus. Karena tanpa Jelita ia yakin bahwa ia tidak akan sanggup untuk belajar sendirian dengan guru les yang sangat membosankan.

"Terima kasih karena sudah memberikan tumpangan ke aku tempat yang nyaman dan fasilitas yang memadai untuk belajar di rumahmu. Terima kasih sudah mau menjadi sahabatku, Nye."

"Emmm, Jelita. Gue jadi terharu."

Mereka berdua berpelukan dengan erat ditengah kerumunan murid-murid yang sama seperti mereka yaitu sedang merayakan berakhirnya pertempuran. Mereka bersama-sama merasakan kelegaan karena telah menyelesaikan pertempuran melawan rumus-rumus dan hafalan-hafalan yang membuat mereka harus bergadang hingga tengah malam. Bersyukurlah mereka sudah melalui minggu-minggu berat ini.

"Selamat buat lo Jelita. Akhirnya lo akan segera menyelesaikan keinginan lo untuk tetap sekolah hingga lulus SMA."

"Terima kasih, tetapi belum ada pengumuman kelulusan."

"Ya nggak apa-apa, pasti lulus lah. Gue yang tahu gimana perjuangan lo buat belajar."

"Amin aja, eh bentar ya, Nye."

Jelita memperlihatkan telepon genggamnya yang menampilkan nama 'Mas Bagas sedang memanggil' di layar lalu dibalas Anyelir dengan jempol tangan tanda setuju.

"Apaa?"

"Salam dulu kalau angkat telepon, Ta."

"Hehe, Assalamualaikum Mas Bagas."

"Walaikumsalam Dek Jelita."

"Ih, kenapa pake dek segala, aneh!"

"Nggak apa-apa toh, suka-suka aku."

Jelita mencibik, padahal jelas-jelas Bagas tidak akan melihat bagaimana wajah Jelita saat ini. "Kenapa telepon?"

"Mau mengucapkan selamat kepada adek ku yang selalu rajin belajar ini. Selamat karena sudah menyelesaikan tahap awal cita-citamu. Semoga lulus dengan nilai yang memuaskan."

Diantara Langit & SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang