Bab 34 - Sebuah kesalahan

6.5K 368 15
                                    

Dingin tercipta dari kehangatan yang didiamkan terlalu lama.

***

Rumah sakit dan segala macam hiruk pikuknya sudah sangat Jelita kenal. Tetapi hal yang berbeda ia rasakan ketika berada di rumah sakit sebagai seorang penunggu pasien. Yang biasanya dia merawat pasien yang tidak dikenalnya sekarang ini dia merawat Anyelir, seseorang yang berarti dalam hidup Jelita.

Jelita sedang mengamati pemandangan kota Jakarta dari balik dinding kaca. Jakarta hujan siang ini. Suara air yang turun begitu deras, petir yang menyambar namun perasaan Jelita masih sama.

Sepi.

Anye sedang mandi, dibantu Aldo dan entah apa yang mereka lakukan di dalam sama sekali Jelita tidak peduli. Pikiran Jelita justru sibuk dengan bayangan tentang Langit. Pertemuan tiba-tiba kemarin siang, aroma Langit dan segalanya tentang Langit yang membuat Jelita merasa perlu untuk menghindar dari laki-laki itu.

Langit pernah menyakitinya dan akan menjadi hal yang mudah untuk laki-laki itu kembali melakukan hal yang sama. Sesuatu yang tidak mungkin bagi seorang seperti Jelita bisa menggeser nama Senja di dalam hati Langit. Bahkan bagaimana tentang hubungan mereka berdua saat ini pun Jelita sama sekali tidak tahu. Adalah hal yang tepat bagi Jelita untuk menghindari Langit. Termasuk Jakarta.

Hari ini sudah hari kedua Jelita berada di Jakarta. Keadaan Anyelir sudah membaik dan Aldo selalu berada di sisi wanita itu untuk menjaganya.

"Nanti sore gw pulang ya, Nye?" tanya Jelita ketika melihat Anye dan Aldo keluar dari kamar mandi. Perlu Jelita jelaskan, mereka berdua keluar dengan rambut yang sama basah.

"Kok pulang?"

"Besuk gue kerja, gue masih punya cicilan kalau mau bolos."

"Gue anter, Ta?" tanya Aldo.

"Istri lo lebih butuh keberadaan lo daripada gue. Gue bisa naik bis."

"Hujan lo, Ta."

"Hujan air, bukan hujan pasir. Gue masih bisa bertahan."

Aldo mengedikan bahunya tanda menyerah, lagipula ia hanya asal menawarkan diri. Tentu dia tidak tega jika harus meninggalkan Anyelir seorang diri.

Mereka menghabiskan waktu hingga sore menjelang dan Jelita bersiap-siap untuk kembali pulang. Jelita hanya membawa satu buah tas ransel yang berisi beberapa baju untuk ganti, tidak banyak. Jadi dia tidak merasa cukup kesulitan nanti.

Sebelum Jelita beranjak pergi, tiba-tiba pintu kamar perawatan Anyelir terbuka dari luar dan muncul sosok Langit yang kembali membuat Jelita harus mengutuk sebal. Langit memasuki kamar dengan pelan dan senyum andalan yang bertengger manis di wajahnya.

"Ngapain lo kesini?" tanya Anyelir (masih) sadis.

"Gue mau anter Jelita pulang. Sepertinya hujan masih deras, takutnya Jakarta banjir."

Anyelir menatap suaminya yang salah tingkah. Aldo terlihat menggaruk belakang lehernya yang sama sekali tidak gatal.

"Kok dia bisa tahu kalau Jelita pulang sore ini?" cerca Anyelir ketika ia tahu ada yang tidak beres pada diri suaminya.

Aldo yang kebingungan menelan ludah dengan terpaksa. Ia merasa bersalah tetapi tidak cukup harus dipersalahkan. Memang dia yang memberikan informasi kepada Langit bahwa Jelita pulang sore ini, bahkan Aldo yang meminta Langit untuk mengantarkannya pulang karena ia merasa tidak enak hati jika membiarkan Jelita pulang sendirian menggunakan bis.

"Jakarta lagi banjir, banyak jalan yang ditutup." Kalimat Aldo penuh penekanan.

"Nggak usah—."

"Taa, nggak apa-apa. Hati-hati sama kandungan lo! Kan gue udah bilang jangan suka marah-marah, bayi lo denger."

Diantara Langit & SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang