Bab 27 - Gue harus gimana, Do?

4.5K 326 9
                                    

Senja baru saja mendudukkan tubuhnya di sofa ketika video call dari Langit menghentikan aktivitasnya. Wanita itu baru saja hendak menyeruput mie rebus yang baru saja dibuatnya. Hawa dingin di Bandung setelah hujan dengan mie rebus irisan cabe adalah perpaduan tepat sore ini. Senja baru saja pulang dari dinasnya. Aktivitas berfikir mampu membuatnya lupa dengan beberapa rasa mengganggu yang tiba-tiba menyusup pelan-pelan di hatinya.

"Ada apa?" tanya Senja ketika sambungan video call terhubung.

Langit terlihat baru saja pulang dari kantor. Ia masih berpakaian kerja lengkap dengan jas yang baru saja dilepasnya. "Kok jutek gitu jawabnya?"

Senja hendak meluapkan perasaan kesalnya kepada Langit. Tentang Mama Erli yang tiba-tiba bertanya tentang Jelita. Tentang Langit yang bisa saja menutupi kedekatannya dengan Jelita selama ini. Ia ingin memuaskan rasa ingin tahunya dengan mengorek semua informasi dari Langit. Tetapi, urung.

"Lagi capek." Hanya itu yang terucap dari bibir Senja dengan bola mata yang berlarian karena cemas.

"Jangan terlalu capek, Nja. Lo tau tubuh lo juga butuh istirahat."

Kali ini wajah Langit sudah terpampang jelas di layar handphone milik Senja. Laki-laki itu memusatkan perhatiannya penuh ke arah Senja. Langit menopang wajahnya di bahu sofa. Langit sudah melepaskan kemeja miliknya dan hanya menyisakan kaos berwarna putih yang mencetak bentuk tubuhnya yang liat.

Senja meletakkan mie rebusnya di meja lalu ikut memusatkan perhatiannya penuh ke Langit yang terlihat salah tingkah.

"Kenapa?" tanya Langit.

"Nggak apa-apa, how's your day?"

Senja membawa jarinya ke arah wajah Langit, menyusuri benda pipih itu dan membayangkan jika yang jarinya temukan adalah lekuk wajah Langit yang tegas. Senja tahu Langit tidak melihat apa yang ia lakukan, tetapi entah kenapa laki-laki itu justru memejamkan matanya seperti sedang menikmati tangan Senja yang menyusuri wajahnya.

Langit sempurna, laki-laki dengan berjuta pesona yang bisa memabukkan setiap wanita. Senja yakin bahwa tidak akan ada wanita yang tidak terpesona dengan sosok seorang Langit Angkasa Adjisuseno, termasuk dirinya! Tetapi yang bisa Senja lakukan adalah mengabaikannya, karena Langit adalah sahabatnya dan ... sebuah fakta yang tak bisa Senja abaikan.

"Hari ini cukup berat di kantor. Gue harus mengajari Hanafi dalam banyak hal, lusa gue datang ke Perusahaan Papa."

"Lo berikan tanggung jawab ke Hanafi?"

"Nggak, gue masih memantau," jawab Langit.

Banyak sekali yang ingin Senja tanyakan ke Langit tetapi pertanyaannya hanya tertahan di ujung lidahnya yang kelu. Ada harapan besar dari Senja, Langit akan menceritakan pertemuannya dengan Jelita tanpa perlu Senja tanya. Atau ada sedikit ketakutan di dalam benak Senja jika jawaban Langit tidak sesuai dengan harapannya dan justru akan membuat hatinya retak.

"Ooh, good luck buat lusa! Gue yakin lo akan menjadi pemimpin yang luar biasa."

"Thanks, Nja," Langit berdiri dari duduknya, menjauh. "Gue mandi dulu, lo jangan tidur malem-malem."

"Oke."

"Selamat malam, My Princess."

"Malem, bye."

Senja memutuskan panggilan terlebih dulu. Hatinya tiba-tiba merasa tak menentu. Bayang-bayang Langit yang akan meninggalkannya seperti menari-menari di pelupuk mata. Mereka sudah sama-sama dewasa tentunya Langit ingin segera memiliki pasangan, menikah kemudian memliki anak. Sebuah kehidupan yang tidak mungkin bisa Senja berikan kepada Langit.

Diantara Langit & SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang