Seorang laki-laki dengan kaos berwarna hitam ketat membungkus tubuhnya yang atletis. Ia sedang berlari mengelilingi taman di kawasan apartement mewah miliknya. Menggunakan sepatu race mahal dan armband yang ia letakkan di lengan sebelah kanan, Langit terlihat menawan. Langit sangat menyukai aktivitas fisik, itulah alasan dibalik bentuk tubuhnya yang atletis.
Dan sialnya, ia sangat menyadari kelebihannya itu.
Bunyi dering apple watch memelankan langkah Langit, memaksa Langit menghentikan pergerakan kakinya ketika mendapati nama Senja yang tertera di layar. Langit mendudukkan tubuhnya di kursi taman yang terlihat agak sedikit basah karena embun.
"Shit!" Langit merasakan basah di celananya.
"Kok malah ngumpat sih lo?"
"Sorry bukan buat lo!! Gue —hah, lagi lari ini," jawabnya dengan nafas ngos-ngosan.
"Mmm.. gw lagi butuh lo nih. Gw tunggu di apartment gw sekarang."
Beep..
Bunyi tanda bahwa Senja mematikan telefonnya secara sepihak membuat Langit bingung. Senja tidak pernah terburu-buru jika menghubunginya terlebih hari ini adalah hari Minggu pagi. Langit tahu gadis itu tidak memiliki rencana pergi kemanapun.
Enggan berspekulasi dengan pikirannya sendiri, Langit mengakhiri olahraga dan melangkahkan kakinya ke depan pintu apartment Senja. Mereka bertetangga, apartement mereka di lantai yang sama namun terpisah dua unit apartement milik orang lain.
Langit menekan nomor acces untuk memasuki apartment Senja. Saat pintu terbuka, Langit terkejut karena mendapati Mama dan Papanya sedang duduk di sofa ruang tamu milik Senja. Papanya terlihat sedang asik bercengkerama dengan Senja dan Mamanya. Mereka bertiga mengalihkan perhatiannya ke pintu masuk ketika mendengar bunyi pintu terbuka.
"Langit," panggil Mama Erli dengan tatapan merindu.
Mama Erli menegakkan badan ketika mata cantiknya menangkap keberadaan Langit. Wanita yang masih terlihat sangat cantik di usianya yang sudah menginjak hampir 45 tahun. Langit bisa menangkap signal bahwa Mamanya sedang tidak baik-baik saja. Ia terlihat lebih kurus dari saat terakhir kali mereka bertemu.
"Mama merindukan kamu, Sayang," tambah Mama Erli sambil mendekat.
Langit memundurkan tubuhnya untuk menghindar saat wanita paruh baya itu hendak memeluknya. Penolakan Langit ,enciptakan tatapan sedih dari wanita yang sudah melahirkannya 18 tahun yang lalu.
"Langit masih basah karena keringat bukan karena nggak mau dipeluk," jawabnya cepat. Ia tidak ingin Mamanya menyalah artikan penolakan Langit. Laki-laki itu menunjukkan tubuhnya yang memang terlihat sangat basah selepas berolahraga.
"Ya sudah kamu duduk dulu, Nak."
"Ngapain Mama dan Papa kesini?" tanyanya to the point setelah mendudukkan tubuhnya di sofa.
"Langit!" Senja menegur Langit, menyadarkan sikapnya sangat tidak sopan.
"Papa mau minta maaf sama kamu. Papa sadar bahwa Papa sudah terlalu memaksakan keinginan Papa kepada kamu." Papa Tengku berbicara dengan bijaksana tapi terdengar penuh kamuflase di telinga Langit.
Laki-laki paruh baya yang masih terlihat gagah itu berpenampilan santai, berbeda dari hari-hari biasanya Papa Tengku yang selalu mengenakan Jas kemanapun ia pergi. Hari ini Papa Tengku hanya menyenakan kaos berwarna abu-abu dan celana jeans yang membuatnya tampak lebih muda. Memiliki garis wajah yang garang dan tegas, sesuatu yang menurun langsung ke anaknya. Seharusnya Langit lebih banyak bersyukur ketika lahir dari bibit Papa Tengku. Kegantengan yang dimiliki Langit jelas turunan dari Papa Tengku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara Langit & Senja
RomanceKeberadaan Jelita menjadi bayangan di belakang seorang Langit dan Senja. Kehadirannya tak berarti, hanya sebagai pelarian Langit dari rasa cinta kepada sahabatnya sendiri. Hingga sepuluh tahun perpisahan keduanya, semuanya tak lagi sama. Sebuah raha...