Seperti hujan yang sudah reda, suasana nyaman masih terasa di sudut-sudut jalanan yang basah. Hal itu yang Langit rasakan ketika berada di dekat Jelita. Walaupun hubungan mereka tak lagi sama, ketika berada di dekat Jelita, Langit merasa nyaman.
Jelita seperti suasana selepas hujan, dingin namun menenangkan. Sepi namun memenuhi hatinya. Mata Jelita yang berlarian dan senyum yang ia selipkan selalu memenuhi hari-hari Langit akhir-akhir ini. Langit tidak bisa berbohong, Jelita masih menempati sudut hatinya yang sudah lama ia biarkan kosong.
Langit baru saja pulang dari rumah sakit tempat Anye di rawat. Tadi ia menyusul Jelita untuk makan bersama. Sebenarnya dia tidak lapar, dia hanya ingin bersama gadis itu. Sepanjang waktu bersama, Jelita hanya diam. Hanya sesekali menjawab pertanyaan Langit dengan cukup singkat. Mungkin wanita itu marah, ia sudah membuat batasan dengan Langit di pertemuan terakhir keduanya. Namun, saat Aldo panik mendengar kabar istrinya perdarahan dan menginformasikan bahwa istrinya sudah bersama Jelita, Langit memaksa untuk mengantar Aldo.
Selain karena khawatir, tentu karena Langit ingin bertemu dengan Jelita. Ada rindu yang terselip samar di hatinya.
Entah mengapa, Langit ingin menerobos batasan yang Jelita ciptakan. Ia ingin masuk ke dalam Jelita lebih dalam.
Ting..
"Surprise!"
Namun Langit lupa. Ada Senja yang selalu berada di sisinya. Asa Senja yang membutuhkannya. Ada Senja yang tidak bisa Langit sisihkan dari hatinya. Lalu kemudian Langit merasa kacau!
"Hey," Senja menggoyangkan tangannya di depan mata Langit yang kosong, memaksa Langit untuk kembali ke dunia nyata dan bersitatap dengannya.
"Sorry."
"Kok ngelamun?"
"Terkejut," ucap Langit dengan tersenyum.
Ia terkejut mendapati Senja berada di balik pintu apartementnya, berdiri dengan lucu mengenakan dress berwarna pink nude. Rambutnya ia kucir kuda dengan anakan rambut yang berteberangan di kedua sisinya.
"Gue bawain somay kesukaan lo."
Tangan Senja menarik tangan Langit untuk mengikutinya, membawa keduanya ke ruang tengah apartement yang luas. Dua bungkusan steroform berwarna putih sudah berada di meja tengah. Senja dengan cekatan membuka bungkusan dan menuangkan bumbunya. Mereka berdua mulai menikmati somay yang Senja bawa, dalam diam dalam keheningan.
"Udah lama di sini?" tanya Langit memecah suasana.
"Lumayan, gue dateng dari pagi."
Langit menghentikan kunyahannya. "Lama dong?"
"Iyaa lumayaaan."
"Kok nggak ngabarin? Pagi-pagi gue udah berangkat ke Dago. Gue mau invest di restorant Aldo yang ada di sana," jelas Langit padahal Senja sama sekali tidak bertanya.
"Namanya kejutan, kalau ngabarin ya nggak terkejut dong."
"Tapi kan lo jadi nunggu lama."
"Nggak apa-apa, gue suka ada di sini."
Mereka meneruskan makan dalam diam, beberapa kali Senja berceloteh ringan tentang aktivitasnya. Ia baru saja menolong seorang anak kecil yang menjadi korban tabrak lari, memberikan bantuan dasar hidup yang sudah ia pahami. Beruntungnya jantung anak itu kembali berdetak dan segera di larikan ke rumah sakit. Senja selalu bersemangat ketika bisa membantu orang lain, terlebih jika sudah membantu menyelematkan nyawa pasiennya.
Namun jika gagal, wanita itu akan bersedih di waktu yang cukup lama. Berulang kali Langit menegaskan, bahwa dokter adalah manusia yang ditugaskan membantu orang yang sakit tetapi bukan malaikat yang bisa merubah takdir seseorang dengan begitu mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara Langit & Senja
RomanceKeberadaan Jelita menjadi bayangan di belakang seorang Langit dan Senja. Kehadirannya tak berarti, hanya sebagai pelarian Langit dari rasa cinta kepada sahabatnya sendiri. Hingga sepuluh tahun perpisahan keduanya, semuanya tak lagi sama. Sebuah raha...