Jelita memasukkan buku dan tempat pensil ke dalam tas punggung miliknya. Sedikit tergesa karena ia memiliki janji ke rumah Budhe Ratih sore ini. Hari ini akan ada acara tahlilan di rumah Budhe Ratih untuk mengirim doa kepada Eyang Sum yang meninggal 100 hari yang lalu dan Budhe Ratih semalam memintanya untuk datang ke rumahnya.
Setelah merasa semua benda sudah dimasukkan ke dalam tas, Jelita membawa langkahnya untuk keluar dari kelas dan berjalan kaki menuju jalan raya. Ia berencana untuk menggunakan bus ke rumah Budhe Ratih karena jaraknya yang cukup jauh dari sekolahnya.
Hampir tiga puluh menit lamanya, Jelita akhirnya sampai di tempat yang dituju. Beberapa kali tangan sebelah kanannya mengelap keringat yang jatuh ke dahinya. Jakarta siang ini panas, seperti sama sekali tidak mau bersahabat dengannya yang sedang berjalan kaki.
"Walah ini udah nyampe, baru aja mau di jemput Mas Bagas, Nduk."
"Malah ngerepotin Mas Bagas, Budhe."
"Yo enggak to, lha kan jarak dari rumah ke jalan raya lak yo lumayan jauh. Tadi mending ngabarin biar dijemput."
Jelita hanya tersenyum, ia sudah sampai dirumah Budhe dengan selamat. Ia tidak mau memperpanjang masalah jemput menjemput ini. Jelita langsung mencium tangan Budhe dan memeluknya kemudian bergantian menicum tangan Pakdhe Karno yang terlihat sedang duduk sambil menulis nama-nama di undangan warna putih.
"Masih musim Pakdhe? Undangan pakai kertas?" ejeknya,
"Wah jane Pakdhe ya males nduk, kan harusnya enak pakai whatsaap ya tinggal di share di grup RT juga langsung selesai."
"Nah ,iya."
"Tapi nggak enak, nanti dikira nggak sopan."
Jelita hanya tersenyum sambil mengedikkan bahunya. Mengobrol sebentar untuk melepas kangen dengan Pakdhe Karno kemudian Jelita pamit untuk bantu-bantu di dapur bersama Budhe.
Rumah Budhe Ratih tidak terlalu luas tapi cukup nyaman. Hanya terdiri dari empat kamar tidur satu ruang keluarga dan taman kecil yang berdekatan dengan ruang makan. Keluarga Budhe hanya terdiri dari keluarga kecil yang terdiri dari Pakdhe Karno, Budhe Ratih, Mas Bagas anak pertama Budhe kemudian Selly anak terakhir di keluarga ini. Oh ya dan Jelita sebagai penyusup yang sesekali menginap disini.
Dulu masih ada Eyang Sum yang sering di ajak Jelita ngobrol. Tetapi tiga bulan yang lalu Eyang Sum dipanggil untuk menghadap Yang Kuasa. Eyang sudah nggak sakit lagi sekarang.
Jelita menyempatkan diri untuk ganti baju kemudian duduk di samping salah satu tetangga yang sudah cukup Jelita kenal kemudian membantunya yang sedang mengupas bawang merah dan bawang putih.
"Mpok Atun, tadi jahe nya udah beli belum ya?"
"Udah kok, sekilo. Emang nggak ada di kresek?"
"Kaga ada, jangan-jangan Mpok Rozati lupa lagi ya."
"Iya mungkin."
"Jelita bisa bantu ambil Jahe di Mpok Rozati? Minta anter Mas Bagas ya," ucap Budhe Ratih,
"Iya Budhe."
Jelita mencari keberadaan Mas Bagas yang sama sekali tidak terlihat semenjak ia menginjakkan kakinya di rumah ini. Kemungkinan besar laki-laki itu sedang berada di kamarnya. Mas Bagas adalah anak laki-laki dan anak pertama di keluarga Budhe Ratih. Sosok yang sangat bertanggung jawab dan ramah kepada Jelita. Mas Bagas saat ini sedang menempuh perkuliahan semester 6 dengan mengambil jurusan arsitek. Jelita sering sekali menemukan beberapa sketsa milik Mas Bagas yang berserakan di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara Langit & Senja
RomanceKeberadaan Jelita menjadi bayangan di belakang seorang Langit dan Senja. Kehadirannya tak berarti, hanya sebagai pelarian Langit dari rasa cinta kepada sahabatnya sendiri. Hingga sepuluh tahun perpisahan keduanya, semuanya tak lagi sama. Sebuah raha...