Hari ini begitu ringan dan indah, seperti semua beban yang sedang Jelita rasakan tiba-tiba menghilang begitu saja. Bahkan kalimat pedas dari Gadis dan teman-temannya sama sekali tidak mempengaruhi suasana hati Jelita. Semua terasa begitu indah dan mudah karena kehadiran Langit.
Laki-laki itu dengan bangga mengucapkan bahwa dirinya begitu berarti baginya dan bagi Jelita, ini sudah lebih dari apapun. Dia tidak pernah merasakan sebegitu berharganya bagi seseorang. Bahkan di depan orangtuanya, Jelita adalah anak yang harus mengalah demi ketiga saudaranya. Tetapi di mata Langit Jelita spesial.
Mereka sudah sampai di apartment mewah milik Langit yang berada di lantai sepuluh. Berjalanan beriringan di sepanjang pintu masuk lobby hingga sampai di depan pintu. Langit sama sekali tidak pernah melepaskan genggaman tangannya dari Jelita. Bahkan laki-laki itu tidak berniat untuk mengendurkan pegangan tangannya ketika mereka berpapasan dengan orang yang Langit kenal.
Jelita bahagia! Jelita hanya berharap Langit tidak menangkap senyum lebar yang menghiasi wajahnya sejak mereka bertemu hingga sekarang.
"Welcome to my apartment, Jelita."
Lagi-lagi Jelita hanya mampu membalas sikap manis Langit dengan tersenyum. Lidahnya kelu hanya ingin sekedar membalas sikap manis Langit kepadanya.
"Terima kasih." Akhirnya kata itu terlontar walaupun sedikit terbata di bagian ujung kalimatnya.
"Dapur ada di sebelah kiri, lo boleh gunakan dapur itu sesuka lo. Gue ganti baju dulu ya Ta."
"Siap."
Sebuah acungan jempol ke arah Langit memaksa Langit untuk menyunggingkan senyumnya kemudian laki-laki itu menghilang di tangga menuju lantai atas. Jelita memindai setiap sisi ruangan apartment milik Langit. Apartment dua lantai yang menyajikan pemandangan kota Jakarta di setiap sisinya. Sebuah balkon berada di sisi kiri apartment dekat dengan dapur yang sangat luas menurut Jelita, hampir empat kali lipat dari kamar kosnya. Entah karena dapur Langit yang terlalu luas atau kamar kosnya yang memang sempit?
Tiba-tiba Jelita membayangkan ketika ia berada di belakang kompor dengan menggunakan apron sambil melihat anak-anak kecil berlarian memanggilnya Mama. Tak lama setelah itu Langit yang baru saja pulang dari kantor datang kemudian mencium keningnya dengan sayang, menanyakan sekarang Jelita jadi memasak apa untuk dirinya dan anak-anak.
"Jadi masak sop iga?"
"Hah?"
Suara itu bukan suara bayangan Jelita, tetapi suara Langit yang kini terlihat lebih santai memakai baju rumahan, membuat Jelita buru-buru membuyarkan mimpi-mimpinya dan dengan cepat melangkahkan kakinya ke dapur.
"Perasaan gue di kamar cukup lama lho Ta, dan dari tadi lo hanya berdiri memandangi dapur sambil senyum-senyum sendiri?"
"Hehe, maaf, Kak. Ini udah mau mulai masak."
Tangan Jelita dengan cekatan memanfaatkan peralatan dapur yang menurut Jelita jarang digunakan karena semua barangnya masih tersimpan rapi dan terlihat baru. Jelita mengeluarkan panci presto yang berada di kitchen set, tetapi matanya tidak satu tujuan dengan pikirannya. Justru mata bulat Jelita mengikuti pergerakan Langit yang kini sudah duduk di ruang televisi di depan dapur. Memainkan handphone miliknya. Jelita bisa melihat Langit yang begitu berbeda ketika menggunakan kaos oblong putih kebesaran dengan celana kolor pendek dan terlihat sangat tampan.
Jelita menggeleng-gelengkan kepalanya, berharap tidak hilang akal!
Jelita melanjutkan masaknya dengan memanfaatkan panci presto multi guna membuat sop iga buatan Jelita selesai dalam waktu yang tidak terlalu lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara Langit & Senja
RomanceKeberadaan Jelita menjadi bayangan di belakang seorang Langit dan Senja. Kehadirannya tak berarti, hanya sebagai pelarian Langit dari rasa cinta kepada sahabatnya sendiri. Hingga sepuluh tahun perpisahan keduanya, semuanya tak lagi sama. Sebuah raha...