BLURB :
Kabar pernikahannya menjadi sebuah kejutan. Membuatku merasa hilang harapan dan teringat akan suatu kenangan.
Ketika jarak tercipta karena suatu keadaan yang tak diharapkan, hingga memisahkan aku dengannya. Masa sekolah yang penuh kenangan I...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ini teh manisnya Ben," kata Ibu Dinda, meletakkan segelas teh manis di atas meja.
"Terima kasih bu," ucapku tersenyum.
Aku mengambil gelas teh manis itu lalu menyeruputnya perlahan.
"Ben !" teriak Dinda yang muncul tiba-tiba dengan sisir di tangannya. Membuatku tersedak lalu terbatuk karena kaget.
"Eh maaf Ben, aku terkejut karena kamu udah sampai, kalau udah sampai kabarin dong," ucap Dinda
"Hehe iya gapapa, lain kali jangan teriak gini, untung aja tadi keselek teh manis, kalau keselek bakso gimana ?" kataku
Ibu Dinda tertawa melihat kami.
"Hmm iya deh maaf, sekarang kamu cepat minum teh kamu biar kita pergi, waktu keberangkatan kita jam 2 siang," pinta Dinda mengingatkan sambil menyisir rambutnya.
"Ok Din," turutku.
Aku kembali menyeruput teh manis sampai habis dan berbincang dengan Ibu Dinda sambil menunggu Dinda selesai beres-beres.
"Yuk kita berangkat," ajak Dinda.
"Yuk," turutku bangkit dari sofa.
"Kang ujang..." seru Dinda memanggil seseorang.
"Iya Dinda," sahut kang ujang sambil berjalan menghampiri Dinda.
"Yuk kita berangkat," ajak Dinda
"Kang ujang ikut juga ?" tanyaku.
"Iya dong, jadi siapa lagi yang bawa mobilnya balik ke rumah setelah kita di Bandara ?" Dinda mengingatkanku
"Oh iya juga ya," anggukku.
"Sini kunci mobilnya Din, " pinta kang ujang.
Dinda merogoh sakunya hendak mengambil kunci mobil namun sekejap ia merasa panik karena ternyata kunci mobil tidak ada di saku celananya.
"Eh, kunci mobilnya dimana ya ?" tanya Dinda
Aku yang sebenarnya sudah tau dimana kunci mobil itu berada memilih untuk diam saja berpura-pura tidak tahu. Jika aku memberitahu, Dinda akan berpikir kalau aku sudah melihat gantungan kunci topi kupluk itu.
Setelah Dinda berusaha keras mencari kunci mobilnya sampai mengelilingi rumahnya tujuh keliling. Akhirnya ia teringat sesuatu, ia mengingat kalau ia meletakkan kunci itu dibalik vas bunga.
"Ini dia kuncinya, akhirnya ketemu juga," kata Dinda sambil mengambil kunci, menghela nafas lega.
"Akhirnya," ucapku tersenyum
"Ok yuk kita pergi," ajak Dinda.
Kami berjalan mengikuti Dinda sambil salam pamit pada ibunya lalu berjalan memasuki mobil, mobil pun mulai jalan menuju Bandara.
Sepanjang perjalanan, Dinda sibuk mengusap layar handphone-nya, tapi aku menyadari sesekali ia melirikku yang sedang asyik melihat pepohonan di sepanjang jalan, sambil berpikir apakah aku harus menanyakan kepada Dinda tentang perasaannya padaku ?